"Okelah Di, yang penting kamu kabari aku kalau ada perubahan. No telponku ada kan?" timpal Anton sambil menepuk pundak Ardi. Anton berharap Ardi tak melihat muka si "miss rempong" Bella.
Dalam situasi seperti itu Anton paham Bella akan diam, bertanya detil, dan kemudian memberi jawaban dengan berbagai embel-embel pesan. Bella masih terbengong-bengong. Pun ketika Ardi berpamitan ingin melanjutkan joggingnya.
***
Rumah Biru
Matahari mulai memerah tanda lelah seharian menyinari bumi. Di taman belakang yang asri, Anton dan Bella duduk santai. Ikan koi hilir-mudik berenang di kolam kecil samping jendela.
"Aku kayaknya nggak deh kalau jadi wali nikah, " ucap Bella membuka obrolan.
"Duh, jangan begitu... sesuatu kalau sudah di depan kita, ya jangan dihindari. Kasihan lah orang sudah berharap, mungkin kita tidak kenal tapi bagaimanapun harus berbuat baik, " dengan lembut Anton menatap mata istrinya.
"Ya gimana ya, datang kek itu calon mempelai ke kita terus minta sendiri kalau butuh wali nikah. Berani berbuat ya berani bertanggung-jawab dan urus semua sendiri dong, " ketus Bella.
"Bukan begitu. Tadi Ardi udah jelasin panjang-lebar. Ya minta maaf kalau kami pakai bahasa daerah, jadi kamu tidak paham. Please jangan sewot gitu!"
"Ya udah jelasin sekarang ke aku. Aku bukannya nggak mau, tapi aku butuh tahu sebelum melakukan sesuatu. Nggak main tembak langsung jadi."
"Iyaaa... jadi kan begini. Albert itu ponakan Ardi dari kakak perempuannya yang tinggal di Sukarame. Dia udah belasan tahun jadi frater. Tahun depan sudah rencana untuk pentahbisan. Namun apa boleh buat kejadiannya seperti ini."