Pernah nggak, terpikir untuk jadi seorang influencer?
Di era digital ini, influencer tuh nggak hanya jadi sosok populer di media sosial---mereka juga bisa punya pengaruh besar, lho, terutama di platform seperti Instagram, TikTok, atau YouTube. Bayangkan saja, kehadiran mereka bukan cuma bikin dunia hiburan makin seru, tapi juga bisa memengaruhi gaya hidup, pilihan, bahkan cara berpikir para pengikut mereka. Dan sebagian besar pengikut ini adalah remaja dan anak-anak.
Jadi influencer itu seru, tapi juga tanggung jawabnya besar. Misalnya, kamu bakal sering bekerja sama dengan berbagai merek untuk mempromosikan produk. Tapi nggak semua produk itu sesuai atau aman, terutama buat audiens muda. Ini jadi salah satu tantangan penting yang perlu diingat kalau kamu ingin terjun ke dunia influencer.
Dalam era digital, menjadi seorang influencer menjadi sosok yang sangat berpengaruh di media sosial, terutama di platform seperti Instagram, TikTok, dan YouTube. Kehadiran mereka tidak hanya meramaikan dunia hiburan, tetapi juga berdampak besar pada gaya hidup, preferensi, bahkan pola pikir para pengikut mereka, yang kebanyakan adalah remaja dan anak-anak. Menjadi seorang influencer berarti kamu akan sering bekerja sama dengan berbagai merek untuk mempromosikan produk yang mungkin tidak selalu sesuai atau aman untuk audiens muda.
Fenomena ini memicu pertanyaan: Haruskah ada regulasi lebih ketat terhadap konten yang mereka tayangkan untuk melindungi generasi muda dari potensi pengaruh negatif?
Pengaruh Besar terhadap Audiens Muda
Tahukah Anda bahwa pada tahun 2024, sebagian besar pengguna internet Indonesia adalah Gen Z (34,4%) dan milenial (30,62%)? Dengan tingkat penetrasi internet mencapai 79,5% dan sebagian besar pengguna tinggal di wilayah urban (69,5%), dunia digital terus membentuk cara kita hidup, termasuk tren dan gaya hidup yang diikuti banyak orang. Bagi remaja, pengaruh influencer bisa saja menggunakan kesempatan itu---mulai dari produk-produk, tren fashion, dan kecantikan hingga berbagai pilihan gaya hidup. Namun, penting untuk diingat bahwa tidak semua yang ditampilkan online selalu realistis atau sehat.
Kurangnya Transparansi dan Pengungkapan yang Jelas
Pernahkah kalian mengalami ini? Saat menonton video di YouTube, tiba-tiba orangnya bilang, "Video ini disponsori oleh..." dan sponsornya hampir selalu sama: NordVPN, Honey, HelloFresh, Skillshare, Raycon, Squarespace, dan tentu saja, RAID SHADOW LEGENDS!
Salah satu tantangan terbesar di media sosial saat ini adalah kurangnya transparansi dalam konten promosi. Walaupun sebagian platform sudah diperbolehkan influencer untuk menandai konten bersponsor, masih ada banyak yang tidak memberikan pengungkapan yang jelas dan jujur. Hal ini bisa membuat audiens, terutama anak-anak dan remaja, sulit membedakan antara rekomendasi murni dan iklan berbayar. Akibatnya, mereka mungkin tergoda untuk membeli produk yang sebenarnya tidak mereka butuhkan atau bahkan tidak sesuai untuk mereka.
Potensi Dampak Psikologis dan Sosial pada Audiens
Eksposur yang berlebihan pada gaya hidup mewah atau standar kecantikan tertentu dapat memicu rasa ketidakpuasan diri, terutama di kalangan remaja. Dampaknya bisa berupa rendah diri, kecemasan, bahkan depresi, akibat tekanan untuk memenuhi standar yang tidak realistis ini. Influencer bisa saja mempromosikan produk diet, kosmetik mahal, atau gaya hidup eksklusif bisa, tanpa sadar, menanamkan pemikiran konsumtif yang berdampak negatif pada psikologis pengikutnya, terutama yang berkalangan muda.
Apakah Regulasi Diperlukan?
Menurut Anda, apakah regulasi lebih ketat pada konten influencer diperlukan? Di beberapa negara, sudah ada upaya untuk mengatur konten iklan influencer demi meningkatkan transparansi. Namun, dengan audiens muda yang semakin rentan, regulasi yang lebih ketat mungkin masih diperlukan. Batasan pada jenis produk yang boleh dipromosikan bagi audiens muda, serta kewajiban pengungkapan yang lebih jelas, bisa membantu melindungi anak-anak dan remaja dari pengaruh negatif iklan yang terselubung.
Alternatif: Edukasi Literasi Media bagi Audiens
Bagaimana jika kita bisa membekali diri dan generasi muda dengan kemampuan untuk melihat media sosial secara lebih kritis? Selain menunggu regulasi yang ketat, edukasi literasi media bisa menjadi solusi yang langsung kita terapkan. Bayangkan jika anak-anak dan remaja mampu menilai dan menganalisis konten yang mereka lihat setiap hari, mereka akan lebih bijaksana dalam menghadapi tren yang dipromosikan influencer.
Sekolah dan orang tua bisa memainkan peran besar di sini. Apa pendapat Anda? Bayangkan, dengan bimbingan yang tepat, generasi muda kita dapat belajar berpikir kritis terhadap konten media sosial.
Yuk, kita jadikan literasi media sebagai bagian penting dalam mendampingi mereka di era digital ini!
Referensi
https://hybrid.co.id/post/influencer/
https://sisi.id/stories/insight/pentingnya-peran-influencer-dalam-aktivitas-pemasaran/
https://www.beritamagelang.id/kolom/pengaruh-influencers-dan-media-sosial-bagi-milenial
https://apjii.or.id/berita/d/apjii-jumlah-pengguna-internet-indonesia-tembus-221-juta-orang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H