Pada saat Sumpah Pemuda tahun 1928, bahasa Indonesia disahkan sebagai bahasa yang menyatukan beragam perbedaan etnis dan budaya di dalam bangsa. Kesepakatan ini tercapai setelah berbagai diskusi panjang sejak awal munculnya gerakan tersebut.
Pada dekade 1920-an, ketika organisasi-organisasi pribumi mulai bermunculan,, setiap organisasi masih menggunakan bahasa mereka sendiri, yang kebanyakan adalah bahasa daerah, Melayu, Tionghoa, dan ada yang menggunakan bahasa Belanda.
Kemudian munculah upaya dari para tokoh pergerakan tentang perlunya bahasa persatuan untuk melawan dominasi Kolonialisme Belanda. Upaya tersebut terwujud dalam Sumpah Pemuda tahun 1928, sejak saat itu bahasa Indonesia digunakan sebagai alat untuk menyampaikan aspirasi politik.
Sumpah Pemuda tahun 1928 ini menyatakan tekad untuk memiliki satu tanah air yaitu Indonesia, menjadi satu bangsa yaitu bangsa Indonesia, dan menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.
Peran bahasa Indonesia telah menggabungkan beragam kelompok etnis ke dalam satu kesatuan sebagai bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia juga menjadi alat dalam perjuangan untuk kemerdekaan bangsa ini, mengembangkan serta menjaga semangat solidaritas dan semangat nasionalisme, serta membentuk sebuah peradaban baru yang berkaitan dengan Indonesia.
Sepuluh tahun berikutnya, terjadi Kongres Bahasa Indonesia Pertama pada tahun 1938 di Surakarta, membahas pentingnya pengembangan bahasa Indonesia melalui penciptaan kata-kata baru. Kemudian, puncak peran bahasa tercapai pasca kemerdekaan saat bahasa tersebut dijadikan bahasa negara sesuai Pasal 36 UUD 1945.
Penunjukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara telah meningkatkan perannya sebagai bahasa resmi dalam administrasi pemerintahan dan sebagai alat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, serta kebudayaan Indonesia.
Selama perjalanannya, bahasa Indonesia telah mengalami transformasi yang bervariasi dan beradaptasi dengan berbagai situasi politik yang berubah-ubah, dari masa orde lama hingga masa reformasi. Namun, peran bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi nasional, penyatuan dan pembangunan tetaplah kuat, serta sebagai bahasa utama dalam pendidikan bagi generasi muda bangsa.
Peran tersebut ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi dalam pendidikan.
Sebagai media pembelajaran, bahasa Indonesia memiliki kapasitas untuk mengantarkan pengetahuan serta membantu dalam proses pembentukan kepribadian dan pengembangan aspek spiritual, emosional, dan intelektual anak-anak bangsa, yang berkontribusi pada kemajuan bangsa Indonesia saat ini.
Sejak awal perkembangannya, Bahasa Indonesia telah mencerminkan proses sosial, budaya, dan politik yang menjadi pandangan bersama sebagai bangsa Indonesia. Oleh karena itu, Bahasa Indonesia dapat dianggap sebagai cermin dari semangat kebangsaan untuk memajukan Bhinneka Tunggal Ika. Sebagai hasil dari proses sosial-budaya yang beragam, Bahasa Indonesia memiliki beberapa ciri khas.
Pertama, Bahasa Indonesia bersifat inklusif dan terbuka. Berbagai bahasa daerah dan asing telah diserap dan kemudian menjadi bagian dari Bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia mencerminkan proses komunikasi yang inklusif dan interaksi masyarakat yang melibatkan berbagai kelompok, termasuk hubungan dengan bangsa lain. Maka dari itu, konsep "pemurnian bahasa" tidak sejalan dengan prinsip inklusif yang menjadi inti dari Bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia tetap hidup karena sifat inklusifnya.
Kedua, Bahasa Indonesia bersifat pluralis. Bahasa Indonesia menerima perbedaan dan keragaman sebagai kekayaan bangsa. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mencerminkan semangat Bhinneka Tunggal Ika, yaitu keberagaman yang menjadi warisan bangsa. Bahasa Indonesia akan terus berkembang karena pluralisme adalah karakteristik yang mendasar dari bahasa tersebut. Tanpa pluralisme, Bahasa Indonesia akan kehilangan jiwa.
Ketiga, Bahasa Indonesia bersifat demokratis dan egaliter. Semua orang, tanpa memandang status sosial, latar belakang, suku, atau agama, dapat berkomunikasi langsung menggunakan bahasa yang sama. Tidak ada hierarki sosial dalam penggunaan Bahasa Indonesia. Karena itu, Bahasa Indonesia dengan cepat dapat menjadi "bahasa kemanusiaan" di mana semua orang dianggap setara dalam penggunaan Bahasa Indonesia.
Keempat, Bahasa Indonesia bersifat sebagai perekat bangsa. Kehadiran Bahasa Indonesia dapat diterima di semua daerah, wilayah, agama, dan etnis, baik di perkotaan maupun pedesaan, oleh perempuan dan laki-laki. Bahasa Indonesia telah lama menjadi perekat persatuan bangsa sebelum Republik Indonesia berdiri. Dengan karakteristik ini, sikap yang menentang pluralisme, inklusivitas, kesetaraan, dan yang memecah belah persatuan bangsa, dianggap sebagai ancaman bagi kelangsungan Bahasa Indonesia.
Oleh karena itu, inklusivitas, kesetaraan, dan pluralisme yang melekat pada Bahasa Indonesia perlu dikelola untuk keperluan pembangunan sosial, politik, dan ekonomi bangsa. Kebijakan penggunaan Bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing dalam pendidikan harus dirancang untuk memperkuat peran Bahasa Indonesia sebagai penjaga identitas bangsa yang menyatukan keragaman suku bangsa di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H