Teori perkembangan psikoseksual diperkenalkan oleh Sigmund Freud. Menurut Freud, setiap individu akan melewati fase-fase perkembangan psikoseksual sejak kecil. Fase-fase ini akan mempengaruhi karakter atau kepribadiannya saat dewasa nanti.
Nah, mengacu pada teori perkembangan psikoseksual, anak balita usia 3-6 tahun sedang berada pada fase phallic. Di usia mulai 3 tahun, anak sudah mulai mengenal identitas kelaminnya.
Seperti si Bungsu di umur 3 tahun, dia sudah mampu mengenali bahwa dirinya "boy". Setelah itu dia mampu membedakan antara "boy" dan "girl". Ini sejalan juga dengan sekolahnya.
Setelah tahu identitasnya, si Bungsu mulai mencari perbedaan antara keduanya. Dia mulai bertanya, "Mom, is this earing?" sambil memegang anting saya. Dia mulai tahu hal-hal kecil, misalnya mama dan kakak memakai anting sedangkan dia dan papanya tidak.
Lalu berlanjut dengan eksplorasi lain, salah satunya senang memegang alat kelaminnya. Jadi, ini merupakan hal yang normal dan tak perlu disikapi berlebihan.
Apalagi anak sekarang yang lebih kritis dan mampu menganalisa setiap peristiwa. Suatu hari si Bungsu mandi bersama papanya. Begitu selesai, dia menghambur ke saya.
"Mommy, punya adik small but punya papa is big!" katanya sambil menunjukkan alat kelaminnya. Saya pun tertawa. Memang di sekolah sedang belajar konsep "big and small". Aduh, tepuk jidat bener kalau begini.
Yang Harus Dilakukan Jika Balita Memainkan Alat Kelaminnya
Setelah mengetahui bahwa balita (terutama laki-laki) yang senang memainkan alat kelaminnya adalah normal, bukan berarti orangtua membiarkan saja.
Dari banyak artikel yang saya baca, sebaiknya perilaku ini kita cegah.
Tujuannya supaya anak mengerti bahwa itu bisa melukai atau menyebabkan infeksi jika tangan kotor. Selain itu, supaya tidak menjadi kebiasaan. Bisa jadi dengan perilaku ini, balita mendapat sensasi menyenangkan. Jika perilaku ini menjadi kebiasaan, tak ayal lagi bisa mempengaruhi tumbuh-kembang dan karakternya.