Terkadang kita menyepelekan tentang rasa jenuh anak. Memang sekilas HBL ini terlihat enak : "Kan tinggal duduk. Enggak capek!"
Tetapi coba kita di posisi mereka, dari pagi sampai sore duduk di depan laptop dan mengerjakan tugas. Bosan loh! Apalagi jika materi kurang disukai anak. Saya saja 1-5 sampai 2 jam untuk ikut seminar online lelah juga. Apalagi anak-anak yang dunianya memang bermain.
5. Stres pada anak
Situasi pandemi yang tidak ada kepastian sampai kapan ternyata tidak bisa dianggap remeh. Bisa jadi secara tidak disadari akan menimbulkan stres pada anak.
Suatu hari, setelah sekian lama tidak makan di restoran, saya berdua bersama si sulung makan di luar. Saat mengobrol saya bertanya iseng saja, "Kak, kangen sekolah nggak?"
Disitu saya bertanya iseng karena saya memang tidak mau mendramatisir keadaan. Toh pandemi ini tetap ada dan kita harus terima dan jalani. Tetapi jawaban anak saya membuat saya terkejut. Dengan polos dia mengatakan "Ma, aku kangen banget... kangen teman-teman, kangen bawa tas, kangen basket dan PE, kangen locker (Hah???? ), kangen lunch, kangen break..."
Duh, betapa panjang daftar kangennya. Jawaban itu sungguh menampar saya, betapa saya egois dan sibuk menyuruh anak belajar tanpa melihat "hati" anak. Sedih rasanya mengingat daftar kangen tersebut. Saya pun hanya bisa membesarkan hatinya untuk bersabar dan terus berdoa pandemi ini segera berlalu.
Home Base Learning adalah Proses
Menurut pendapat saya, Home Based Learning di masa pandemi ini bukan hanya proses belajar namun juga proses kehidupan. Ketika kita tidak bisa memilih, maka pilihan yang tersedia adalah menjalani dan ikut berproses.
Dengan HBL, anak berproses untuk menjadi pribadi yang tangguh, tidak putus asa, dan tetap semangat belajar. Dan bagi orangtua, HBL mengajak orangtua untuk berproses menjadi orangtua yang bijak, sabar, dan tidak menyerah.
Ada banyak tantangan yang membuat emosi dan semangat menjadi naik-turun. Namun, jika kita pasrah dan menyerah itu artinya kita siap kalah.