Akhirnya saya dan anak-anak tidur di lantai atas, sedangkan suami tidur dan kerja di kamar bawah. Hingga hari Senin (21/2) semua biasa saja. Gejala yang dirasakan suami juga ringan.
Balita sangat rentan tertular
Nah, pada Selasa subuh (22/2) sekitar jam 4.00 pagi saya iseng cek si Bungsu yang masih berumur 4 tahun (ini bentuk kekuatiran saya karena papanya bergejala). Kok tumben badannya panas? Termometer menunjukkan angka 38.7. Saya langsung beri obat penurun demam.
Hingga pagi demam di rentang 38-39. Duh puyeng saya! Ini kondisi yang tak biasa karena si Bungsu jarang sakit. Tapi dia masih semangat sekolah online dan main. Masih aktif sekali!
Jam 10.00 pagi saya beri lagi obat penurun demam. Lalu pantau suhu tubuhnya. Kok demamnya manteng? Saya memutuskan untuk membawa ke dokter anak.
Namun, karena curiga Covid-19, saya ajak keluarga untuk tes usap antigen dan PCR dulu. Di sini kondisi si Bungsu sudah nempel terus dengan saya.
Setelah tes dengan yang antri lama, kami pun pasrah dengan hasil yang ada. Dari tes usap antigen, suami dan anak-anak terkonfirmasi positif Covid-19. Hanya saya yang negatif. Sedangkan hasil tes PCR akan keluar keesokan harinya.
Saya berusaha untuk tetap semangat. Yang ada di pikiran saya adalah si Bungsu. Dia belum mendapat vaksin sama sekali! Demamnya pun tidak turun-turun.
Dari sini saya belajar, ternyata bukan hanya lansia, orang dengan penyakit penyerta, dan orang yang belum vaksin yang rentan tertular Covid-19 sekarang ini. Namun, balita pun sangat rentan tertular dari orang dewasa.
Waspada saat balita terjangkit Covid-19
Setelah terkonfirmasi positif Covid-19, saya langsung telekonsultasi dengan dokter anak yang biasa menangani. Si Bungsu punya riwayat kejang demam satu kali, jadi saya harus ekstra waspada.