Mohon tunggu...
Malinda Sembiring
Malinda Sembiring Mohon Tunggu... Dosen - Nothing is impossible because anything is possible if you believe

PhD Student in Sustainability Accounting at The University of Auckland| Lecturer| Ig/twitter @mssembiring_

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Menyoal "International Conference Heritage of Toba"

12 November 2021   23:53 Diperbarui: 13 November 2021   13:12 3453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
International conference Heritage of Toba | Tangkapan layar KOMED


Warisan Toba menjadi tema yang diangkat dalam penyelenggaran salah satu konferensi internasional, diselenggarakan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/ Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (KEMENPAREKRAF/BAPAREKRAF) guna mendukung Kabupaten Toba Samosir dan sekitarnya agar dapat mengembangkan potensi wisata ke kancah internasional.

Konferensi internasional yang diselenggarakan di TB Silalahi Center Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara telah berlangsung pada Rabu, 13 Oktober 2021 Pukul 10.00-15.00 WIB.

Bertajuk “International Conference Heritage of Toba: Natural & Cultural Diversity,” kegiatan ini dilakukan secara langsung di lokasi dan dalam jaringan (daring) melalui media zoom.

Hadir dalam konferensi ini baik secara luar jaringan (luring) dan daring adalah Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan (Diwakilkan), Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno.

Pembukaan Heritage of Toba | Tangkapan layar KOMED
Pembukaan Heritage of Toba | Tangkapan layar KOMED
Hadir pula Anggota Komisi X DPR RI Sofyan Tan, Anggota Komisi X DPR RI Prof Djohar Arifin Husin, Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi (Diwakilkan), dan Direktur UNESCO Jakarta Mohamed Djelid.Jajaran narasumber diisi berbagai kalangan yang ahli di bidang masing-masing dan dibagi ke dalam dua sesi, bagian pertama membahas “Kaldera Toba: Menyambung Peradaban Zaman,” lalu dilanjutkan dengan “Kolaborasi Budaya, Masyarakat, dan Pariwisata Toba”.

Bicara soal Kaldera Toba, hadir dalam sesi ini Senior Programme Specialist for Water and Environmental Sciences Unesco Jakarta Hans Thustrup, Ahli Geologi Badan Geologi Bandung Indyo Pratomo, Ahli Ekowisata IPB Prof Harini Muntasib, dan Aktivis Lingkungan Annette Horschmann.

Hans dari Unesco Jakarta dalam pemaparannya menyampaikan potensi dari Kaldera Toba yang merupakan satu dari enam UNESCO Global Geoparks di Indonesia yang terdiri atas Gunung Batur, Gunung Sewu, Ciletuh Pelabuhan Ratu, Rinjani Lombok, Kaldera Toba, dan Belitung.

Geopark memiliki daya tarik wisata tersendiri, wisatawan tak hanya menikmati pemandangan, namun juga edukasi dan budaya yang didapatkan dalam satu destinasi.

Hans turut menyampaikan empat hal esensial yang dapat dilakukan untuk mengambangkan wisata berbasis Geopark di Kaldera Toba seperti warisan geografis yang bernilai internasional.

Selain itu, pengembangan Kaldera Toba harus diikuti dengan rencana pengelolaan yang menyediakan kebutuhan sosial dan ekonomi, termasuk melindungi lanskap dan melestarikan identitas budaya.

Berbagai pihak perlu mempromosikan pembangunan ekonomi lokal yang berkelanjutan terutama melalui ekowisata. Hal lain yang tak kalah penting menurut Hans adalah menjalin kerjasama dengan masyarakat lokal serta jaringan Geopark Global.

Tangkapan layar pribadi
Tangkapan layar pribadi
Ahli Geologi Badan Geologi Bandung Indyo Pratomo, dalam pemaparannya menyoroti soal potensi Geowisata di Kaldera Toba.Danau Toba adalah “danau vulkanik terbesar” di dunia, dibentuk oleh “letusan supervolcano terbesar” pada 0,74 ka, yang melampaui batuan dasar Paleozoikum pulau Sumatera (terbentuk di lingkungan Kutub Selatan).

Tanah Samosir mulai muncul di permukaan air Danau Toba (+ 900 m) sejak 33.000 tahun yang lalu dan terangkat setidaknya 700 m dari posisi semula, dan miring ke barat.

Samosir adalah “The Youngest Resurgent Doming” di Bumi. Rumah Adat Batak merupakan salah satu konstruksi warisan budaya leluhur yang sangat responsif dalam mengantisipasi bahaya geologi (kearifan lokal).

Optimalisasi sektor pariwisata Danau Toba melalui pengembangan wisata berwawasan lingkungan menjadi topik yang disampaikan oleh Ahli Ekowisata IPB Prof Harini Muntasib. Ia mengkaji sektor pariwisata danau toba ke dalam lima objek, yaitu geologi, danau, biologi, sosial, dan budaya.

Objek geologi dan danau meliputi situs batuan dan endapan Kaldera Toba yang terdiri atas Panorama Tele, Endapan Piroklastik, Aek Rangat Pusuk Buhit, Mata Air Panas Sampean Pintu Batu Simbolon, Endapan Danau Huta Tinggi, Endapan Lahar Huta Tinggi, serta Endapan Danau dan Diatom Lintasan Salaon Toba.

Sementara itu, objek biologi meliputi flora seperti andaliman, daun sirih, jeruk purut, pohon beringin, kopi ateng jaluk, dan pohon pinus.

