***
Keesokan harinya, ibuku menceritakan semuanya tentang kematian Ceu Yuna. Ceu Yuna meninggalnya seperti tidak wajar. Hampir tiap malam gentayangan. Sering orang mendengar suara tangisan saat melewati kuburannya.
Innalillahi wainnailaihi raaji'un. Aku terkejut mendengar semua itu.
"Jadi yang bising pukul-pukul oven tadi malam itu dia ya Mak? "
"Iya, dia. "Padahal sudah hampir 100 hari meninggalnya, tapi masih juga gentayangan.
***
Musim panen tiba, orang-orang banyak yang menjemur padinya biar cepat kering. Kalau sudah kering nanti bisa si simpan atau bisa juga digiling dijadikan beras.
Termasuk dengan si Uwa Yuna, dia menjemurnya di halaman tetangga. Karena, lahan dia enggak punya lahan pekarangan.
Menjemur hingga kering, lalu padi di tampi. Di tampinya di bawah pohon randu/kapas.
Tiba-tiba dia kesurupan. Hantu yang merasukinya itu bernama Ceu Yuna. Sama namanya dengan yang dirasuki.
Warga akhirnya menggotong si Uwa Yuna ke rumahnya. Karena kalau tadi dibiarkan di sana. Badan dia nanti setelah sadar akan terasa gatal-gatal, Â sebab dia golek-golek di atas jemuran padi-padi.
Si Uwa ngomong ngaco-ngaco. Dia bilang yang ada di tubuhnya adalah Ceu Yuna. Dia marah sama si Uwa Yuna. Karena merasa diganggu kesenangannya, saat arwah Ceu Yuna sedang berjemur di bawah pohon randu. Malah Si Uwa Yuna menyiramnya dengan tampian padi-padi itu.
Ceu Yuna juga mengatakan bahwa dirinya meninggal bukan karena sakit, namun dijadikan tumbal oleh suaminya.
"Suami kamu dan suamiku, adalah satu perguruan Yuna. Mereka menganut ajaran sesat. Gurunya penipu. Padahal kami tidak kaya juga pun, tapi tetap saja aku dijadikan tumbalnya oleh suamiku." Ceu Yuna bercerita panjang lebar.