Aku bayangkan mbah Kasan menitikkan air mata di alam sana melihat rumahnya tak terurus. Hatinya sedih melihat bunga-bunga yang kini bersaing dengan semak-belukar.
Aku bayangkan dada mbah Kasan sesak melihat pintu rumah yang rapuh, tumpukan debu, barang berserakan di dalam rumah, mungkin juga radio kesayangan ikut mati karena debu.
"Sudahlah kesana aja. Yuk..." jawabku cepat tanpa menimbang ini dan itu lagi. Aku beranjak memanggil anak-anak untuk ikut serta.
Aku tak mau berpikir panjang. Aku ingin tetap datang ke rumah mertua meskipun beliau telah tak ada. Mungkin aku bukan menantu yang sempurna. Namun, setidaknya aku ingin membahagiakan Mama dengan caraku.
Biarlah Mama tetap tersenyum dalam tidur panjangnya. Rumahnya akan selalu kujaga dan tanamannya kupelihara. Itu saja.
Cikarang, September 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H