Mohon tunggu...
MomAbel
MomAbel Mohon Tunggu... Apoteker - Mom of 2

Belajar menulis untuk berbagi... #wisatakeluarga ✉ ririn.lantang21@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Home-Based Learning dengan Segala Tantangannya

14 November 2020   17:01 Diperbarui: 27 April 2021   14:57 2450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Home Based Learning ( Dok. Pribadi)


Tahun ajaran 2020/2021 sungguh berbeda dari tahun sebelumnya karena dari awal dilaksanakan secara online. Siswa mengikuti rangkaian pembelajaran dari rumah, sedangkan guru mengajar dari sekolah. Begitu yang terjadi di sekolah anak saya.

Home Base Learning (HBL) atau disebut juga Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) merupakan opsi terbaik di masa pandemi Covid-19. Terlebih untuk sekolah yang berada dalam zona kuning, orens, atau merah.

Dari awal, sudah banyak media yang membeberkan berbagai dampak dan kendala HBL. Mulai masalah pengadaan gadget, kuota belajar, hingga pada sistem pembelajaran yang dipakai. Namun, apakah sampai disitu saja tantangan HBL?

Tulisan ini hanya sebuah hasil pengamatan kecil dari seorang ibu yang mendampingi anak-anak selama HBL. Bahwa tantangan HBL tidak berhenti sampai disitu saja. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa digitalisasi pendidikan itu tak sempurna seperti dalam bayangan.

Saya sampaikan seperti itu karena HBL atau istilah populernya sekolah "online" ini bukan hanya sekedar perkara orangtua menyediakan piranti dan kuota untuk sekolah. Ada perkara pelik di belakangnya yang sesungguhnya menentukan keberhasilan proses belajar.

HBL telah membuat kita semua memindahkan proses pembelajaran dari sekolah ke rumah kita masing-masing. Anak-anak tidak perlu datang ke sekolah. Justru dari sinilah, muncul berbagai tantangan yang tidak mudah. Suasana belajar di rumah tentu berbeda dengan di sekolah.

Berikut adalah tantangan HBL yang saya amati dan alami :

1. Sekolah "rasa libur" membuat tidak fokus

Belajar di rumah bisa jadi buat anak-anak seperti liburan. Akibatnya, anak kurang serius dan bersantai kayak di pantai.

Hal ini saya rasakan, anak saya yang kelas 4 SD sangat santai. Kadang sambil mengikuti sesi, bisa diam melamun tidak jelas, memainkan mouse, atau melakukan hal lain. 

Sekolah "online" ini susah untuk membuat anak fokus. Apalagi untuk anak yang biasanya aktif dan energik. HBL dirasa sangat monoton dan kurang greget.

2. Godaan untuk bermain

Meskipun sudah disiapkan ruang untuk belajar sendiri, namun suasana di rumah membuat anak ingin bermain. Susah untuk menyingkirkan mainan karena pasti mereka tahu dimana tempat menyimpan mainan.

Mainan ini seringkali mengalihkan fokus anak. Paling banyak terjadi pada anak TK. Anak saya yang paling kecil (playgroup) sering membawa mainan saat sesi online. Berulangkali kita beri tahu, tetap saja membawa mainan dan sibuk dengan mainannya. Sekarang sudah lumayan berkurang karena semua mainan saya singkirkan jauh.

3. Orangtua harus ikut berperan

Jika di sekolah anak diawasi oleh guru saat belajar dan mengerjakan tugas, maka HBL ini memaksa orangtua untuk berperan memantau dan mengawasi.

Dari pengalaman saya, anak saya yang SD kelas 4 tidak bisa untuk dilepas sepenuhnya. Saya mesti bolak-balik mengingatkan untuk fokus mendengar penjelasan guru.

Peran orangtua sangat dibutuhkan terutama dalam mengerjakan tugas-tugas. Bahkan terkadang kita harus turun tangan menjelaskan materi karena saat sesi tidak fokus mendengarkan penjelasan guru.

Tentu ini bukan tantangan sepele. Saya merasa kewalahan juga mendampingi dua anak dan membagi waktu untuk pekerjaan rumah tangga.

Namun, sisi positifnya adalah orangtua menjadi ikut kembali belajar dan bisa tahu secara langsung sejauh mana pemahaman anak terhadap materi. Dengan begitu, kita bisa mengukur kemampuan anak sendiri.

Nah, yang sering menjadi keluhan orangtua adalah orangtua menjadi mudah emosi. Saya sendiri masih harus banyak belajar sabar dalam menghadapi anak.

4. Kejenuhan belajar

Terkadang kita menyepelekan tentang rasa jenuh anak. Memang sekilas HBL ini terlihat enak : "Kan tinggal duduk. Enggak capek!"

Tetapi coba kita di posisi mereka, dari pagi sampai sore duduk di depan laptop dan mengerjakan tugas. Bosan loh! Apalagi jika materi kurang disukai anak. Saya saja 1-5 sampai 2 jam untuk ikut seminar online lelah juga. Apalagi anak-anak yang dunianya memang bermain.

5. Stres pada anak

Situasi pandemi yang tidak ada kepastian sampai kapan ternyata tidak bisa dianggap remeh. Bisa jadi secara tidak disadari akan menimbulkan stres pada anak.

Suatu hari, setelah sekian lama tidak makan di restoran, saya berdua bersama si sulung makan di luar. Saat mengobrol saya bertanya iseng saja, "Kak, kangen sekolah nggak?"

Disitu saya bertanya iseng karena saya memang tidak mau mendramatisir keadaan. Toh pandemi ini tetap ada dan kita harus terima dan jalani. Tetapi jawaban anak saya membuat saya terkejut. Dengan polos dia mengatakan "Ma, aku kangen banget... kangen teman-teman, kangen bawa tas, kangen basket dan PE, kangen locker (Hah???? ), kangen lunch, kangen break..."

Duh, betapa panjang daftar kangennya. Jawaban itu sungguh menampar saya, betapa saya egois dan sibuk menyuruh anak belajar tanpa melihat "hati" anak. Sedih rasanya mengingat daftar kangen tersebut. Saya pun hanya bisa membesarkan hatinya untuk bersabar dan terus berdoa pandemi ini segera berlalu.

Home Base Learning adalah Proses

Menurut pendapat saya, Home Based Learning di masa pandemi ini bukan hanya proses belajar namun juga proses kehidupan. Ketika kita tidak bisa memilih, maka pilihan yang tersedia adalah menjalani dan ikut berproses.

Dengan HBL, anak berproses untuk menjadi pribadi yang tangguh, tidak putus asa, dan tetap semangat belajar. Dan bagi orangtua, HBL mengajak orangtua untuk berproses menjadi orangtua yang bijak, sabar, dan tidak menyerah.

Ada banyak tantangan yang membuat emosi dan semangat menjadi naik-turun. Namun, jika kita pasrah dan menyerah itu artinya kita siap kalah.

Saya pribadi, tidak terlalu nenuntut nilai sempurna selama HBL ini. Yang lebih penting adalah bagaimana anak menjalani proses belajar ini dengan baik. Saya sebagai orangtua pun tidak sempurna karena tak bisa mendampingi sepenuhnya.

Hmmm... akhir tahun 2020 menjelang, mungkinkah HBL ini akan berlanjut di tahun depan? Mungkin saja. Tapi kita bisa apa selain ikhlas menjalaninya?

Akhir kata, semoga semua anak dan orangtua tetap semangat menjalani setiap proses hidup di masa pandemi ini. Tetap percaya bahwa pengharapan itu ada dan Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi setiap orang.

Cikarang, 14 November 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun