Jika rajin membaca artikel perencanaan keuangan, tentu istilah "dana darurat" tidak asing lagi. Dana darurat merupakan salah satu indikator keuangan keluarga yang sehat.
Sesuai namanya, dana darurat adalah dana yang dipersiapkan untuk menghadapi situasi yang darurat, artinya terjadi secara mendadak tanpa diduga.
Pertama kali saya mengenal istilah ini dari twitter perencana keuangan Ligwina Hananto. Dari linimasanya beberapa tahun lalu, mba Wina sering sekali menyebut dana darurat. Kok sepertinya penting sekali, pikir saya. Dari situ saya penasaran dan akhirnya belajar.
Seberapa penting dana darurat?
Dana darurat tidak terbatas untuk orang yang sudah berumah tangga. Untuk kaum lajang pun sebenarnya sudah sebaiknya memikirkan alokasi dana ini.
Di sini saya akan lebih memfokuskan dana darurat untuk keluarga. Hal ini mengingat kebutuhan dalam rumah tangga banyak variabel, apalagi jika sudah punya anak.
Mengapa dana darurat ini penting untuk dipikirkan? Sebenarnya lebih pada supaya terjaganya kondisi rumah tangga. Tak dapat dipungkiri bahwa keuangan adalah pondasi sebuah rumah tangga. Jika pondasinya ringkih, apa jadinya?
Selain itu, dalam rumah tangga banyak hal tak terduga bisa terjadi yang bisa membutuhkan sokongan finansial. Situasi darurat untuk keluarga bisa bermacam-macam, misalnya kehilangan pekerjaan, kematian, dan atau musibah lain.
Musibah tersebut menyebabkan terhentinya pemasukan dalam rumah tangga ataupun musibah yang membutuhkan biaya yang besar. Contohnya, anggota keluarga besar yang sakit berat, acara adat, dan lain-lain.
Tak menutup kemungkinan dengan adanya pandemi covid-19 yang sudah berjalan hampir dua tahun ini juga membuat orang "melek" akan pentingnya dana darurat.
Di masa pandemi ini ada beberapa perusahaan yang memotong gaji atau PHK karyawan. Untuk yang punya usaha pun tak luput dari imbas. Sektor pariwisata dan transportasi umum yang sangat jelas terlihat.
Dulunya, saya pun agak meragukan pentingnya dana darurat. Sempat berpikir hal itu lebay dan mengada-ngada! Hehehe
Besaran dana darurat untuk keluarga
Setelah tahu pentingnya dana darurat, kita akan mulai bertanya berapa besarannya. Mengenai ini, ada beberapa pendapat.
Menurut perencana keuangan Prita Ghozie dalam bukunya Make It Happen, besaran dana darurat adalah 3 kali jumlah pengeluaran rutin bulanan. Namun lebih disarankan untuk menargetkan sebesar 12 kali jumlah pengeluaran rutin bulanan.
Beda keluarga tentu beda besaran dana darurat. Menurut saya, yang terpenting adalah berusaha menyisihkan dana untuk keperluan ini dan berkomitmen tak memakainya untuk kebutuhan lain.
Sesuai dengan tujuannya, maka dana darurat sebaiknya tidak berupa aset dengan likuiditas rendah. Sebisa mungkin yang mudah untuk ditarik kapan saja. Paling mudah berupa tabungan tunai, deposito, saham, reksadana, dan atau logam mulia.
Bagi saya, logam mulia mendekati ideal. Selain nilainya relatif lebih stabil juga mudah dicairkan dengan dijual langsung atau dibawa ke pegadaian.
Menilai kemanfaatan dana darurat
Kalau kita mengulik tetek-bengek terkait perencanaan keuangan keluarga, tujuan sebenarnya adalah kebahagiaan hidup. Bagaimana bisa hidup tenang dan bahagia karena semua sudah teratur dan terencana.
Saya mengumpulkan dana darurat bahkan sejak di awal pernikahan. Pada akhirnya terbukti bahwa alokasi dana darurat itu bermanfaat sekali. Waktu itu didorong oleh adanya kebutuhan yang membutuhkan biaya yang sangat besar yang sudah bisa diprediksi. Hanya tidak tahu kapan.
Dengan memiliki dana darutat, saya lebih tenang menghadapi. Bahkan suami saya terkaget-kaget bahwa saya punya sejumlah dana darurat dengan nilai tertentu. Ada manfaat yang saya dapat, selain bisa menutup kebutuhan tersebut.
Pertama, saya tetap bisa membahagiakan anak-anak. Artinya, ketika terjadi kedaruratan yang membutuhkan biaya sangat besar, hal ini tidak berimbas pada anak-anak.
Anak-anak tetap bahagia. Kami masih bisa makan enak, memenuhi kebutuhan anak dengan layak, dan bahkan masih mengajak anak jalan-jalan dan liburan. Bayangkan jika saya tidak punya dana darurat, mungkin kami terpaksa puasa?
Kedua, dengan punya dana darurat saya tak perlu berhutang atau terjerat utang. Yang namanya kebutuhan mendadak, jika tak terpenuhi akan memaksa kita meminjam atau merepotkan orang lain. Ini yang sangat saya hindari. Puji Tuhan, dengan dana darurat saya tak perlu berhutang.
Ketiga, saya lebih tenang dan santai. Ketika suami panik dan pusing, saya tetap tenang karena saya punya dana darurat ini. Hal yang menyedihkan jika berduka kehilangan orang yang dicintai tapi juga berduka karena tidak punya uang untuk acara adat.
Tenang disini bukan berarti dana darurat yang saya punya sudah semacam uang "nganggur" dan tidak berseri kayak konglomerat. Bukan. Tapi setidaknya dengan dana darurat jika pun saya kesusahan, saya tidak susah-susah amat.
Keempat, dana darurat meminimalkan pertengkaran dalam rumah tangga. Kondisi darurat dan membutuhkan banyak dana tak jarang memicu pertengkaran. Masing-masing saling menyalahkan. Istri atau suami saling menuduh siapa yang boros. Kalau sudah begitu, bisa berjilid-jilid berantemnya!Â
Pelajaran penting dari dana darurat
Tak perlu terlihat kaya
Dari dana darurat, saya belajar bahwa keuangan keluarga yang sehat itu lebih penting dibanding gengsi untuk terlihat kaya. Belum tentu orang yang terlihat kaya, keuangan keluarganya sehat.
Orang yang banyak bicara dengan omongan terlalu tinggi juga tak menjamin ketika terjadi kedaruratan masih bisa tegak berdiri dan "meninggi". Jadi, santai saja!
Kerjakan bagian kita, selebihnya Tuhan yang menyempurnakan
Dari dana darurat ini, saya juga belajar bahwa sebagai ibu rumah tangga perlu berhikmat. Motivasi merencanakan keuangan, termasuk dana darurat, bukanlah karena didorong oleh rasa kuatir dan ketakutan akan masa depan.
Hidup kita sudah ada yang memelihara. Tapi bukan berarti kita tidak berhikmat dan berusaha. Inilah yang membuat saya santai dan tidak ngoyo, apalagi terintimidasi dengan masa depan dan hal yang belum terjadi.Â
Do our best and let God do the rest!
Sekian. Semoga bermanfaat.
***
Referensi :Â
Prita Hapsari Ghozie, 2013. Make It Happen. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Cetakan kelima, Mei 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H