Eksposur yang berlebihan pada gaya hidup mewah atau standar kecantikan tertentu dapat memicu rasa ketidakpuasan diri, terutama di kalangan remaja. Dampaknya bisa berupa rendah diri, kecemasan, bahkan depresi, akibat tekanan untuk memenuhi standar yang tidak realistis ini. Influencer bisa saja mempromosikan produk diet, kosmetik mahal, atau gaya hidup eksklusif bisa, tanpa sadar, menanamkan pemikiran konsumtif yang berdampak negatif pada psikologis pengikutnya, terutama yang berkalangan muda.
Apakah Regulasi Diperlukan?
Menurut Anda, apakah regulasi lebih ketat pada konten influencer diperlukan? Di beberapa negara, sudah ada upaya untuk mengatur konten iklan influencer demi meningkatkan transparansi. Namun, dengan audiens muda yang semakin rentan, regulasi yang lebih ketat mungkin masih diperlukan. Batasan pada jenis produk yang boleh dipromosikan bagi audiens muda, serta kewajiban pengungkapan yang lebih jelas, bisa membantu melindungi anak-anak dan remaja dari pengaruh negatif iklan yang terselubung.
Alternatif: Edukasi Literasi Media bagi Audiens
Bagaimana jika kita bisa membekali diri dan generasi muda dengan kemampuan untuk melihat media sosial secara lebih kritis? Selain menunggu regulasi yang ketat, edukasi literasi media bisa menjadi solusi yang langsung kita terapkan. Bayangkan jika anak-anak dan remaja mampu menilai dan menganalisis konten yang mereka lihat setiap hari, mereka akan lebih bijaksana dalam menghadapi tren yang dipromosikan influencer.
Sekolah dan orang tua bisa memainkan peran besar di sini. Apa pendapat Anda? Bayangkan, dengan bimbingan yang tepat, generasi muda kita dapat belajar berpikir kritis terhadap konten media sosial.
Yuk, kita jadikan literasi media sebagai bagian penting dalam mendampingi mereka di era digital ini!
Referensi
https://hybrid.co.id/post/influencer/
https://sisi.id/stories/insight/pentingnya-peran-influencer-dalam-aktivitas-pemasaran/
https://www.beritamagelang.id/kolom/pengaruh-influencers-dan-media-sosial-bagi-milenial