Mohon tunggu...
MomAbel
MomAbel Mohon Tunggu... Apoteker - Mom of 2

Belajar menulis untuk berbagi... #wisatakeluarga ✉ ririn.lantang21@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Suatu Sore di Masjid Merah Panjunan

16 Oktober 2019   06:00 Diperbarui: 16 Oktober 2019   20:31 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Piring keramik Cina yang menghias tembok masjid Merah Panjunan (Dok. Pribadi)

"Yeay... aku mau ke masjid Merah!", Begitu kata si sulung ketika saya beritahu akan jalan-jalan ke Cirebon. 

Saya sendiri kurang tahu masjid Merah ini. Si sulung tahu dari buku serial misteri favorit yang dia baca "Misteri Kota Topeng Angker". Sebuah buku cerita misteri untuk anak dengan latar tempat dan budaya kota Indramayu dan Cirebon.

Saya sendiri pernah membacanya. Namun apa daya, faktor usia membuat saya lupa jika masjid Merah ada dalam buku tersebut. Begitulah ibu-ibu, harap maklum, hehehe.

Buku Misteri Kota Topeng Angker. Ada gambaran tentang masjid Merah Panjunan (Dok. Pribadi)
Buku Misteri Kota Topeng Angker. Ada gambaran tentang masjid Merah Panjunan (Dok. Pribadi)
Karena siang itu udara Cirebon kurang bersahabat alias panas terik, setelah makan siang kami ke hotel dulu. Baru sore harinya jalan sekalian makan malam.

Berbekal google maps, kami pergi ke masjid Merah. Bayangan saya, masjid ini terletak di pinggir jalan besar. Setelah ketemu, ternyata masjid ini berada di dalam perkampungan. Tepatnya di desa Panjunan. Tak sulit untuk menemukannya, hanya saja tidak ada tempat parkir kendaraan roda 4.

Masjid Tua yang Bersejarah
Sejujurnya saya agak takut-takut ke masjid. Bukan karena saya Katolik, tapi takut salah bersikap dan kurang berkenan. Tapi karena si sulung benar-benar ingin tahu, saya niatkan. Saya sudah memberi tahu untuk melihat dari depan saja, tidak usah masuk.

Namanya anak-anak yang rasa penasarannya tinggi, begitu di depan masjid dia langsung bilang, "wow!". Setelah itu kami berdua membaca papan nama yang ada di depan masjid. Masjid ini dibangun kurang-lebih pada tahun 1480. Itu berarti sudah sangat tua sekali karena melintasi lebih dari 5 abad.

Di depan masjid Merah Panjunan (Dok. Pribadi)
Di depan masjid Merah Panjunan (Dok. Pribadi)
Saya mengambil foto untuk kenang-kenangan. Tak ada niat mengintip bagian dalam masjid. Rasanya sudah cukup dengan melihat dan mengetahui adanya masjid tua dan bersejarah ini.

Namun tak lama setelah itu, ada ibu-ibu tua yang mempersilakan saya masuk. "Boleh kok masuk", ucapnya ramah. Akhirnya saya dan si sulung masuk ke dalam masjid.

Arsitektur Unik
Gerbang masjid berupa gapura "Candi Bentar". Melihat sekilas pun kita akan terpesona dengan bentuk bangunan ini. Bagi saya yang awam, terlihat jelas nuansa "Majapahitnya".

Anak saya di depan gerbang masuk masjid Merah Panjunan (Dok. Pribadi)
Anak saya di depan gerbang masuk masjid Merah Panjunan (Dok. Pribadi)
Begitu masuk, terlihat beberapa orang sedang melaksanakan sholat. Saya pun diajak ke bagian samping untuk kemudian melihat serambi bagian dalam masjid melalui lubang yang ada.
Serambi dalam masjid. Justru inilah masjid yang aslinya dengam kubah atas yang khas (Dok. Pribadi)
Serambi dalam masjid. Justru inilah masjid yang aslinya dengam kubah atas yang khas (Dok. Pribadi)
Bagian serambi dalam tidak lebih luas dari serambi luar. Namun justru inilah bangunan asli masjid. Kalau kita lihat dari luar, bagian inilah yang beratap lebih tinggi. Di sana terdapat mimbar khotbah. Terdapat beberapa lubang tembok sehingga serambi ini tidak sepenuhnya gelap.

Serambi dalam dan luar ini dipisahkan dengan tembok kurang lebih 7/8 tinggi tembok masjid. Tepat di bagian tengah terdapat mihrab dan pintu kayu. Lengkungan mihrab yang berupa paduraksa sungguh menarik bentuknya.

