Aku merasa Risa membuka hati padaku. Namun, kulihat dia mulai ragu dan mulai merapatkan pintu.
Malam ini kubaringkan tubuh dalam lamunan sendu. Aku ingin tetap memupuk asa untuk cintaku pada Risa. Pemilik senyum manis itu sudah mengobrak-abrik hatiku. Tak pernah aku merindu pada perempuan. Ini sungguh gila!
Kini hatiku penuh dengan kecamuk. Resah dan gelisah yang tak jelas. Ternyata aku dan Risa berbeda. Risa tak mungkin menerimaku. Dia sepertinya perempuan penuh logika.Â
"Sudah jalani saja..." kata bang Roy padaku. Aku masih membisu.
"Gung, di dunia ini tak ada kisah yang sama. Apalagi dalam hal cinta. Semua tergantung bagaimana kamu memulainya, juga mengakhirinya, " lanjut bang Roy.
Kudengarkan nasihat bang Roy, seniorku itu. Aku tak menyahuti nasihatnya. Dia kemudian menepuk pundakku.
Sore ini aku ingin ketemu Risa. Sudah seminggu tak kulihat senyum menawan itu. Rindu menyiksa pikiranku.
Sampai di asramanya, ternyata dia ingin keluar membeli makan malam meskipun masih sore.
"Ya udah... kita makan bareng aja yuk!" ajakku padanya. Risa mengangguk.
"Kamu capek ya, Ris?" tanyaku. Sepanjang jalan Risa hanya diam. Biasanya selalu ada bahan omongan.
"Nggak juga... hari ini santai. Aku malah tidur siang lama tadi, " jawabnya.