"I love you, Mommy!" celotehnya riang. Bertubi-tubi aku mendapat ciuman si putra bungsu di pipiku. Aku tentu bahagia seperti namaku : Falisha.
Masih terlukis indah juga kenangan bersama kakaknya sewaktu umurnya sama dengannya. Waktu itu kuantar ke sekolah. Dia tiba-tiba dia ingin diantar sampai kelas. Begitu sampai kelas, dia mengatakan ingin buang air kecil dulu.
Aku pun mengantar ke toilet. "Nanti mama pulang dulu. Kalau sudah selesai, mama jemput lagi, " kataku.
" Okeeey..." jawabnya ragu. "But, I'm gonna miss you, Mommy... Huaaa..." lanjutnya dibarengi tangis mengiba. Air matanya menganak sungai membuatku tak tega meninggalkannya. Ternyata dia sengaja berlama-lama karena tak ingin berpisah dariku.
Aku ikut sedih. Tapi juga bahagia karena aku dirindukan olehnya. Ya, oleh putri kecilku yang sudah mengubah hari-hariku.
Hmmm.. mengingatnya terkadang membuatku tak habis pikir. Betapa hidup ini penuh keajaiban. Sesuatu yang indah, yang tak pernah terpikirkan dan terbayangkan!
Ya, aku adalah perempuan biasa yang punya dua anak. Orang mengatakan sudah lengkap karena punya "sepasang", perempuan dan laki-laki. Tentu ini membuat aku bersyukur.
Namun tahukah bahwa semasa muda pernah terlintas dalam pikiranku untuk tidak ingin punya anak. Bahkan pernah terlintas juga untuk tidak menikah!
Jika mengingatnya, aku merasa betapa konyolnya masa mudaku. Darah muda yang menginginkan kebebasan tanpa kekangan. Kutertawakan masa laluku. Sungguh betapa dangkalnya pikiranku.
Hari-hari yang kulalui dalam hidup ini banyak mengajarkanku. Bahwasanya di bawah kolong langit ini ada kuasa besar yang tak bisa kita ingkari. Sesuatu yang punya otoritas penuh atas nafas hidup manusia. Dialah pemberi nafas pada nyawa kita.
Hidup menuntunku pada sebuah kesadaran bahwa ada pengalaman traumatis dalam diriku. Sebuah ketakutan bawah sadar yang begitu besar.