Mohon tunggu...
MomAbel
MomAbel Mohon Tunggu... Apoteker - Mom of 2

Belajar menulis untuk berbagi... #wisatakeluarga ✉ ririn.lantang21@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Di Balik Jodoh

27 September 2021   09:32 Diperbarui: 27 September 2021   09:36 528
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika pertama kali bertemu dengan calon mertuanya, Heri terkejut dengan pertanyaan pertama mertuanya.

"Bukan PNS, kan? Nak Heri kerja dimana?" tanya calon mertuanya.

"Bukan, Bu. Saya di bekerja di perusahaan swasta, " jawab Heri sopan.

"Swasta biasa, kan? Bukan perusahaan negara kan?" tanya calon mertuanya lagi. Heri mulai bingung, mengapa tidak tanya langsung nama perusahaan saja.

"Iya, Bu. Perusahaan multinasional, " jawab Heri tenang. Calon mertuanya pun terlihat senang dan tenang dengan jawaban Heri.

Ketika Seika datang membawa teh hangat dan kue, mereka jadi lebih santai.  "Ibu, mau siram bunga dulu ya? Dimakan kuenya, sebentar lagi om juga pulang, " pamit calon mertua Heri.

Heri mengangguk sopan. Kini Heri duduk berdua dengan Seika untuk membicarakan pernikahan mereka sembari menunggu bapak Seika pulang.

***

"Akhirnya kamu menikah juga, Seika!" kata om Agus kepada Seika. Diusap-usap kepala keponakannya itu. Om Agus terlihat lega dan bahagia melihat Seika bersama Heri di pelaminan.

Heri sangat bahagia hari itu. Setelah melewati hari-hari yang memusingkan, kini dia bisa bernafas lega. Semua berjalan lancar.

Namun, ada rasa yang tak bisa digambarkan. Heri merasa semua keluarga Seika menganggap Heri seperti pangeran penyelamat. Padahal kalau dipikir Seika belum telat juga menikah. Umur 28 tahun menurut Heri tidak bisa dikatakan telat.

"Halo Heri, ini tante Nis... Jaga Seika baik-baik ya? Pokoknya rukun selalu..." katanya sembari menyalami dan memeluk Heri.

"Iya, tante... " sahut Heri.

"Santai saja, Kak Marty memang cerewet tapi dia penyayang kok. Apalagi dengan mantu seperti kamu. Dari dulu kak Marty cuma ingin menantu yang bukan PNS, " sambung tante Nis. Heri makin bertanya-tanya, ada apa dengan PNS? Sepertinya penting banget.

"Ya sudah, tante langsung pulang ya? semoga cepat diberi momongan, " kata tante Nis cepat-cepat membuat Heri tak sempat bertanya lagi.

Seika sudah kembali dari toilet. Sedari tadi dia menahan buang air kecil. Mukanya berseri-seri membuat Heri terkagum-kagum dengan kecantikannya hari ini.

Heri menarik nafas panjang. Dilupakannya masalah PNS. Seika mengajaknya makan. Katanya dia sudah lapar. Mereka pun asyik-masyuk menikmati makan siang pertama sebagai suami istri.

***

"Kopinya, Pak?" kata bi Marni kepada Heri. Pagi itu Heri sendirian di teras belakang rumah. Seika ada tugas audit dengan klien ke lapangan. Minggu siang baru kembali.

"Terimakasih, Bi" sahut Heri sopan.

Bi Marni adalah pembantu rumah tangga yang sudah lama bekerja dengan ibu Seika. Setah menikah, bi Marni memilih ikut dengan Seika saja. Ada kakak bi Marni yang menggantikan disana.

"Non Seika sekarang sudah bahagia ya, Pak? Sejak menikah tak pernah lagi marah-marah sama Ibu. Dulu sering berantem kayak kucing dan anjing!" kata bi Marni.

"Ah masa, Bi? " sahut Heri.

"Iya, Pak. Dulu berantem ya masalah itu-itu saja sih. Nggak pernah kalau yang lain, " timpa bi Marni.

"Masalah apa emangnya, Bi? Tidak boleh pulang malam?" tanya Heri. Dia menjadi penasaran.

"Bukan, Pak. Ah nggak, Pak.. Bibi nggak mau bilang, " Bi Marni mulai membalikkan badan untuk pergi. Heri secepat kilat berkata, "Eh, tunggu dulu Bi... "

Heri menjadi penasaran. "Bi, jangan gitu dong... kasih tahu lah!" pinta Heri yang membuat Bi Marni berpikir sejenak.

"Ah itu cuma karena Ibu selalu cerewet sama non Seika. Kalau punya pacar jangan yang PNS. Itu saja kok, Mas!" jawab Bi Marni.

Heri tampak bingung. "Emang kenapa sih, Bi? " tanya Heri. Bi Marni hanya mengangkat pundaknya. Heri semakin diburu rasa penasaran. Ada apa dengan PNS?

***

Heri menyetir mobil untuk menjemput istrinya. Saat mobil melaju, lantunan musik jazz menemaninya. Namun, lagu itu seakan tak pernah masuk ke telinga Heri. Kata "PNS" senantiasa menggelayut kuat dalam pikirannya.

"Aneh juga. Disaat semua orang mendamba untuk menjadi PNS atau bersuami atau beristrikan PNS, mengapa justru keluarga Seika menghindarinya?" tanya Heri dalam hati.

Heri yang hanya mengenal Seika selama enam bulan menjadi galau. Apakah ada yang ditutupi oleh istri dan keluarganya? Atau ada peristiwa apa hingga ibu mertuanya sangat "alergi" dengan PNS? Heri kewalahan dengan sederet pertanyaan yang terus menyerusuk ke pikirannya.

"Drrttt... drtttt...." suara gawai mengagetkan Heri.

"Halo, sayang... Aku sudah sampai. Jemput di gerai kopi saja ya?" terdengar suara manja Seika.

"Oke. Sedikit lagi sampai, " sahut Heri.

Setelah ditutupnya telepon, lamunan Heri melanglang kesana-kemarin. "Haruskah kutanyakan pada Seika? batin Heri meronta.

Lima belas menit kemudian, mobil Heri sudah sampai di depan gerai Kopi. Seika segera menuju mobil berwarna putih itu. "Untung, Beib... tadi nggak delay!" kata Seika setelah duduk di mobil. Heri tersenyum.

Tetiba gawai Seika berbunyi. Seika memasang speaker. Ibunya langsung nyerocos.

"Besok siang ada kondangan. Itu Deni, mantanmu yang PNS itu menikah. Ibu tak enak kalau tak datang. Istrinya ternyata anak om Hary, sepupu dua kali Ibu juga. Kamu harus ikut!" kata Ibu Seika tanpa koma membuat Seika gugup. Buru-buru dia mematikan speaker gawainya. Heri sempat melotot tak percaya.

"Oh, jadi begitu... sepertinya Deni ini cukup diperhitungkan, " batin Heri dengan hati yang terbakar rasa cemburu. Heri berprasangka bisa jadi Seika masih ada rasa dengan Deni. Putus hanya karena tak mendapat restu. Seketika tensi Heri naik.

Seika masih menjawab telpon ibunya. Rasa gelisah menyelimuti gerak-geriknya. "Ibu... kenapa tak jua berubah? Masih ngomelin Seika terus padahal Seika sudah menikah, "

Kini Seika bersandar pada kursi mobil dengan menutup kedua matanya. Dia merasa tak sanggup menatap Heri.

"Seika, jadi ternyata kamu pilih aku hanya karena aku bukan PNS? Menyedihkan sekali nasibku! Kupikir kamu sayang dan tulus sama aku, Ka... " ucap Heri dengan seribu kekecewaan.

Seika masih memejamkan matanya. Ada bulir air mata menggenang di pelupuk matanya. Seika tak berdaya kenapa harus masalah PNS terus yang merundungnya. Seolah tak ada habisnya.

"Nanti aku akan jelaskan bersama Bapak, Beib... " sahut Seika.

--- bersambung ---

* PNS : Pegawai Negeri Sipil

* Artikel ditulis untuk Kompasiana. Dilarang menyalin/menjiplak/menerbitkan ulang untuk tujuan komersial tanpa ijin penulis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun