Dua minggu lalu, saya merasa tidak enak badan selama seminggu. Bukan sakit yang berat atau bagaimana sih. Tapi jika setiap hari badan meriang dan perut kembung begah, pasti terganggu juga.
Saya hanya berpikir mungkin masuk angin karena perubahan cuaca. Tapi rasa lemas dan tidak enak mampu membuat saya malas diajak jalan-jalan meskipun sekedar ke mall.Â
Bahkan suami bilang, "Mau dibeliin handphone baru tidak?" Saya tetap bergeming tak tertarik. Sebuah anomali untuk seorang MomAbel Hahaha
Setelah seminggu, saya merasa lebih segar. Tapi ada dua kali dalam seminggu tersebut, tiba-tiba saya sakit perut nyeri, kram, dan melilit sampai untuk jalan harus bungkuk.Â
Rasa melilit yang berbeda dengan sakit maag. Rasa sakit ini berlangsung agak lama dan kemudian hilang sendiri. Duh sepertinya pencernaan saya benar-benar bermasalah, begitu pikir saya.
Hari Jumat malam lalu (19/11), saya bilang ke suami jika Sabtu ingin ke dokter gigi dan Minggu mau ajak anak-anak jalan. Rencana sudah matang. Saya merasa sudah sehat dan biasa saja. Saya semangat untuk menikmati akhir pekan.
Tak dinyana pada Sabtu (20/11) subuh, tiba-tiba saya sakit perut. Nyeri sekali! Lokasi nyeri spesifik di sebelah kanan bawah. Mengingat sebelumnya pernah kram perut, saya curiga mungkinkah gejala appendiditis atau radang usus buntu.
Nyerinya lumayan sekali. Saya pun membatalkan rencana ke dokter gigi dan ganti ke internis. Rumah sakit sudah seperti pasar jika hari Sabtu. Apa boleh buat daripada sakit berlanjut, saya tetap periksa.
Setelah diperiksa dokter ternyata benar, dugaan mengarah ke appendisitis. Saya diminta tes darah dan urin. Hari itu juga dokter mengatakan kemungkinan appendisitis dan disarankan untuk USG hari Senin berikutnya.
Dokter memberi obat pereda nyeri, antibiotika, antimual, dan obat maag. Sepulang dari rumah sakit, saya minum obatnya. It works! Nyeri jauh berkurang meskipun jadi galau. Terbayang kalau benar appendisitis dan harus operasi. Hiks
Memang selain mual dan tidak enak badan, sebelumnya saya sering gelisah. Mungkin karena tak nyaman dengan kondisi nyeri perut.
Minggu subuh terulang lagi, sakit nyeri yang lumayan. Kali itu seluruh perut. Agak lama kemudian menghilang. Akhirnya saya banyak santai dan tiduran di hari Minggu.
Sebenarnya saya ingin tak mempedulikan sakit ini. Tapi hari Senin masih terasa sakit meskipun tak se-intens sebelumnya. Saya kembali ke rumah sakit untuk USG abdomen.
Saya menyetir mobil sendiri. Hmmm... di jalan perut seperti disuduk apalagi jika melewati polisi tidur. "Wah, alamat ini benar appendisitis..." batin saya galau.
Singkat cerita, hasil USG menunjukkan organ lain normal dan appendiks yang bermasalah. Tapi belum terjadi pembengkakan. Tetapi tetap mengarah appendisitis kronis.
Duh, mendengar penjelasan dokter saya tak mampu berpikir. Apalagi dirujuk untuk konsul ke dokter bedah. Saya pulang dulu siang itu, baru sore kembali untuk konsul ditemani suami.
Sorenya, dokter bedah memeriksa dan hasil tetap sama. Kali ini harus apppendicogram untuk lebih memastikan.
Untuk keperluan appendicogram, malam-malam saya harus minum larutan kontras (serbuk barium sulfat yang dilarutkan dengan air minum). Suami saya yang membantu membuatkan. Beuhhh... itu larutan rasanya kayak minum cat! Tolong... rasanya aneh.
Saya ingin mundur setelah mencicipnya. "Nggak usah saja appendicogramnya ya?" kata saya ke suami. Eh, dia bilang tetap harus minum. "Jalani saja sampai semua beres!" Hmmm... dalam hati, "Ngomong memang enak, " Hiks.
Paginya sewaktu bangun tidur, suami mengingatkan, "Puasa dulu. Nggak boleh BAB ya, nanti nggak kebaca!" Aduh, Gusti... ini perut biasa BAB pagi dan sudah mulas sekali! Rasanya BAB sudah di ujung, kok tidak boleh? Tolongggg....
Lagi-lagi saya nego, "Sudah nggak usah cek aja lah. Orang mau BAB kok nggak boleh. Gimana nahannya?" Ampun, ngomong memang enak ya. Tapi suami tetap bilang untuk coba dulu. Bayangkan, 15 menit saya harus "menghalau" BAB yang tak boleh keluar! Hiks
Hmmm... untung BAB bisa dikondisikan. Saya pun baru tahu appendicogram ini. Ternyata oh ternyata... harus minum larutan kontras, puasa, plus tidak boleh BAB.
Sayangnya, hasil appendicogram hari ini pun menunjukkan appendisitis kronis meskipun skala ringan. Saya disarankan untuk operasi pengambilan appendiks. Hiks...
Di tengah jalan pulang, saya terlibat obrolan dengan suami mengenai bagaimana selanjutnya. "Jadwalin minggu depannya lagi ya? Aku minggu ini ada audit dan banyak kerjaan, " Hmmm... memang ngomong itu enak! Enak banget langsung buat jadwal! Ini operasi loh, bukan jalan-jalan. Hiks
Ada masanya kita tidak bisa memilih dan harus bijak menentukan pilihan.
Suami saya tertawa. Dulu dia pernah harus operasi gigi dan saya seperti dia sekarang ini : ngatur-ngatur ini dan itu. Padahal suami takut banget! Hihihi... Mungkin sekarang ini "seperti rindu, dendam pun harus dibayar! " Hahaha
Tapi saya tetap bersyukur, dua hari ini suami mau "disandera" untuk mengurus anak-anak dan work from everywhere. Yes, hidup selalu punya kejutan sendiri. Tetap bersyukur dalam segala hal.Â
Salam sehat selalu...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H