Mihrab dengan lengkungan paduraksa. Pintu kecil tersebut adalah akses ke serambi bagian dalam masjid (Dok. Pribadi)
Mihrab dengan lengkungan paduraksa. Pintu kecil tersebut adalah akses ke serambi bagian dalam masjid (Dok. Pribadi)
Informasi yang saya dapat, pintu ini selalu tertutup. Hanya pada saat Idul Fitri dan Idul Adha dibuka untuk keperluan sholat Ied.

Tak berapa lama, beberapa orang tadi selesai sholat kemudian berpamitan. Disitu saya baru terpikir bahwa mereka adalah peziarah. Maklum, saya benar-benar tak menyangka masjid Merah ini sudah berusia 5 abad lebih dan merupakan masjid tujuan para peziarah.

Pilar Kayu dan Piring Keramik China
Selain arsitektur bangunan yang unik dan indah, ada hal lain yang menarik hati saya. Adalah pilar kayu yang kokoh dan piring-piring keramik yang menghiasi dinding masjid.

Banyak pilar yang menyangga bangunan masjid. Kayu pilar masih terlihat kokoh dan tegak. Bagian bawah pilar ditopang dengan tiang batu bata merah.

Pilar kayu yang masih kokoh (Dok. Pribadi)
Pilar kayu yang masih kokoh (Dok. Pribadi)
Sedangkan piring keramik yang ada bukan ditempel atau digantung, melainkan "tertanam" menyatu dengan tembok masjid. Konon, piring-piring keramik dari China ini adalah bagian dari hadiah dari Sunan Gunung Jati ketika menikah dengan putri China, yaitu Tan Hong Tien Nio.
Piring keramik Cina yang menghias tembok masjid Merah Panjunan (Dok. Pribadi)
Piring keramik Cina yang menghias tembok masjid Merah Panjunan (Dok. Pribadi)
Informasi dari bapak penjaga masjid, piring keramik ini ditempel menggunakan putih telur. Entahlah, beliau mengatakan sebenarnya itu merupakan filosofi (yang saya sendiri juga kurang paham). Begitu juga dengan cerita turun-temurun bahwa masjid ini dibangun dalam semalam saja.

Kembali ke piring keramik tadi, saya berusaha mendekat dan memotret beberapa corak yang ada di piring keramik. Hasilnya saya terkagum-kagum. Pastinya gambar corak pada piring keramik tersebut dilukis pakai tangan.

Beberapa motif corak piring keramik Cina di Masjid Merah Panjunan (Dok. Pribadi)
Beberapa motif corak piring keramik Cina di Masjid Merah Panjunan (Dok. Pribadi)
Gambar corak pada piring tak semua sama. Ada yang berupa bunga, ayam, kuil, kaisar China, dan lain-lain. Malah saya berpikir sebetulnya "tidak nyambung" dengan tempat ibadah. Namun dengan terpasangnya piring-piring keramik ini, menurut saya masjid terlihat lebih hidup dan indah.
Serambi luar masjid yang digunakan untuk sholat (Dok. Pribadi)
Serambi luar masjid yang digunakan untuk sholat (Dok. Pribadi)
Perpaduan Budaya
Masjid Merah ini dibangun oleh Syarif Abdurraman atau Pangeran Panjunan yang merupakan keturunan Arab sekaligus murid dari Sunan Gunung Jati.

Jika kita melihat masjid Merah ini, sebenarnya tidak terlalu terlihat seperti masjid pada umumnya. Ada unsur budaya Hindu-Budha dan China, sedangkan unsur budaya Islam sedikit bahkan tak terlihat betul.

Mihrab dan tulisan kaligrafi Arab yang ada di tiang penyangga adalah 2 contoh budaya Islam yang saya lihat. Mungkin inilah proses akulturasi budaya pada saat itu. Sebuah wujud harmonisasi Islam dengan budaya setempat.

Perpaduan budaya Hindu-Budha, Islam, dan Cina (Dok. Pribadi)
Perpaduan budaya Hindu-Budha, Islam, dan Cina (Dok. Pribadi)
Senja yang Menghampiri
Matahari sudah berada di sebelah barat. Beberapa orang yang ada di masjid seperti bersiap untuk sholat maghrib. Saya segera berpamitan. Mungkin hanya 15 menit saya di Masjid Merah ini. Namun saya sudah senang bisa melihat karya arsitektur masa lalu yang kokoh berdiri hingga saat ini.

Masjid Merah Panjunan dilihat dari samping (Dok. Pribadi)
Masjid Merah Panjunan dilihat dari samping (Dok. Pribadi)
(RR)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun