Mohon tunggu...
Malinda Sembiring
Malinda Sembiring Mohon Tunggu... Dosen - Nothing is impossible because anything is possible if you believe

PhD Student in Sustainability Accounting at The University of Auckland| Lecturer| Ig/twitter @mssembiring_

Selanjutnya

Tutup

Money

Mereposisi Kesadaran Wajib Pajak Lewat Wajib Zakat

4 September 2015   10:00 Diperbarui: 4 September 2015   10:58 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemahaman terhadap definisi pajak dan zakat sebenarnya sudah dapat mengerucutkan peran zakat terhadap pajak. Zakat merupakan kewajiban dari Allah SWT kepada kaum muslimin, sementara pajak merupakan kewajiban dari pemerintah bagi seluruh warga negara.

 

Kedudukan Zakat Terhadap Pajak

Praktik pajak dan zakat yang terjadi saat ini telah mengakibatkan penggandaan pengeluaran yang harus disisihkan dari penghasilan. Lantas muncul istilah dualisme zakat dan pajak. Hal ini terjadi seiring dengan seorang wajib pajak juga merupakan seorang wajib zakat (muzzaki). Dualisme tentu berakibat pada pemungutan dua kali dari penghasilan yang didapatkan.

Dualisme ini diperkuat dengan adanya dua Undang-Undang yang mengatur perihal wajib pajak dan muzzaki. Kewajiban pajak tertuang dalam UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh), sementara kewajiban zakat tercantum dalam UU No. 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat. Pada kedua UU  tersebut dinyatakan dengan jelas pajak dan zakat adalah kewajiban. Penghasilan wajib dikenakan PPh dan zakat profesi.

Beban lain yang harus dipikul seorang Wajib Pajak adalah PPN atas konsumsi segala barang dan jasa. Pajak ini tentu dibayarkan dengan penghasilan yang sudah dikenai PPh. Ditambah pula dengan adanya PBB untuk bangunan yang ditinggali, tanah, dan asset tak bergerak lainnya yang pembayarannya juga menggunakan penghasilan. Hal ini tentu menjadi beban ganda bagi para wajib pajak yang juga dikenai wajib zakat.

Menyoal dualisme zakat dan pajak, tindakan yang dapat dilakukan adalah menjadikan zakat sebagai pengurang penghasilan pajak. Hal ini mungkin dilakukan mengingat subjek zakat dan pajak adalah sama, yaitu kaum muslimin. Selain itu, objek zakat dan pajak relatif sama, yakni penghasilan.

Kedudukan zakat terhadap pajak sebagai pengurang pajak sebenarnya dapat diupayakan dengan mengemukakan alasan-alasan fiskal seperti zakat sebagai pengurang (kredit) pajak disamakan statusnya dengan pajak terutang di luar negeri (Pasal 24 UU PPh). Zakat dapat pula dijadikan sebagai kredit pajak yang disamakan statusnya seperti fiskal luar negeri. Lalu, kita juga bisa mencontoh Malaysia yang sejak revisi aturan perpajakannya pada 2006, telah memasukkan zakat sebagai diskon atau pengurang terhadap pajak penghasilan yang terutang.

 

Konsep Pajak Menurut Sistem Ekonomi Islam

Ketika zakat telah menjadi pengurang pajak penghasilan, aturan mengenai konsep pajak yang ideal perlu diciptakan. Pajak termasuk komponen pendapatan (penerimaan) negara, yang merupakan bagian dari kebijakan fiskal. Walaupun dalam pengelolaan kebutuhan negara terdapat kebijakan moneter, kebijakan fiskal memegang peranan penting karena adanya kewajiban mengeluarkan zakat dan pajak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun