Desember 1990
Gadis itu duduk menunggu di depan rumahnya. Berulangkali kakinya disilangkan kemudian diturunkan kembali. Dia terlihat seperti menunggu sesuatu.
Rasa gelisah tergurat jelas di wajah ayunya. Segumpal harapan besar membebani pikirannya. Hatinya tak sabar menanti kapan datangnya. Hingga senja menyapa, dia masih menunggu, kalau saja ibunya tidak menyuruhnya untuk masuk rumah.
"Nduk, sudah mau maghrib, masuk! Nggak elok anak gadis masih duduk diluar. Lagian kamu nunggu apa to?"
Si Gadis hanya mengangguk kemudian mengekor ibunya masuk ke dalam rumah. Langkah gontainya mengisyaratkan sebuah kekecewaan.
"Semoga besok datang..., " gumamnya lirih. Secercah harapan membuat wajah gadis itu tak lagi gelisah.
Esok hari ketika pulang sekolah, mak Yus menghampiri si gadis. Ditangan mak Yus, tetangga depan rumah gadis itu, ada sepucuk surat bersampul merah.
"Taaa... ini ada surat!" kata mak Yus. Si gadis segera mendekat ke mak Yus. Matanya berbinar melihat surat berwarna merah itu. Sepertinya itu yang ditunggunya sejak kemarin.
Si gadis menerimanya dengan girang.
"Dari pacarnya ya?"
"Ah, mak Yus pingin tau ajaaa..." jawabnya tersipu.