Kompleks terasa sepi namun syahdu. Deretan tanaman hias menyegarkan mata. Taman di sini benar-benar terawat.
Kami langsung masuk ke kamar yang persis berhadapan dengan kolam renang. Anak-anak sudah tak sabar ingin berenang. Namun, kami tahan karena memang masih panas terik.
Kami berempat rebahan di ranjang kamar. Kamar di sini sederhana namun bersih dengan sirkulasi udara yang baik.
Di restoran ini, kami disapa oleh pemiliknya yaitu bu Hester Basuki. Beliau menyapa seperti layaknya keluarga. Baru setelah itu kami jalan-jalan mengelilingi kompleks berempat.
Ada kebun sayur, taman, sawah, hingga sungai. Sesuai namanya, tempat ini berada di pinggir sungai Cinangneng.
Suasana kampung sangat terasa dan tidak membuat kami bosan untuk bolak-balik ke sawah melewati jembatan "Pulang ke Kampungku".Â
Melihat sungai saja, saya sudah bahagia. Di pagi hari, beberapa ibu-ibu dari kampung sebelah terlihat sedang mencuci baju di sungai.
Kebetulan juga padi sedang menguning dan siap dipanen. Karenanya, kami bisa melihat panen padi secara tradisional. Bagi suami, melihat sawah, padi menguning, dan panen itu seperti kembali ke kampung di Sulawesi.
Sedangkan anak-anak malah mengatakan, "Kok baunya kayak di rumah Mami (ibu saya)?" hehehe Iya, bau khas peliharaan mengingatkan suasana di rumah orangtua saya di kampung yang memang memelihara sapi.