Mohon tunggu...
MomAbel
MomAbel Mohon Tunggu... Apoteker - Mom of 2

Belajar menulis untuk berbagi... #wisatakeluarga ✉ ririn.lantang21@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Uniknya Acara Pernikahan Adat Toraja (Bagian 3)

27 Juni 2018   06:00 Diperbarui: 27 Juni 2018   07:10 1495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beberapa pemuda membagi pa' piong dalam bambu (Dok. Pribadi)

Menghadiri acara pernikahan di Toraja sangat menyenangkan. Sebelumnya saya sudah menuliskan tentang acaranya, sekarang akan saya tulis mengenai after party part-nya. 

Baca juga : 

Uniknya Acara Pernikahan Adat Toraja (Bagian 1)  

Uniknya Acara Pernikahan Toraja (Bagian 2)

Sebenarnya saya "roaming" berada di acara pernikahan dengan bahasa Toraja. Berhubung pembawa acara berbahasa Toraja, maka saya mau tak mau mencoba "meraba-raba" artinya. Hehehe Dikatakan susah sih nggak juga, sedikit-sedikit saya familiar karena sering mendengar ketika suami saya berbicara dengan saudara-saudaranya.

Apalagi susunan acara resepsi ini seperti pada umumnya saja. Misalnya, ada sambutan dari Ibu Lurah Tallunglipu. Setelah menyimak, intinya kurang lebih merupakan nasehat untuk kedua mempelai tentang pentingnya administrasi kependudukan. Benar juga sih, ketika sudah berkeluarga harus tertib administrasi kependudukan seperti Kartu Keluarga dan KTP. Kedua dokumen itu sangat diperlukan dan penting untuk kedepan karena pengurusan banyak hal wajib menggunakan KTP.

Pembagian Daging

Awal tiba di tongkonan, saya dibuat heran dengan adanya bambu-bambu dan beberapa panci besar dan tutupnya yang berada di tengah lapangan tongkonan. Letaknya persis di tengah depan pelaminan. Sampai acara ditutup, barang-barang tersebut tetap berada disana.

Panci dan batang bambu berisi daging (Dok. Pribadi)
Panci dan batang bambu berisi daging (Dok. Pribadi)
Namun tak lama setelah acara ditutup, beberapa orang berjalan menuju ke tengah lapangan. Mereka berkumpul dan mulai membuka panci-panci besar ini. Saya pun rela berhenti makan untuk melihat apa isi di dalam panci tersebut.

Pembawa acara terdengar menyebut nama-nama. Sementara itu, beberapa laki-laki mengambil sesuatu -- ternyata daging -- yang ditaruh di bakul plastik. Bakul plastik tersebut diberikan kepada orang-orang yang disebut namanya tadi.

Berhubung masih penasaran, saya intip isi bakul tersebut. Oh.. ternyata daging babi berupa kepala atau kaki babi. Jadi, seperti yang saya tulis di artikel sebelumnya (disini). Pada pernikahan ini mereka memotong 80 ekor babi. Kepala dan kaki babi inilah yang kemudian dikumpulkan untuk dibagi-bagi.

Beberapa pemuda membagi pa' piong dalam bambu (Dok. Pribadi)
Beberapa pemuda membagi pa' piong dalam bambu (Dok. Pribadi)
Pembagian ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan untuk keluarga atau tamu yang datang. Daging tersebut sudah dalam bentuk dibakar. Sedangkan untuk daging yang dimasak dan dibakar didalam bambu disebut pa'piong. Pa'piong ini juga dibagi-bagi. Hmmm... sudah tidak penasaran lagi deh!

Ma' Dero

Tamu-tamu sudah mulai bersalaman dan meninggalkan tempat resepsi. Rombongan keluarga yang datang dari daerah lain pun mulai berpamitan. Hiburan musik masih memainkan lagu-lagu pop nostalgia dan masa kini.

Beberapa orang berkumpul di depan tim hiburan musik membentuk lingkaran kecil. Mereka mulai bergoyang. Sekilas seperti tari poco-poco. Mereka menggerakan kaki sembari berputar. Info dari mantan pacar saya, nama tarian ini ma' dero. Tarian ini merupakan tarian sukacita dalam hal ini pernikahan.

Ma' dero (Dok. Pribadi)
Ma' dero (Dok. Pribadi)
Tampak bapak-bapak dan ibu-ibu menari riang. Lama-lama lingkaran bertambah besar karena satu persatu orang bergabung. Setelah semua tamu pulang, beberapa pemuda masih kuat menari. Melihat mereka menikmati tarian tersebut, saya jadi penasaran. Namun ketika saya lihat langkah kakinya sepertinya membutuhkan latihan.

Pesta sudah usai

Jam menunjukkan pukul 15.00 WITA. Tak terasa acara pernikahan sudah selesai. Tamu-tamu sudah meninggalkan tongkonan. Tinggal beberapa keluarga asik berbincang sembari menunggu mobil yang menjemput.

Tamu yang anti bersalaman (Dok. Pribadi)
Tamu yang anti bersalaman (Dok. Pribadi)
Kami pun kembali ke hotel untuk melepas lelah bersama anak-anak di kolam renang. Seharian saya jadi orang Toraja aspal (asli tapi palsu) hehehe. Ohya, hotel  tempat saya menginap berarsitektur Toraja dikelilingi oleh pegunungan dan alam yang hijau membuat saya bangga. Betapa indahnya Indonesia dengan alam dan budayanya. Semoga kita semua mampu menjaganya

Salam dari Tana Toraja

14 Juni 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun