Mohon tunggu...
MomAbel
MomAbel Mohon Tunggu... Apoteker - Mom of 2

Belajar menulis untuk berbagi... #wisatakeluarga ✉ ririn.lantang21@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menjadi Penengah Pertengkaran Anak

15 November 2021   20:00 Diperbarui: 15 November 2021   22:35 458
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak-anak berdamai (Foto: Dokumentasi pribadi MomAbel)

Suatu hari kami makan di rumah makan. Si sulung (10 tahun) dan si bungsu (4 tahun) masih terus ribut bertengkar. Hal ini membuat kegaduhan yang menarik orang untuk menoleh.

"Itu nggak bagus!" kata si Sulung meledek adiknya. Sebenarnya sebuah kesengajaan supaya adiknya marah.

"Bagus, Kakak...!!!" balas si Bungsu dengan nada sengit karena tidak terima. Pertengkaran seru pun dimulai. Teng.. teng...

Hmmm... bagi orangtua yang punya anak masih kecil-kecil pasti paham. Pertengkaran anak-anak adalah "makanan" sehari-hari. Dari pertengkaran kecil bisa bersambung dengan teriakan, pukul-pukulan, kejar-kejaran, diam-diaman, dan tangisan.

Biasanya usia, jenis kelamin, dan jarak usia antar saudara sangat memengaruhi "wujud" pertengkaran. Misalnya, pada anak-anak saya yang berbeda jenis kelamin dan jarak usianya cukup jauh (6 tahun) lebih berkurang sedikit "keseruan"nya.

Saya pernah melihat anak sepupu yang kembar dan sama-sama perempuan. Saat bertengkar mereka lebih banyak adu mulut yang panjang dan tidak selesai-selesai. Sedangkan jika sama-sama anak laki-laki, biasanya lebih ke fisik dari pukul-pukulan, tendang-tendangan dan seterusnya.

Nah, jika yang satu perempuan dan yang lain adalah laki-laki tentu saja kombinasi antara adu mulut dan pukul-pukulan (Hadehhh...). Tapi ini cuma perkiraan saja dari pengamatan saya. Yang pasti mau apapun bentuknya, yang namanya pertengkaran anak-anak selalu "seru" dan tak jarang membuat pening kepala orangtua.

Wajarkah anak-anak yang bertengkar?

Orangtua zaman dulu selalu menginginkan anak-anak diam, menurut, dan tak pernah bertengkar. Di zaman ibu atau almarhum mertua saya dan sebelumnya mungkin saja itu terwujud.

Kalau dari cerita ibu saya, dulu setiap kali makan selalu duduk tertib di meja makan. Tangan dilipat di meja dan harus sabar menunggu makanan datang. Tak ada yang berani bertanya, mengeluh, apalagi berisik.

Zaman itu anak-anak takut kepada orangtua, tak boleh membantah, dan waktu berkata kepada orangtua pun harus menunduk. Bisa dikatakan anak-anak tak pernah bertengkar dengan sesama saudaranya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun