Mohon tunggu...
MomAbel
MomAbel Mohon Tunggu... Apoteker - Mom of 2

Belajar menulis untuk berbagi... #wisatakeluarga ✉ ririn.lantang21@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Teratai Minggu Pagi

18 Juni 2019   07:00 Diperbarui: 18 Juni 2019   07:12 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi : hipwee.com

Pria itu berambut lurus, berkacamata, baju standar tanpa style neko-neko. Biasa saja. Hmmm.. tapi tunggu, aku membaca ada kharisma disana. Aku jatuh cinta? Tidak. Bukan. Aku tidak tertarik dengan pria itu. Aku hanya semacam dejavu yang aku sendiri tidak tahu.

Ah, betapa anehnya hari ini dan kemarin. Dari bunga teratai hingga pria berkacamata. Aku seperti terhempas dalam hamparan rumput bernama kebingungan. Hidup memang penuh misteri.

Selasa Pagi

Pagi ini kubuka mataku tepat jam 5 pagi. Rasanya segar karena tidur yang pulas semalam. Aku tertegun sejenak sebelum beranjak ke dapur. Dan lagi-lagi pikiranku kembali melayang pada bunga teratai dan pria berkacamata itu. Sial!

Sekali lagi kuyakinkan diriku, aku tidak jatuh cinta sama pria itu. Tidak! Entah misteri apa yang membuat ingatanku tersangkut dengan pria itu. Dan bunga teratai, entah apa yang menjadikan otakku tersandera. Padahal aku hanya melihatnya dan tak menyentuhnya sedikitpun.

Sampai di dapur, kuambil gelas untuk minum. Kusodorkan piranti bening ini di bawah kran dispenser. Air putih mengucur mengisi gelas. Segera kuteguk segarnya air putih ini. Kutenangkan hatiku atas pikiran bodoh yang telah dua hari mencabik-cabik kewarasanku.

Dalam kegalauan yang makin menggelora, tiba-tiba ada yang menghentak dalam anganku. Sebuah kepingan memori masa lalu. Seketika juga terasa perih di hati.

Benar juga kata orang, kenangan bisa membawamu berjalan melintasi lorong waktu. Dan saat ini kenangan menyeretku ke sebuah wihara di tikungan itu. Satu.. dua.. tiga... kepingan ingatan merangkai sebuah cerita lama.

Di sudut salah satu wihara itu, aku ingat diskusiku bersama dengannya. Seorang yang waktu itu begitu mencintaiku. Setia dan menjagaku di ratusan hari yang kulewati.

Dengan sabar dia mengantarku ke gereja dan menjemputku kembali usai misa. Semua perempuan pasti meleleh dengan perhatian seperti itu.

Suatu sore dia mengajakku ke wihara-nya. Everything were good. Pertama kali aku menginjak tempat ibadah pemeluk agama Budha. Rasanya biasa saja. Sunyi dan senyap memeluk udara disana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun