Mohon tunggu...
Farrel RIzky
Farrel RIzky Mohon Tunggu... Lainnya - SMA Kaniusius

programming, IT, Cybersecurity

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Agama Jadi Pembeda di Al-Mizan?

19 November 2024   20:33 Diperbarui: 19 November 2024   21:30 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam video tersebut, kami menggunakan smoke bomb yang memberikan efek dramatis, menambah kesan bahwa pertemuan kami adalah sesuatu yang luar biasa dan penuh warna. Semua orang tertawa dan bercanda, sementara kamera merekam momen-momen kebersamaan yang mengharukan.

Setelah video selesai, banyak santri yang mendekati kami dengan wajah penuh harap. "Boleh minta tanda tangan, Kak?" tanya salah satu santri dengan penuh antusias. Sejumlah santri lain pun ikut meminta tanda tangan kami, sebagai kenang-kenangan dari kami, anak-anak Kanisius yang datang jauh-jauh untuk belajar bersama mereka.

 Kami menulis nama kami di atas kertas yang mereka bawa, dan memberikan pesan-pesan semangat, harapan, dan doa agar mereka selalu sukses di jalan yang telah mereka pilih.

Saat saya menandatangani kertas itu, saya merasakan haru yang mendalam. Bukan hanya karena mereka menghargai kami, tetapi juga karena pertemuan ini memberikan saya banyak pelajaran tentang kebersamaan, ketulusan, dan semangat hidup yang tak tergantung pada latar belakang seseorang. Tidak ada perbedaan agama, ras, atau status sosial yang membatasi hubungan kami.

 Semua itu hilang begitu saja dalam ikatan persaudaraan yang terjalin di antara kami.

Saat kami berpisah, beberapa santri memeluk kami satu per satu. Mereka mengucapkan terima kasih dengan penuh rasa hormat dan kehangatan, dan kami pun membalas dengan senyum tulus, berjanji untuk selalu mengingat kenangan indah ini. Momen itu, dengan segala kehangatan dan ketulusan yang ada, menjadi salah satu kenangan terindah yang akan selalu saya bawa sepanjang hidup.

Kehidupan Santri di Pondok Pesantren Al-Mizan

Di Pondok Pesantren Al-Mizan, kehidupan sehari-hari santri diatur dengan ketat, namun tetap mengedepankan suasana kekeluargaan. Meskipun banyak aturan yang harus dipatuhi, seperti jam tidur yang teratur, kewajiban shalat berjamaah, dan rutinitas mengaji, para santri merasa nyaman dengan disiplin yang diterapkan. Sebagian besar dari mereka mengatakan bahwa disiplin adalah kunci untuk mencetak pribadi yang tangguh dan siap menghadapi tantangan hidup.

Asrama di pesantren ini memiliki kamar yang cukup sederhana, namun bersih dan rapi. Di dalam kamar, para santri tidur bersama, berbagi ruang dan pengalaman. Mereka tidur lebih awal setelah mengikuti kegiatan malam seperti pengajian atau diskusi ilmiah. 

Setiap kamar dilengkapi dengan meja belajar, tempat tidur, dan lemari untuk menyimpan barang-barang pribadi. Suasana malam hari di pesantren sangat tenang, dan hanya terdengar suara-suara lembut dari ruangan pengajian yang berlangsung hingga larut malam.

Bagi saya, pengalaman ini memberikan gambaran yang sangat jelas mengenai cara hidup yang sederhana namun penuh makna. Santri di sini diajarkan untuk mandiri dan disiplin, yang tidak hanya berguna dalam pendidikan, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari mereka. Mereka tahu bahwa hidup bukan hanya tentang mencapai kesuksesan duniawi, tetapi juga tentang mencapai kedamaian batin dan kebahagiaan yang hakiki.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun