"Drrttt... drtttt...." suara gawai mengagetkan Heri.
"Halo, sayang... Aku sudah sampai. Jemput di gerai kopi saja ya?" terdengar suara manja Seika.
"Oke. Sedikit lagi sampai, " sahut Heri.
Setelah ditutupnya telepon, lamunan Heri melanglang kesana-kemarin. "Haruskah kutanyakan pada Seika? batin Heri meronta.
Lima belas menit kemudian, mobil Heri sudah sampai di depan gerai Kopi. Seika segera menuju mobil berwarna putih itu. "Untung, Beib... tadi nggak delay!" kata Seika setelah duduk di mobil. Heri tersenyum.
Tetiba gawai Seika berbunyi. Seika memasang speaker. Ibunya langsung nyerocos.
"Besok siang ada kondangan. Itu Deni, mantanmu yang PNS itu menikah. Ibu tak enak kalau tak datang. Istrinya ternyata anak om Hary, sepupu dua kali Ibu juga. Kamu harus ikut!" kata Ibu Seika tanpa koma membuat Seika gugup. Buru-buru dia mematikan speaker gawainya. Heri sempat melotot tak percaya.
"Oh, jadi begitu... sepertinya Deni ini cukup diperhitungkan, " batin Heri dengan hati yang terbakar rasa cemburu. Heri berprasangka bisa jadi Seika masih ada rasa dengan Deni. Putus hanya karena tak mendapat restu. Seketika tensi Heri naik.
Seika masih menjawab telpon ibunya. Rasa gelisah menyelimuti gerak-geriknya. "Ibu... kenapa tak jua berubah? Masih ngomelin Seika terus padahal Seika sudah menikah, "
Kini Seika bersandar pada kursi mobil dengan menutup kedua matanya. Dia merasa tak sanggup menatap Heri.
"Seika, jadi ternyata kamu pilih aku hanya karena aku bukan PNS? Menyedihkan sekali nasibku! Kupikir kamu sayang dan tulus sama aku, Ka... " ucap Heri dengan seribu kekecewaan.