"Na, kamu dulu punya pacar kan? Yang dulu anter malam-malam naik becak itu?" tanyanya.
"Oh, itu... Wes suwe, Mas! Nggak diputus, tapi ditinggalin gitu aja. Ya wes lah, beda agama juga! " sahutku.
"Dia romantis kan? Ganteng itu, Na... Sebenarnya cocok banget loh, " katanya.
"Iyaa... tapi masa lalu. Sudah, jangan diungkit! Sekarang saatnya cari yang baru. Kenalin temanmu, Mas. Buat pendamping wisuda... aku sudah penelitian ini, " kataku.
"Nggak ada. Temanku nggak ada yang masuk kriteriamu. Jarang yang mau sama anak Farmasi. Praktikum terus! Terlalu serius! Makan hati... Hahaha" ledeknya puas.
"Hmmm... memang cewe jurusanku susah laku! Jurusan banyak cewe paling sama anak teknik. Eh, ngomong-ngomong Mas nggak pingin lulus? Santai banget eh... Tuh, mba Tami sudah kerja di Kompas, " tanyaku.
"Iya, hebat memang Tami langsung diterima di Kompas. Aku santai saja, Belanda masih jauh... Hahaha... " jawabnya. Mas Cerpen sepertinya kandidat MA (Mahasiswa Abadi).
Benar kan, Mas Cerpen memang aneh. Dia 3 tingkat diatasku. Harusnya dia sudah lulus. Dulu pernah kuliah setahun di PTN kota sebelah, kemudian pindah sekampus denganku.
Anehnya lagi, sebelumnya dia ambil jurusan matematika. Sekarang malah jurusan hubungan internasional. Tapi sehari-hari nulis cerpen!
Hari berlalu, bulan berganti, tahun berubah. Aku terlalu sibuk dengan urusan skripsiku. Aku absen membaca cerpen-cerpennya.
Menjelang wisuda, aku berkemas dan pindah kost. Tak sempat aku berpamitan dengannya. Orang yang selalu memanggilku Nana, padahal namaku Karina.