Duh, benar-benar aneh. Bayangin Mas Cerpen ini berambut gondrong dan membaca buku yang lebih tebal dari Farmakope Indonesia! Entah buku apa. Jam 6.00 pagi sudah nongkrong. Aneh kan?
Tapi sudahlah, mungkin seperti itu seorang "sastrawan". Kalau aku hanya penggemar sastra yang salah jurusan di eksak. Hahaha...
Suatu hari aku mengembalikan cerpennya. Aku sedikit kesal dengan ceritanya.
"Mas, ini setting tempat kok mirip kamarku? Ada gorden merah jambu? " kataku sedikit ketus. Aku tersinggung sudah dijadikan objek cerita dari cerpennya.
"Ide saja. Boleh dong? " sahutnya ringan.
"Iya, tapi tokoh perempuannya binal! Sudah gitu pakai acara dipan berderit. Mesum ah..." bantahku keras.
"Ya sudah, aku buat lagi deh!" jawabnya sabar.
Mas Cerpen memang selalu begitu. Dia tidak cakep tapi asyik untuk diajak ngobrol. Bercakap dengannya selalu menyenangkan.
"Mas, sudah baca novel terbaru Ayu Utami belum? Bagus loh!" tanyaku.
"Aku lagi nggak baca novel sastra dulu. Itu akan mempengaruhi karyaku, " jawabnya. Aku pun cuma bisa mengatakan, "Ohhh...."
Pokoknya susah mengerti jalan pikirannya Mas Cerpen. Tapi herannya cerpennya selalu bagus. Aku tahu dia perlu memvalidasi karyanya bisa diterima oleh pembaca awam.