Fauna yang dapat dijumpai adalah jenis endemik di Danau Toba yaitu ikan Batak atau ihan. Objek sosial dan budaya seperti Tempat Berdoa kepada Si Boru Naitang, Rumah Adat Batak Toba, Pagar Batu Huta Siallagan di Ambarita, dan Batu Parsidangan di Ambarita.

Tangkapan layar saat mengikuti IC Heritage of Toba | Dokumen pribadi
Tangkapan layar saat mengikuti IC Heritage of Toba | Dokumen pribadi
Sesi I ini juga diisi oleh Aktivis Lingkungan Annette Horschmann yang berbicara soal The New Toba Sustainable Development in Every Sector.Annette menekankan pentingnya peran pemerintah, pelaku wisata, dan masyarakat dalam mewujudkan ekowisata yang menonjolkan alam sebagai atraksi, green hotels, dan keterlibatan masyarakat lokal.

Ia juga mengharapkan, kedepannya wisata danau toba mengedepankan keberlanjutan dan pengalaman yang berkualitas bagi wisatawan yang berkunjung.

“Kolaborasi Budaya, Masyarakat, dan Pariwisata Toba” menjadi tema utama pada sesi kedua yang berlangsung pukul 13.00-15.00 WIB.
Hadir pada sesi tersebut adalah Fashion Designer Athan Siahaan, Ahli Budaya Batak Universitas Hawaii USA Prof Uli Kozok, Praktisi Kuliner Indonesia Santhi Serad, dan Musisi Viky Sianipar.

Fashion Designer Athan Siahaan hadir membahas kain ulos Batak Toba sebagai kekayaan budaya yang berpotensi mendorong pariwisata Danau Toba.

Menurut Athan, ulos bisa menjadi sesuatu yang unik dan elegan dengan kreativitas para partonun dan pekerja seni, “Kita buat mereka berpikir kalau datang ke toba harus beli buah tangan yaitu ulos Batak.” Hal ini bisa terjadi dengan kerjasama yang baik antara pihak terkait mulai dari partonun, pekerja seni dan pemerintah.

Tangkapan layar pribadi
Tangkapan layar pribadi
Ahli Budaya Batak Universitas Hawaii USA Prof Uli Kozok dalam pemaparannya tentang wisata budaya menyatakan wisata apa pun diharapkan memiliki unsur budaya yang selain menghibur, juga dapat mendidik.Wisatawan yang datang pun dapat belajar tentang budaya, adat-istiadat, agama tradisional, bertenun, membuat kerajinan tangan, mempelajari Bahasa, dan mempelajari sejarah setempat.

Berbagai jenis wisata kedepannya juga dapat dikembangkan di Kaldera Toba seperti wisata agama (penyebaran agama Kristen dan parmalim), wisata agro (kopi, padi, sayur, dan buah), wisata pendidikan (ilmu bumi, bahasa, ekologi).

Selain itu juga wisata alam (hutan, air terjun, pemandangan alam), wisata bahari (berkayak, berkanu, marsolu, berenang), wisata kuliner (masakan khas Batak), wisata hewan, dan wisata buru (memburu babi hutan).

Ragam kuliner Batak sebagai daya tarik potensi dan faktor pengembangan pariwisata Toba adalah tema yang disampaikan Praktisi Kuliner Indonesia, Santhi Serad.

Kuliner merupakan elemen budaya suatu bangsa, yang mudah dikenali sebagai identitas suatu masyarakat. Kuliner Batak menurut Santhi memiliki keunikan tersendiri seperti lada Batak andaliman yang pedas getir dan kebal di lidah.

Santhi juga memiliki menu sambal andaliman yang ia pasarkan. Ditambah pula dengan kelas masak sambal yang ia prakarsai. Komposisi lain yang tak kalah menarik adalah bunga aromatik. Biasa disebut dengan rias, kencong, kecombrang, atau honje.
Selain itu, ada pula buah dari tanaman kecombrang yaitu asam patikala atau lumrah disebut asam cikala. Tiga bahan masakan lain yang tak kalah menarik adalah jeruk jungga, asam gelugur, dan bawang Batak.

Terkait perkembangan kuliner Batak, Santhi berharap adanya diplomasi kuliner beberapa menu makanan Batak masuk di dalam sajian di kedutaan-kedutaan Indonesia di luar negeri, lebih gencar mempromosikan ragam bumbu dan makanan khas Batak dengan storytelling mengenai adat dan budaya yang menarik.

Selain itu, diharapkan pihak terkait menyajikan lebih banyak makanan dan minuman lokal di hotel dan homestay yang berlokasi di Kaldera Toba.

Kolaborasi Chef dan Praktisi kuliner dalam mempromosikan masakan lokal Batak di tingkat Nasional. Ditambah dengan inovasi pengolahan bahan pangan lokal untuk oleh-oleh, melibatkan masyarakat daerah (Andaliman, Minuman Terong Belanda).

Musisi Viky Sianipar hadir dengan terobosannya dalam mengemas musik khas Batak ke dalam rupa baru yang diminati anak muda. Salah satu karyanya berjudul Aut Boi Nian telah ditonton lebih dari 21 juta kali di youtube.

Ia juga menegaskan pentingnya kemasan yang tepat terhadap musik daerah sehingga wisatawan yang tidak memiliki rekam sejarah terhadap musik Batak, tetap dapat menikmati musik tersebut dan akhirnya dapat menjadi bagian dari pembangun wisata di Kaldera Toba dan mendukung Wonderful Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun