mam Nawawi dilahirkan pada bulan Muharram tahun 631 H di Nawa, sebuah kampung di daerah Dimasyq (Damascus) yang sekarang merupakan ibukota Suriah. Imam Nawawi dididik oleh ayah beliau yang terkenal dengan kesalehan dan ketakwaan.
Imam Nawawi mulai belajar di katatib (tempat belajar baca tulis untuk anak-anak) dan hafal Al-Quran sebelum menginjak usia baligh. Imam Nawawi tinggal di Desa Nawa sampai usia 18 tahun.
Kemudian pada tahun 649 H ia memulai rihlah thalabul ilmi-nya ke Dimasyq dengan menghadiri halaqah-halaqah ilmiah yang diadakan oleh para ulama kota tersebut. Ia tinggal di madrasah Ar-rawahiyyah di dekat Al-Jami’ Al-Umawiy.
Jadilah thalabul ilmi sebagai kesibukannya yang utama. Disebutkan bahwa ia menghadiri dua belas halaqah dalam sehari. Ia rajin sekali dan menghafal banyak hal. Ia pun mengungguli teman-temannya yang lain
Di dalam buku ini banyak ayat, hadits, dan juga riwayat dari para sahabat yang menunjukkan tentang keutamaan ilmu. Ini menjadi bukti bahwa memotivasi diri untuk mencari ilmu dan bersungguh-sungguh dalam mempelajarinya adalah hal yang sesuai dengan ajaran agama.
Dibuku ini juga diterangkan bahwa di dalam Kitab al-Faqqih wa al- Mutafaqqih,Al-Khathib al-Khafid Abu Bakar Ahmad bin Ali bin Tsabit al-Baghdadi meriwayatkan beberapa hadits dari Ibnu Umar Ra.
Bahwa Rasulullah Saw. bersabda, ”Ketika dalam perjalanan kalian menjumpai taman-taman surga, maka singgahlah barang sebentar”.
Yang dimaksudkan taman surga yaitu majelis-majelis dzikir atau keilmuan yang membahas tentang halal dan haram, tentang caranya berniaga dan jual beli, tentang caranya berpuasa, tentang nikah dan talak, juga tentang caranya berhaji, dan lain sebagainya.
Bahkan Anas Ra, meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda: “Satu orang yang berilmu jauh lebih utama kedudukannya di sisi Allah Swt. Daripada seribu orang ahli ibadah.”. Dalam hal ini kita dapat mengetahui seberapa pentingnya sebuah ilmu didalam kehidupan di dunia maupun akhirat.
Imam Nawawi menuliskan jika ilmu itu terbagi ke dalam dua kategori, yakni ilmu syar’i dan ilmu ghairu syar’i. Ilmu syar’i terbagi lagi menjadi dua bagian, yakni ilmu yang diwajibkan (ilmu yang harus dipelajari untuk di ketahui) dan ilmu yang dianjurkan (ilmu yang hukum mempelajarinya tidak sampai derajat ilmu yang di haruskan dalam artian ilmu wajib).
Ilmu ghairu syar’i terbagi ke dalam tiga macam; ilmu yang di haramkan (ilmu yang jika dilakukan akan mendapat dosa),ilmu yang di makruhkan (ilmu yang dianjurkan untuk dijauhi), serta ilmu yang di mubahkan (ilmu yang tidak ada manfaat maupun kerugian).