Baiklah. Mungkin kamu ingin tahu mengapa aku ragu dan takut untuk punya anak. Pertama, karena aku takut melahirkan. Setelah aku renungkan, ternyata ketakutan ini berawal dari pengalaman traumatis masa kecil.
Dulu waktu aku masih di bangku SD, tetangga depan rumah sedang hamil. Aku membayangkan nantinya bayi yang dikandung akan lahir lucu seperti dalam foto-foto bayi. Lucu dan menggemaskan.
Nah, sewaktu tetangga ini lahiran di rumah, aku penasaran. Karenanya, aku pergi ke rumahnya dan melihat bayi yang baru saja lahir. Ya, benar-benar baru brojol dari rahim sang ibu.
Aku kaget ternyata bayi baru lahir berwarna merah dan mungil sekali. Aku kasihan. Bahkan kepalanya kecil seperti wayang golek. Ya, wayang golek yang dimainkan dalang sebagai selingan pertunjukan wayang kulit.
Aku takut wayang golek. Bagiku wayang golek adalah tontonan seram waktu itu. Kepala wayang golek menggeleng-geleng. Entah apa alasannya aku takut.
Belum lagi mendengar percakapan orang dewasa waktu itu. Sang suami harus mencuci kain-kain bekas yang dipakai untuk lahiran. Dan itu bekas darah. Hiii... pikiran kecilku langsung terbayang melahirkan itu berdarah-darah.
Kemungkinan berangkat dari sini, aku takut sekali melahirkan. Mengapa perempuan harus melahirkan? Sebuah pertanyaan liar menggaung dalam pikiranku.
Setelah aku dewasa dan bekerja, rupanya cerita melahirkan makin horor. Banyak ibu-ibu di kantor kalau bercerita tentang melahirkan seram dan menegangkan. Duh.
Aku menyerah dengan hebohnya ibu-ibu dengan cerita-cerita proses melahirkan. Bukaan satu, bukaan dua, diinduksi, sungsang, terlilit tali pusat, plasenta previa, dan masih banyak lagi. Herannya mereka bilang kapok, tapi kok ya tetap hamil lagi. Hahaha...
Itu adalah alasan pertama. Alasan kedua adalah aku tidak percaya diri menjadi ibu. Aku orang yang cuek, bukan lemah lembut dan keibuan. Memegang bayi saja tidak berani, bagaimana mau punya anak?
Memang ada jasa pengasuh bayi, tapi bukankah itu hanya sebuah delegasi. Tanggung jawab tetap pada kita orangtuanya?