Mohon tunggu...
MomAbel
MomAbel Mohon Tunggu... Apoteker - Mom of 2

Belajar menulis untuk berbagi... #wisatakeluarga ✉ ririn.lantang21@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Ketika Anak Lebih Fasih Berbahasa Inggris

24 Februari 2021   06:00 Diperbarui: 25 Februari 2021   16:16 1406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi (Foto: freestocks on Unsplash)

Sebenarnya ini adalah cerita lama. Saya ingin menuliskan hanya sekedar berbagi. Ini cerita tentang kemampuan bahasa anak perempuan saya (sekarang umurnya 10 tahun). 

Sejak umur 2 tahun, dia lebih menyukai berbahasa Inggris. Bisa jadi faktor tontonan televisi karena kami memberi tontonan tv kabel berbahasa Inggris untuk saluran anak-anak (dia takut dengan iklan-iklan di TV reguler).

Namun terlepas dari itu, menurut saya (yang tiap hari bersamanya) banyak kemungkinan dia lebih fasih bahasa Inggris karena memang lebih cepat menyerap bahasa tersebut. Buktinya tiap hari kami juga ajarkan bahasa Indonesia. Bahkan sejak bayi, saya putarkan lagu anak-anak berbahasa Indonesia. Saya berniat menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa Ibu.

Yang menjadi masalah waktu itu adalah dia susah mengucapkan kata dalam bahasa Indonesia. Jika ditanya orang dalam bahasa Indonesia, dia paham tapi menjawabnya dalam bahasa Inggris.

Tak terhitung berulang kali saya menerima respons yang kurang menyenangkan dari orang. Dari yang kagum sampai yang bernada tidak enak. "Papanya bule ya?" atau seolah mengatakan saya ini "keminggris" (sok berbahasa Inggris). Awalnya ya kesal, tapi buat apa juga. Lama-lama saya abai dan terserah mau bilang apa.

Seiring dengan waktu saya malah bangga, anak saya bisa membaur dengan anak lain ketika liburan di Singapura. Dia memarahi anak lain, "Hey, you.. give me back my toys!".

Atau pada saat dia percaya diri saat menjadi volunteer di Legoland, Hello Kitty Town, dan Petrosains Kuala Lumpur. Dia berani angkat tangan dan maju. Ketika ditanya asal negara, dia menjawab dengan percaya diri, "I'm from Indonesia".

Dia berbicara dalam bahasa Inggris dengan baik dan benar. Saya merasa kemampuannya berbahasa Inggris adalah anugerah.

Perlukah Khawatir?
Sebagai ibu, saya tak terlalu khawatir nantinya dia tidak bisa berbahasa Indonesia. Saya punya keyakinan sendiri, ini hanya masalah waktu. Memang tidak mudah karena saya harus ekstra membangun kepercayaan dirinya. Saya memasukkan ke sekolah nasional plus yang ada pelajaran bahasa Indonesia.

Awalnya biasa saja karena memang di sekolah menggunakan bahasa pengantar bahasa Inggris. Ketika di TK besar baru ada pelajaran bahasa Indonesia. Dia minder dan selalu bilang, "Mama, I'm not good in Bahasa!".

Sebagai orangtua, saya tetap yakinkan dia bisa. Saya tanya siapa yang bilang begitu. Katanya ya dia sendiri hihihi..

Waktu itu saya komunikasikan dengan sekolah. Secara nilai akademik tidak masalah. Hanya saja, harus diakui kosakata anak saya tidak banyak. Gurunya mengatakan kepada saya, khusus Abel dia akan mengajak bicara dengan bahasa Indonesia. Hal ini sangat membantu.

Tiap hari saya perlakukan biasa. Bagi saya, tidak ada yang salah ketika anak lebih fasih berbahasa Inggris. Ketika bertemu temannya, saudara, atau dimanapun, saya kondisikan seperti biasa bahwa dia bisa bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Saya tak membatasi bahwa dia hanya menggunakan bahasa Inggris.

Sejalan dengan waktu, anak saya bisa kok. Justru saya melihat lebih bagus. Jadi, dia tidak mencampuradukkan bahasa. Ketika berbahasa Inggris ya bahasa Inggris. Ketika bahasa Indonesia ya bahasa Indonesia.

Orang Indonesia adalah Poliglot?
Poliglot adalah istilah yang digunakan untuk orang yang menguasai beberapa bahasa. Saya ingat teman saya pernah menulis artikel di Jakarta Post dengan tema ini. Kalau tidak salah judulnya "Being Indonesian is being polyglot".

Menurut saya, benar juga loh. Dengan kekayaan bahasa daerah, bahasa Indonesia, dan ditambah dengan bahasa asing, kecenderungan orang Indonesia untuk menjadi poliglot sangat besar.

Saya sendiri tidak mengajarkan bahasa daerah sebagai bahasa Ibu. Kenapa? Ya, karena suami saya tidak satu suku. Jadi bukan masalah gengsi atau malu dengan bahasa daerah. Akan sangat membingungkan anak jika saya mengajarkan bahasa Jawa. Biarlah bahasa Indonesia yang mempersatukan.

Memang ada anak yang punya kemampuan lebih. Bisa banyak bahasa sedari kecil. Dengan mamanya bahasa A, dengan papanya bahasa B, di sekolah bahasa C, dan dengan temannya bahasa D.

Kalau saya lebih melihat kemampuan anak. Daripada terjadi "bingung bahasa" yang biasanya memperlambat kemampuan bicara anak, saya lebih menyukai anak belajar bahasa dengan nyaman.

Bagaimana dengan si bungsu? Saya selalu ajarkan bahasa Indonesia. Tapi pengaruh kakaknya dan juga TV sekarang ini berbahasa Inggris. Jadi sekarang ya belajar kedua bahasa tersebut. Namun, saya selalu konsisten berbahasa Indonesia. Kadang-kadang saja saya tanya dengan bahasa Inggris (biasanya yang simpel karena saya juga tak fasih bahasa Inggris Hahaha).

Kekayaan Bahasa
Dengan kondisi keluarga saya, saya selalu berusaha menunjukkan kepada anak-anak saya bahwa di dunia ini ada banyak bahasa. Sebuah kewajaran ketika bertemu orang yang berbicara dengan bahasa yang berbeda. Inilah keberagaman bangsa kita.

Anak-anak terbiasa mendengar saya bercakap dalam bahasa Jawa di telepon. Juga ketika mereka berkunjung ke rumah keluarga saya. Begitu juga dengan papanya, mereka biasa mendengar papanya ngobrol dengan bahasa daerahnya di telepon. Tak ada yang salah karena kita memang punya dua bahasa yang berbeda.

Lama kelamaan mereka juga belajar bahasa daerah sedikit demi sedikit. Apalagi saya di rumah, tentu tak berbahasa Indonesia baku. Pasti ada campur bahasa Jawa juga.

So yah... santai saja! Bagaimanapun masing-masing keluarga punya pandangan dan kesepakatannya sendiri mengenai bahasa. Anak yang lebih fasih berbahasa Inggris, bukan berarti orangtuanya banyak gaya atau tak menghargai bahasa Indonesia. Atau tak bisa berbahasa daerah bukan berarti mengingkari darah dan keturunan. Jadi, jangan digebyah-uyah. Kira-kira begitu.

Tabik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun