Badut jalanan, yang semula hanya dikenal sebagai penghibur di berbagai acara, kini semakin menjadi bagian tak terpisahkan dari pemandangan perkotaan. Mereka telah melampaui sekadar hiburan semata dan beralih menjadi mata pencaharian yang signifikan bagi banyak individu. Fenomena ini menarik perhatian banyak pihak karena menggambarkan perubahan peran sosial dan ekonomi dari profesi yang sebelumnya dianggap sebagai hiburan belaka.
Salah satu pengamen badut jalanan di daerah pertigaan Gintung Kecamatan Ciputat, Agis mengungkapkan bahwa ia mengamen menjadi badut jalanan bukan karena alasan lain, tapi karena alasan untuk menyambung hidup dan memberi makan istri dan kedua anaknya.
"Engga seberapa ya, tapi mau gimana lagi kan, anak dua di rumah istri juga butuh makan, alhamdulillah ada yang ngasih seribu, dua ribu mah kadang malah gope, seratus perak, bersyukur aja kita mah yang penting masih bisa makan." Ungkap Agis, Rabu (03/01/2023).
Agis juga menambahkan sebelum beralih profesi menjadi pengamen badut jalanan, ia merupakan seorang pedagang sayur keliling namun dikala itu terjadi wabah virus COVID 19 yang mengharuskan dirinya beralih profesi.
"Sebelum jadi badut jalanan dulunya saya jualan sayur keliling-keliling,cuman waktu itu karena Covid jadi gak ada yang beli gara-gara peraturan pemerintah kan kaga boleh keluar rumah, jadinya saya ngamen jadi badut begini." Ucapnya.
Kehadiran badut jalanan tidak hanya menarik perhatian anak-anak, tetapi juga menyuguhkan hiburan bagi orang dewasa. Di balik senyum ceria dan trik sulap yang mereka tampilkan, terdapat kisah-kisah hidup yang penuh perjuangan. Banyak di antara mereka yang memilih jalur ini karena sulitnya mencari pekerjaan lain, sementara yang lain melihatnya sebagai cara untuk mengekspresikan kreativitas mereka. Dahulu, badut jalanan dikenal sebagai penghibur yang berusaha menyemarakkan suasana dengan trik sulap, dan pertunjukan lucu untuk menghibur anak-anak maupun orang dewasa yang lewat. Mereka berada di sana untuk memberikan keceriaan tanpa mengganggu orang lain. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, beberapa badut jalanan telah beralih dari sekadar menjadi penghibur menjadi mencari nafkah.
Kamil salah satu pengguna jalan yang sering kali melihat fenomena badut jalanan, berpendapat bahwa fenomena badut jalanan ini dijadikan sebagai profesi tetap untuk mencari kebutuhan sehari-hari, semakin hari jumlah pengamen badut jalanan ini membeludak dan terlihat kurang bagus di tengah-tengah padatnya suasana perkotaan.
"Saya melihat fenomena itu sebagai orang yang menggunakan pakaian badut, menjadikan dia kebutuhan sehari-hari untuk mencari nafkah, dan kalo dilihat-lihat kalo membeludak kaya gitu juga kaya kurang pantes, kaya mengurangi keestetikaan suasana perkotaan aja." Ungkap Kamil (06/01/2023)
Beberapa pejalan kaki merasa keresahan dengan transformasi ini. Mereka mengeluhkan bahwa badut jalanan yang dulunya menghadirkan senyuman kini lebih agresif dalam mencari sumbangan dan bahkan terkadang mengejar pejalan kaki yang enggan memberikan imbalan. Hal ini menciptakan ketidak nyamanan dan memunculkan pertanyaan tentang batasan antara hiburan dan tekanan dalam ruang publik.
Kamil juga menambahkan kalau pengamen badut jalanan ini terkadang ketika datang satu, yang lain ikut datang jadi tidak sekali saja ia mendatangi rumah warga, ia berpendapat bahwasannya para badut ini memiliki komunitas jadi ketika satu datang ke rumah warga yang lain ikut mendatangi jadi silih berganti.
"Sesuai pengalaman saya kalau hanya satu orang dua orang itu no problem lah karena apa salahnya kita memberikan sebagian rezeki kita untuk mereka tapi kalo misalkan caranya datang silih berganti dengan orang yang berbeda-beda, kita merasa terganggu juga dengan adanya mereka, kalo misalkan kita ngasih yang laen juga datang bawa temennya kaya punya komunitas gitu mereka." Ucapnya
Namun demikian, kesejahteraan para badut jalanan juga memunculkan pertanyaan tentang perlindungan sosial dan hak-hak pekerja. Dalam beberapa kasus, mereka menghadapi tantangan seperti regulasi yang ketat, kurangnya akses terhadap layanan kesehatan, dan ketidak pastian ekonomi. Sementara beberapa kota telah mencoba untuk mengakomodasi keberadaan badut jalanan dengan memberikan izin dan lokasi khusus, masih banyak tantangan yang perlu diatasi. Perlindungan terhadap hak-hak pekerja, akses terhadap layanan kesehatan, serta pengakuan akan kontribusi mereka dalam memperkaya kehidupan perkotaan menjadi hal-hal yang perlu diperhatikan.
Dalam menghadapi perubahan ini, penting bagi pemerintah kota dan komunitas setempat untuk mencari solusi yang adil bagi semua pihak. Perlindungan terhadap kebebasan berekspresi dan hiburan jalanan perlu sejalan dengan keamanan dan kenyamanan pejalan kaki. Dialog terbuka antara badut jalanan, pejalan kaki, dan pihak berwenang dapat menjadi langkah awal untuk mencari titik temu yang memadai.
Transformasi peran badut jalanan dari hiburan hingga mata pencaharian memang telah menimbulkan keresahan di kalangan pejalan kaki. Namun, dengan dialog dan keterlibatan semua pihak, diharapkan solusi yang dapat menciptakan ruang publik yang aman, nyaman, dan tetap menyenangkan bagi semua.
Maulana Malik Nurmansyah  11220511000132
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H