Mohon tunggu...
MomAbel
MomAbel Mohon Tunggu... Apoteker - Mom of 2

Belajar menulis untuk berbagi... #wisatakeluarga ✉ ririn.lantang21@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Tak Bisa Merawat Orangtua, Bukan Berarti Tak Sayang

5 November 2021   16:13 Diperbarui: 8 November 2021   09:50 1594
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tak bisa merawat orangtua bukan berarti tak sayang (Foto : pixabat.com/truthseeker08)

Adalah baik jika seorang anak mampu merawat orangtuanya di masa senja. Terlebih ketika orangtua sudah tak berdaya, membutuhkan bantuan, dan sakit-sakitan.

Ada masa orangtua membutuhkan tak hanya sekadar uang kiriman, tapi perhatian dan perawatan langsung. Tentu saja tidak bisa dikatakan sebagai balas budi karena pasti kita tak sanggup membalas sebesar kasih sayangnya pada kita (apalagi untuk ibu yang menyayangi bahkan sejak dari kandungan).

Namun berdasar pengalaman saya, anak yang tidak bisa merawat orangtua bukan berarti tidak mau dan tidak sayang. Ada kondisi-kondisi tertentu yang membuat seorang anak tak bisa melakukannya.

Kondisi sakit berat

Ini adalah pengalaman orangtua saya. Bapak saya anak tunggal dan satu-satunya anak kandung. Karenanya ketika kakek saya tinggal sendiri dan sudah sepuh diajak tinggal bersama bapak dan ibu saya. Siapa lagi yang akan merawat jika bukan anak kandungnya?

Awalnya masih biasa dan tak ada masalah. Ibu saya (menantu) yang penderita diabetes masih bisa merawat. Kakek saya bolak-balik ke rumah orangtua saya dan rumahnya sendiri. Tak apa, biarlah sesuka hatinya.

Namun entah di tahun keberapa ibu saya tak bisa lagi merawat. Faktor kesehatan adalah alasannya. Ibu sudah berulangkali masuk rumah sakit untuk operasi gangren. Diabetes-nya sudah pada tahap komplikasi ke neuropati diabetes waktu itu.

Jangankan mengurus orangtua, untuk mengurus dirinya saja sudah kewalahan. Waktu si bungsu lahir sempat menunggui saya. Di rumah saya, untuk menarik risleting atau mengancingkan baju saja harus minta tolong ke suami atau saya loh.

Jadi, terbayang bagaimana merawat kakek dengan kondisi seperti itu. Belum lagi ibu sering kepikiran ini dan itu. Ketika kakek tinggal di rumah menjadi semacam tekanan dan semakin kecil hati karena tidak bisa merawat.

Dari situlah, kami anak-anaknya menghibur bahwa tak bisa merawat orangtua bukan berarti tak sayang. Jikalau tidak mampu karena sakit berat, apa harus dipaksakan?

Orangtua yang tidak mau

Banyak terjadi orangtua tak mau dirawat oleh anak dan ingin mandiri di rumah sendiri. Sementara anak sudah berkeluarga dan kerja di tempat atau kota lain.

Alasan klasik yang sering saya dengar adalah tidak mau merepotkan dan sungkan dengan menantu. Ini terjadi sama ibu saya, tak mau ikut kakak karena merasa sungkan. Bukan sungkan karena menantu tidak suka, tapi justru sungkan karena menantu yang terlalu baik.

Kondisi inilah bisa mungkin membuat beberapa orangtua memilih tinggal di rumah sendiri atau memilih tinggal di panti jompo. Kalau saya "sak kersane" atau senyamannya orangtua saja. Yang penting kita masih berkomunikasi.

Orangtua membutuhkan perhatian ekstra

Saat kakek di rumah orangtua saya, awalnya masih sehat dan biasa. Tetapi sejalan waktu, tiba-tiba terjadi kemunduran drastis. Kakek berubah menjadi seperti anak kecil. Malam-malam bilang mau kembali ke rumahnya. Pokoknya segala kemauan tak bisa ditahan. Entah mungkin pikun atau apa.

Malam-malam pintu ditutup sama bapak-ibu saya. Tapi tiba-tiba keluar melompat lewat jendela dan pergi. Dari cerita kakak saya yang kebetulan menginap, akhirnya dikejar dan ipar saya membawa mobil. Singkat cerita, malam itu juga diantar pulang ke rumahnya.

Dari cerita ini, ada hal yang harus dipahami bahwa mengurus orangtua yang sangat sepuh dan pikun itu tidak mudah. Orang boleh berkomentar apa saja, tapi bagi yang bersangkutan berat dan luar biasa.

Beruntung, akhirnya kakek dirawat sama cucu tirinya yang rumahnya persis di sebelah rumahnya dan memang dekat dengan kakek. Istri sepupu saya ini masih muda dan kuat. Jadi, sewaktu-waktu kakek kabur dan pergi bisa mengejar dan mencari.

Saya salut ditengah menjaga anak-anaknya masih bisa mengurus kakek yang pastinya sangat-sangat melelahkan. Bayangkan, tiba-tiba kakek pergi sendiri tanpa pamit.

Saya melihat ini sebuah keputusan baik karena tak mungkin ikut kami yang tinggal di kota. Jika kabur, akan susah setengah mati mencari. Dengan tinggal di kampung, jika kakek kabur dan lari akan mudah ditemukan. Semua orang kampung mengenalinya. Bahkan tetangga yang menemui akan langsung mengantar pulang.

Mengurus orangtua itu tidak mudah

Mengurus orangtua bukan perkara mudah. Terutama untuk orangtua yang benar-benar lanjut usia, sakit berat, dan atau pikun. Banyak yang harus dikorbankan, baik waktu, tenaga, uang, perhatian, mental, dan banyak hal ekstra lainnya.

Oleh karena itu, saya menghindari menilai orang lain mengenai hal ini. Masalah keluarga adalah hal yang kompleks. Cerita diatas hanya sebagian kecil saja dari kerumitan yang ada.

Seringkali masalah seperti ini menjadi pergunjingan tetangga. Katanya tidak mau mengurus orangtua, durhaka, dan tuduhan lain semisal jutek, galak, atau menyia-nyiakan orangtua.

Komentar-komentar tersebut sengaja atau tidak sengaja akan melukai. Tak seharusnya kita menghakimi jika tak tahu kondisi sebenarnya.

Saat mengurus orangtua yang lanjut usia, seseorang membutuhkan mental yang kuat. Bisa dikatakan kelelahan bukan hanya fisik tapi juga secara mental. Apalagi jika orangtua sudah susah diajak pergi, harus bolak-balik ke dokter, juga mengatasi semangat hidup orangtua yang naik-turun.

Bagi yang sudah mengalami pasti lebih memahami kondisi ini. Karenanya, daripada menggunjingkan lebih baik berikan dukungan kepada mereka yang berjuang merawat orangtuanya di masa senja.

Teriring semoga semua lansia hidupnya bahagia di masa tuanya. Dan untuk semua anak-anak yang merawat orangtua yang sakit dan lansia diberi kekuatan dan kesabaran.

Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun