Mohon tunggu...
MomAbel
MomAbel Mohon Tunggu... Apoteker - Mom of 2

Belajar menulis untuk berbagi... #wisatakeluarga ✉ ririn.lantang21@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Uniknya Acara Pernikahan Adat Toraja (Bagian 2)

26 Juni 2018   06:00 Diperbarui: 26 Juni 2018   14:18 2783
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Busana pengantin (kiri) dan pembawa acara (kanan). Foto : dok. Pribadi

Beruntung siang itu cuaca cerah dengan langit biru membentang. Udara tidak terasa terlampau panas karena di sekitar tongkonan banyak pepohonan rindang. Tana Toraja selalu sejuk berada di dataran tinggi.

Jika pada tulisan sebelumnya (baca disini), saya bercerita tentang lokasi pesta maka kali ini saya akan menulis tentang rangkaian acara pesta pernikahannya.

Saya dan keluarga tiba sebelum resepsi dimulai. Karena kami termasuk keluarga dari pengantin laki-laki, kami masuk dalam barisan pengiring memasuki pelaminan. Iring-iringan pengantin di deretan paling depan adalah gadis-gadis cantik berbaju merah yang menari. Mereka biasa disebut sebagai pa'doloan.

Pa'doloan menari diikuti iringan pengantin (Dok. Pribadi)
Pa'doloan menari diikuti iringan pengantin (Dok. Pribadi)
Pengantin dan keluarga memasuki lokasi pernikahan diiringi musik yang rancak. Gadis-gadis cantik pa'doloan di barisan paling depan menari sambil berjalan menuju ke depan pelaminan. Di belakang penari ini adalah pemuda dan gadis-gadis cantik sebagai dayang-dayang (pagar ayu).

Pengiring di belakang pa'doloan (Dok. Pribadi)
Pengiring di belakang pa'doloan (Dok. Pribadi)
Ma' Lambuk

Awalnya saya pikir musik rancak pengiring pengantin berasal dari tim musik atau kaset. Begitu masuk di area tongkonan, baru sadar ternyata musik tersebut berasal dari kerumunan ibu-ibu. Ibu-ibu ini masing-masing memegang batang bambu untuk dipukul di lesung kayu. Kesenian ini dinamakan Ma' Lambuk.

Ma' Lambuk (Dok. Pribadi)
Ma' Lambuk (Dok. Pribadi)
Ma' Lambuk ini seni tradisional menumbuk padi bersama-sama di sebuah lesung.  Suara talu bambu yang menumbuk lesung berpadu sedemikian rupa hingga terbentuk irama yang indah.

Di Jawa sebenarnya ada kesenian serupa, bentuk lesungnya pun sama. Jika Ma' Lambuk menggunakan batang bambu, di Jawa menggunakan alu yang dibuat dari kayu. Sayangnya, seni tersebut sudah hampir tidak pernah ditemukan lagi di Jawa. 

Hmmm.. inilah keunikan orang Toraja, mereka masih kental menjaga dan mempertahankan budaya dan adatnya hingga sekarang.

Berhubung saya masuk ke dalam iringan, saya tidak bisa mengambil video dari Ma' Lambuk acara kemarin. Tapi kurang lebih sama dengan yang ada di youtube (cari dengan kata kunci ma' lambuk). Bedanya, Ma' Lambuk yang saya lihat di acara pernikahan lebih "hidup" karena digunakan untuk mengiring pengantin.

Busana Adat

Jika menghadiri pesta pernikahan Toraja, kita akan melihat kemeriahan yang terlihat dari baju-baju yang dikenakan oleh pengantin dan keluarga. Baju-baju yang dikenakan mereka berwarna-warni dengan pilihan warna cerah seperti merah, oranye, biru, hijau, dan lain-lain.

Yang paling unik dan menarik adalah baju yang dikenakan oleh anak-anak. Anak perempuan memakai baju dengan aksesoris yang dinamakan kondure. Untuk anak laki-laki lebih simpel dengan baju tenun, ikat kepala, dan memegang keris. Keris ini dipegang dengan tangan, bukan diselipkan di baju seperti orang Jawa.

Anak-anak pada acara pernikahan adat Toraja (Dok. Pribadi)
Anak-anak pada acara pernikahan adat Toraja (Dok. Pribadi)
Untuk pengantin sendiri, busana adat yang dipakai sudah tersentuh gaya modern dalam detail payet atau bordir tapi konsepnya tetap konsisten. Ciri khas pengantin Toraja perempuan adalah hiasan yang dipasang di kening dan keris. Sedangkan untuk pengantin laki-laki adalah kalung dan hiasan kepala. Uniknya kedua mempelai sama-sama memegang keris di tangan.

Busana pengantin (kiri) dan pembawa acara (kanan). Foto : dok. Pribadi
Busana pengantin (kiri) dan pembawa acara (kanan). Foto : dok. Pribadi
Tarian dan Saweran

Setelah pengantin sampai pelaminan, keluarga pengiring akan membubarkan diri untuk kembali ke lantang yang disediakan. Tak lama kemudian, gadis-gadis cantik penari akan kembali menari di depan pelaminan.

Saweran dari pengantin dan orangtuanya (Dok. Pribadi)
Saweran dari pengantin dan orangtuanya (Dok. Pribadi)
Dalam tarian tersebut, orang-orang akan maju untuk memberikan saweran kepada mereka. Uang saweran tersebut tidak diberikan langsung kepada penari. Telah disediakan kotak sebagai tempat uang. Pengantin akan turun memberikan saweran, diikuti keluarga dan tamu yang hadir.

Pencatatan Sipil

Awalnya saya mengira bapak-bapak berseragam dinas PNS adalah tamu undangan di acara pernikahan ini. Ternyata setelah acara tarian, pembawa acara mengatakan acara selanjutnya adalah pencatatan sipil pernikahan. Jadi, bapak berseragam dinas PNS tersebut merupakan petugas dari catatan sipil.

Menurut saya, momen pencatatan sipil ini menjadi sangat istimewa. Pernikahan di gereja --yang dilaksanakan pagi hari sebelum resepsi-- disaksikan oleh umat, sedangkan pencatatan sipil disaksikan oleh seluruh keluarga dan undangan di rumah tongkonan yang luas.

Petugas catatan sipil dan 2 saksi (masing-masing dari pihak laki-laki dan perempuan) duduk berhadapan dengan pengantin di atas pelaminan. Sebelum pencatatan, petugas membacakan hakikat dan ketentuan pernikahan sesuai UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974. Seluruh hadirin akan mendengar dan menyimak.

Pencatatan Sipil Pernikahan (Dok. Pribadi)
Pencatatan Sipil Pernikahan (Dok. Pribadi)
Setelah itu baru dilakukan penanda-tanganan akta pernikahan oleh mempelai dan saksi. Secara legal, saksi pernikahan tersebut ada 2 orang yang sudah ditunjuk. Namun, secara hukum sosial, pernikahan ini disaksikan oleh banyak orang di tongkonan. Baik keluarga pihak perempuan maupun pihak laki-laki dan juga tamu undangan merupakan saksi pernikahan mereka.

Unik ya? Hmmm... bisa jadi sebenarnya seperti inilah pernikahan yang seharusnya : sah secara agama, hukum negara, dan adat. Tak perlu diam-diam apalagi sembunyi-sembunyi. Ada yang setuju dengan saya?

Bersambung...


Tana Toraja, 11 Juni 2018

(RR)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun