Kamis, 13 Oktober 2022, dalam perjalanan Pondok Cabe-Cibinong,Bogor, selepas berbagi pengetahuan di acara Sosialisasi Layanan ISBN di TV UT, Â melalui pesan whatsApp saya berkenalan dengan Tiya Hapitiawati, manajer akuisisi hak cipta Penerbit Moooi Pustaka, penerbit yg didirikan oleh sastrawan Eka Kurniawan.Â
Perbincangan saya dengan mbak Tiya (begitu saya memanggilnya) seputar tentang Layanan ISBN yang diatur dalam Peraturan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2022 Tentang Layanan Angka Standar Buku Internasional (International Standard Book Number).Â
Mbak Tiya menyampaikan kendala-kendala dalam pengajuan buku-bukunya yang dimintakan ISBN, saya sampaikan ke Mbak Tiya beberapa hal terkait dengan aturan tersebut, dan apa yang saya sampaikan juga sudah dimuat di media online detik.com hasil wawancara saya dengan Mas Rakhmad seorang wartawan di Detik.com.
Melalui pesan WA berikutnya, Tiya menyampaikan "Sore, Pak. Saya sudah baca liputan di Detik hari ini. Senang membaca penjelasan Bapak. Soal klaim-mengklaim hak cipta memang sedikit banyak meresahkan.Â
Kami sebagai penerbit karya-karya sastra dari berbagai negara pernah juga dihadapkan pada persoalan semacam itu saat ada penerbit yg menerbitkan karya penulis Jerman yang hak ciptanya kami pegang dan telah beli. Semoga Bapak dkk senantiasa diberi kemudahan dalam menjalankan tugas.
Namun dalam tulisan ini saya tidak membahas tentang Layanan ISBN, saya justru ingin menuliskan karya-karya Tiya yang telah dihasilkan selama ini.
Tiya Haptiawati selain sebagai seorang manajer akuisisi hak cipta Penerbit Moooi Pustaka juga merupakan seorang penerjemah dari buku-buku karya asli yang berbahasa Jerman. Tiya juga tergabung sebagai penerjemah di  bawah naungan Frankfurt Book Fair.
Karya-karya Tiya diantaranya adalah:
1. Laba-laba Hitam karya Jeremias Gotthelf,
2. Lelaki Malang karya Hans Fallada,
3. Kalut karya Stefan Zweig, dan
4. Musim Panas Penghabisan karya Ricarda Huch
Karya-karya tersebut merupakan karya-karya  public domain (sudah bebas hak cipta karena penulis sudah meninggal lebij dari 70 tahun yang sudah menjadi warisan peradaban dunia, Karyal-karya penting Jerman yang  diterjemahkan dan membuat pemerintah Jerman mengundang mbak Tiya dan Kang Eka.  Sementara Nadir merupakan karya peraih Nobel Sastra 2009 Herta Mller yang hak cipta terjemahannya mbak Tiya beli secara eksklusif tahun lalu, dan baru diterbitkan bulan in. Karya-karya terjemahan tersebut diterbitkan oleh penerbit Moooi Pustaka
Karya yang lainnya adalah terjemahan antologi,  yang satu puisi karya sastrawan besar Jerman Bertolt Brecht berjudul "Resolusi Komune" terbit Mei 2021, dan essai karya penulis Jerman peraih Bookprize Jerman (Deutsche Buchpreis) Mithu Sanyal berjudul "Common, Apa itu? " terbit bulan Juni lalu. Antologi buku pertama berjudul "Komune Paris", dan antologi kedua berjudul "Cerita-Cerita Lumbung". Keduanya  diterbitkan penerbit Marjin Kiri.
Tiya Hapitiawati tinggal di Bogor dan bekerja sebagai penerjemah sastra dari bahasa Jerman ke dalam bahasa Indonesia. Tiya lulus dari Universitas Indonesia dengan gelar sarjana humaniora, jurusan Studi Jerman, dan dengan gelar master di bidang Linguistik pada tahun 2016. Selain menerjemahkan karya klasik dan kontemporer dari penulis Jerman, Tiya terlibat dalam beberapa proyek penerjemahan dengan Moooi Pustaka, sebuah perusahaan penerbitan yang berbasis di Jakarta.
Selamat dan sukses selalu buat Tiya, terus berkarya
Translationale Berlin 2022: Tag 2
                                    Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H