Mohon tunggu...
MomAbel
MomAbel Mohon Tunggu... Apoteker - Mom of 2

Belajar menulis untuk berbagi... #wisatakeluarga ✉ ririn.lantang21@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Menapak Jalan Salib Gua Maria Sawer Rahmat, Kuningan

8 November 2016   09:12 Diperbarui: 10 November 2016   20:20 1573
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Pepohonan Hijau Sepanjang Jalan Menuju Gua Maria Sawer Rahmat"][/caption]

Hari sudah siang ketika kami sampai di desa Cisantana, kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, Jawa Berat. Namun, tak menyurutkan semangat kami untuk berziarah ke gua Maria Fatima Sawer Rahmat. Kami adalah rombongan umat Katolik lingkungan Kalistus. Sebuah lingkungan dari kurang lebih 50 lingkungan yang ada di Paroki Ibu Teresa, Cikarang.

Udara yang sejuk, angin sepoi-sepoi, deretan pohon hijau di sepanjang jalan menuju gua adalah teman kami di sepanjang perjalanan menuju ke gua. Sebagai umat Katolik, saat berziarah kami selalu melakukan jalan salib. Setapak demi setapak kami tempuh jalan yang menanjak dan berliku sembari menghayati penderitaan dan sengsara Kristus memanggul salib menuju bukit Golgota.

[caption caption="Jalan Menuju Gua Maria"]

[/caption]

Terdapat 14 perhentian menuju gua Maria yang terletak di lereng sebelah timur gunung Ciremai ini. Jalan Salib dimulai dari taman Getsemani, dimana Kristus berdoa dan berserah kepada kehendak Bapa. Jalan salib hingga tiba di gua Maria cukup jauh dan melelahkan. Kita harus menapaki kurang lebih 464 anak tangga. Boleh dikatakan sebagai sebuah pendakian sebuah bukit yang memiliki ketinggian 700 dpl.

[caption caption="Taman Getsemani"]

[/caption]

Kurang lebih 1 jam, akhirnya kami sampai di gua Maria yang berada di puncak bukit Totombok. Gua tersebut sangat sederhana. Tepat di samping gua, terdapat beberapa pancuran air. Kebanyakan umat yang datang, akan mencuci muka dan juga mengambil air untuk diberkati. Air ini berasal dari sebuah curug yang disebut curug Sawer. Sawer artinya membagi atau membagikan. Oleh karena itu orang menyebut gua sawer rahmat yang berarti ada limpahan rahmat/berkat.

[caption caption="Air dari Curug Sawer di Gua Maria Fatima"]

[/caption]

Suasana di gua begitu kusyuk. Setiap orang berdoa dengan ujub doa masing-masing. Semua berharap mendapat "sawer rahmat" dari Allah melalui doa devosi kepada Bunda Maria. Cukup lama saya di pelataran gua. Memandang patung Bunda Maria yang diletakan di gua yang asli dan alami. Batu-batu alami menghias lubang gua. 

[caption caption="Gua Maria Fatima Sawer Rahmat"]

[/caption]

Informasi yang saya dapat dari salah satu umat disana, bagian gua yang dibuat hanya bagian bawah, tempat untuk meletakkan bunga dan lilin-lilin doa. Dari prasasti marmer yang ada di samping gua, kita bisa tahu bahwa gua Maria ini diresmikan oleh Kardinal Tomko pada tanggal 21 Juli 1990 dengan nama Gua Maria Fatima Sawer Rahmat.

Matahari mulai bergerak ke barat. Saya duduk menikmati sinar matahari yang jatuh tepat di depan gua. Melihat sekeliling gua sungguh membuat saya kagum. Pohon beringin di samping depan goa tampak meneduhkan dengan banyaknya akar tunjangnya yang menjuntai. Setelah berdoa dan juga berfoto bersama dengan rombongan, kami mengikuti misa di gereja yang berada di dekat gua. Gereja ini merupakan stasi Maria Putri Murni Sejati, Paroki Kristus Raja Cigugur. 

Dalam misa ini, kami meminta berkat untuk benda-benda suci dan air suci yang kami ambil dari gua. Dalam misa ini pula, kami bisa melihat wujud patung Bunda Maria Pembagi Rahmat. Patung ini hanya dikeluarkan pada saat misa. Misa sore itu dipimpin oleh Romo Aloy. Banyak pesan rohani yang disampaikan. Kami merasa dikuatkan dan disegarkan secara rohani.

[caption caption="Bunda Maria Pembagi Rahmat"]

[/caption]

Tak terasa hari sudah sore ketika menuruni gua Maria. Perasaan kami lega dan penuh sukacita. Seringkali kita sebagai manusia, yang kita butuhkan adalah keheningan jiwa. Banyak masalah dan juga hal di luar kita yang membuat kita lelah jiwa dan raga. Berbagai provokasi kebencian bertebaran di media sosial. Akar kebencian, prasangka buruk, permusuhan, dan pembenaran diri semakin tumbuh. 

Terkadang hal-hal seperti itu membuat kita lupa untuk sekedar menilik hati kita. Dengan berziarah dan berdoa dalam keheningan, kita bisa dekat kepada Sang Maha dan mendengar suaraNya. Apakah kita sudah sungguh-sungguh mengasihiNya dan menjadi pembawa damai untuk dunia? 

Buah keheningan adalah doa 
Buah doa adalah iman 
Buah iman adalah cinta 
Buah cinta adalah pelayanan 
Buah pelayanan adalah damai

~Santa Teresa de Calcuta~

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun