Dari pengalaman, saya membutuhkan waktu setahun untuk bisa move on. Setelah kejadian itu, saya benar-benar menutup hati dan tidak tertarik untuk menjalin hubungan baru. Bodohnya, saya menunggu kejelasan hubungan si dia!
Berhubung tak kunjung datang dan semakin hilang, saya pun menganggap kami sudah putus. Suatu ketika saya melihat si dia dengan yang lain, saya mengangkat kepala.Â
Saya ingin menunjukkan bahwa dia ternyata tak lebih dari seorang pengecut. Saya bangga dengan diri saya yang setia dan bukan lelaki pengecut seperti dia.
3. Yakinlah dia bukan orang yang tepat
Ketika si dia menghilang, seseorang tentu berusaha untuk mencari dan menemuinya. Namun, jika semua komunikasi ditutup, rasanya cukup sudah. Berarti si dia tak layak untuk diperjuangkan.
Memang sangat menyakitkan ketika si dia tak bisa ditelepon, selalu menghindar ketika berpapasan, atau mengatakan alasan putus yang tidak sebenarnya ke pihak lain. Seolah kita harus mengemis cinta pada si dia.
Seiring dengan waktu, pasti kita bisa menilai bahwa si dia bukan orang yang tepat. Mana ada orang yang dewasa dalam pemikiran menghilang begitu saja? Sepahit apapun, seseorang harus berani menghadapi, memutuskan hubungan secara baik-baik, dan bukannya lari dan lenyap seperti hantu.
4. Tetap berpengharapan
Rasa kesal ketika kekasih menghilang itu semakin memuncak untuk seseorang yang sudah pada tahap tunangan, pacaran bertahun-tahun, apalagi ditambah umur yang tak lagi muda.
Kenalan saya, sebut saja Tini, ditinggal tunangannya. Padahal sudah pacaran bertahun-tahun, keluarga sudah saling kenal, dan umur sudah di atas 30. Tini tentu ambyar seambyar-ambyarnya. Tak ada yang bisa membuat Tini bangkit lagi kecuali dirinya dan pertolongan Tuhan.
Yang saya lihat, Tini berusaha sibuk dan menyelesaikan apa yang ada di depannya. Jodoh tak ada yang tahu. Semua ada di tangan Tuhan. Tini tidak menyerah.