"Umur berapa Zanetta, Tante?" tanyaku hati-hati.
"Dia baru kelas 2 SMA. Sebelumnya dia bahagia sekali dengan pacarnya. Pacarnya ini baiikkkk banget... Dia bayar sekolah Zanetta, dibelikan apartemen Blue Park, sering juga kasih kejutan..."
"Pokoknya perhatian sekali sama Zanetta. Dua tahun Zanetta merasa nyaman dan bahagia. Sayangnya, tiga hari sebelum Zanetta meninggal, dia berterus-terang..." Ucapan ibu itu berhenti. Beliau memandang ke atas seolah ingin menahan air mata yang berusaha keluar.
"Sabar, Tante..." ucapku untuk menenangkannya. Beliau tersenyum getir.
"Pacarnya berterus terang jika selama ini dia sudah punya anak dan istri. Dia ingin kembali ke istrinya. Zanetta sedih. Dia kecewa berat! Zanetta sangat mencintai pacarnya," lanjutnya.
Sekuat tenaga aku menahan untuk tidak bicara meski rasa penasaran menggelora. Ibu itu makin terlihat sedih. Aku tak tahu harus apa.
"Sabar ya, Tante... " ucapku lagi. Beliau berusaha tersenyum.Â
Matahari mulai meninggi. Aku beranjak berdiri diikutinya. Kami berjalan bersama menuju tempat parkir
"Kuat ya, Tante! Sampai ketemu lagi!" pamitku di ujung jalan.
Kini aku sudah di dalam "marmut", mobil kesayanganku. Kuarahkan laju mobilku langsung ke rumah.
Melewati deretan apartemen Blue Park, ingatanku kembali ke Zanetta dan ibunya. Betapa polos atau mungkin naifnya mereka. Semua orang tahu apartemen Blue Park adalah apartemen mewah dan mahal.