Pilihan oshinya ialah Beby Chaesara Anadila dari Generasi 1 JKT48. Ada tiga hal yang membuat ia memilih Beby, pertama karena seumuran, kedua karakternya yang pintar dan cerdas, dan ketiga karena ia mengerti tentang konsep menulis.Â
"Saya perhatikan Beby itu paling memperhatikan kerangka penulisan yang baik dan baku, tetapi tetap seru tulisan-tulisannya. Karena saya juga kan kebetulan minat di dunia kepenulisan, jadi jika lihat tweet-tweetnya Beby, ouh ini cocok buat dijadiin oshi," paparnya.
"Jadi awalnya saya hanya sekedar fans far, karena masih di kampung. Baru mengerti dan nonton di teater itu tahun 2016 ketika sudah kuliah di Jakarta," imbuhnya.
Ia menyoroti karakteristik unik dari grup idol yang memiliki slogan tumbuh dan berkembang bersama fans yang membedakannya dari grup idol baik dalam dalam dan luar negeri, yakni ketika member debut, mereka tidak langsung menjadi ahli dalam segala penampilan, dan pihak JKT48 sengaja melatih mereka dari awal.
"Debut anggota JKT48 memberikan kesempatan bagi penggemar untuk melihat perkembangan mereka, dengan awalnya mungkin masih kurang dalam hal tarian, namun kemudian memberikan peningkatan yang signifikan," ujarnya.
Bagi NA, JKT48 mirip dengan sebuah drama kolosal dengan banyak tokoh dan karakter. Ia merasa dapat mengikuti cerita unik dari masing-masing member, sehingga pengalaman menjadi fans JKT48 sangat seru dan tidak kalah menarik dengan aktivitas lainnya, seperti menonton film, bermain game, membaca buku berjilid-jilid.
"Kemudian Interaksi antar fandom JKT48 memungkinkan saling berkenalan dan berinteraksi sesuai konsep fanbase-nya. Contohnya, saat saya aktif dalam komunitas fanbase JKT48, saya berada dalam kelompok Beby Oshi karena dia adalah oshi saya. Tugas saya adalah mempromosikan serta memberikan dukungan kepada Beby di media sosial, ikut merayakan ulang tahun. Nah, persaingan sehat antara fanbase merupakan hal positif dan sebentar lagi akan ada acara yang disebut sousenkyo," paparnya.
Ada harapan yang besar terhadap JKT48 sekarang karena grup ini telah menjadi sangat populer di kalangan anak muda. Menurutnya dahulu, JKT48 lebih tersegmentasi, tidak semua orang mengenal semua member karena keterbatasan informasi pada masa itu. Media sosial seperti TikTok dan live streaming belum seadvanced sekarang, sehingga penggemar JKT48 pada saat itu adalah mereka yang benar-benar fokus pada budaya itu.
Namun, dengan penyebaran media sosial, TikTok, Instagram, serta penyebaran live streaming melalui banyak akun TikTok, JKT48 menjadi lebih mainstream. Lebih banyak orang mengenal para membernya sekarang. Baginya, itu merupakan pencapaian yang bagus, tapi penting untuk tidak mengorbankan kualitas JKT48 hanya karena sudah menjadi bagian dari budaya populer dan dikenal luas. Perlu diingat bahwa keberlangsungan JKT48 bergantung pada dukungan komunitas penggemarnya.
Ketika JKT48 debut, sejumlah idol grup lain seperti Cherrybelle, Seven Icon, Smash, dan bahkan Coboy Junior juga hadir pada saat yang bersamaan. Namun, sayangnya, kelompok-kelompok tersebut tidak bertahan lama. Meskipun awalnya mereka memiliki banyak penggemar dan dikenal luas, namun tidak memiliki segmentasi yang kuat di dalam fandom mereka.
"Saya berharap manajemen JKT48 tidak lupa akan pentingnya sistem fandom setelah mendapatkan ketenaran. Sangat penting untuk tidak melupakan penggemar yang telah memberikan dukungan sejak awal kepada JKT48. Saya menyadari bahwa penggemar JKT48 cenderung setia. Oleh karena itu, kita harus memastikan agar tidak mengecewakan mereka dan terus meningkatkan kualitas JKT48," harapnya.