Kurang-lebih 1,5 tahun saya berjibaku dengan segala drama pandemi. Tentu saya tak selalu prima dan kuat. Lelah fisik pasti, bosan dan jenuh, lelah mental selalu ada. Ibarat pepatah populer; "life has its up and down." Bisa jadi inilah kondisi "down" di titik terendah bagi ibu rumah tangga.
Saya sering merasa seperti dikurung di dalam rumah. Hilang sudah kebebasan. Yang ada harus menemani sekolah anak, lelah dengan urusan wifi, anak tantrum, dan segala tetek bengek urusan rumah. Kapan bahagianya? Hehehe
Namun, kehidupan selalu memberikan pilihan. Selalu ada cara untuk "menari dalam hujan" yang lebat sekalipun. Saya berusaha untuk mencari celah bagaimana supaya tetap bangkit, semangat, dan bersyukur dalam setiap keadaan ini.
Suatu kali saya menyimak ig live "Cerdas Mengasuh Anak Tanpa Burnout" dari psikolog Anastasia Satriyo dan dokter Rosallina Lili, SpKJ. Dari ig live yang sebenarnya bincang santai ini, saya rangkum dan olah menjadi artikel ini.
Menurut saya sangat menarik ketika psikolog berbincang dengan psikiater, di mana dalam ig live ini psikiater justru bercerita tentang status sebagai ibu rumah tangga. Artikel ini tentu saya tulis berdasar apa yang saya alami dan saya pahami dalam keseharian.
Inilah beberapa cara untuk ibu rumah tangga terhindar dari burnout:
1. Pentingnya Merawat Diri
Ibu rumah tangga sering digambarkan dengan perempuan berdaster. Tak masalah juga, yang penting bersih dan merawat diri. Jangan sampai karena banyaknya pekerjaan dan stres mengurus anak membuat tidak lagi merawat diri. Istilah ibu saya "nglemprot" yang berarti berantakan, tidak menarik, dan awut-awutan.
Ibu rumah tangga tetap harus merawat diri atau bahasa kerennya "self care". Self care ini tidak terbatas pada penampilan fisik, tapi juga merawat diri sebagai pribadi yang otentik secara mental, emosional, dan sosial.
Untuk merawat diri secara fisik, tentu semua sudah tahu pentingnya merawat penampilan. Saya memang tak terlalu suka bersolek, namun di rumah saya selalu berusaha untuk bersih dan rapi. Memilih baju yang disuka, tetap pakai lipstik, pelembab wajah, dan berdandan minimalis. Hal ini lumayan memberi mood baik untuk tetap semangat untuk mencintai diri.
Bagaimana merawat diri secara mental dan emosional? Nah, kalau ini tergantung masing-masing orang. Namun, prinsipnya bahwa kita perlu bahagia supaya tidak lelah secara mental dan sosial.
Menulis di Kompasiana adalah salah satu cara saya merawat diri. Dengan menulis, saya merasa lebih bahagia. Apalagi bertemu kompasianer lain yang saling menyapa.