Pernahkah kalian menonton film Misteri Gunung Merapi? Masa sih nggak pernah, ituloh
Mak Lampir, nenek sakti berwajah seram dengan suara ketawanya yang khas dan selalu
membuat kerusakan.
Film yang rilis tahun 1998 ini dalam beberapa episodenya menceritakan tentang Tegal,
beberapa daerah di Tegal disebut dalam film ini, misalnya, Pakembaran, Slawi, Kalisoka,
Kali Gung, Gunung Slamet. Bukan hanya nama-nama tempat di Tegal yang masuk ke dalam
cerita film, tokoh-tokoh Tegal juga masuk dalam cerita film, sebut saja Ki Gede Sebayu dan
Pangeran Purbaya.
Setelah saya telusuri, ternyata sutradara sekaligus penulis skenario film Misteri Gunung
Merapi adalah orang Tegal, yakni M. Abnar Romli, pria kelahiran Pakembaran, Slawi tahun
1943. Hal tersebut tentu saja membuat saya bangga, mengingat dalam dunia perfilman
sekarang, orang Tegal diidentikan dengan peran pembantu dan sopir.
Jika dilihat dari setting waktu, setting awal ketika Mak Lampir dimasukan ke dalam peti oleh
Ki Ageng Prayogo, murid Sunan Kudus itu di zaman Kesultanan Demak yang dipimpin oleh
Raden Fatah. Kemudian ketika Mak Lampir bangkit kembali untuk membalaskan dendamnya
kepada keturunan Ki Ageng Prayogo, itu di zaman Kesultanan Mataram Islam, yang saat itu
dipimpin oleh Sultan Agung.
Tegal dan Mataram Islam
Jika ditelisik dari historis, Tegal dan Mataram Islam memiliki kaitan historis yang susah
untuk dielakan. Sebut saja Pangeran Purbaya yang menikahi putri dari Ki Gede Sebayu.
Pangeran Purbaya merupakan putra dari Panembahan Senopati (Sutawijaya), pendiri dan
Sultan pertama Mataram Islam. Saat keponakannya yakni Sultan Agung naik tahta, ia
menjabat sebagai pelindung (penasehat) sultan.
Kemudian ketika Sultan Agung menyerang VOC di Batavia, Tegal juga memiliki peran
sentral, di mana menjadi jalur yang dilalui oleh pasukan Mataram. Hal ini juga ada kaitannya
dengan sejarah Warteg (Warung Tegal). Di mana ketika penyerbuan ke Batavia, Sultan
Agung memerintahkan masyarakat Tegal untuk membantu, dengan cara menyediakan
makanan murah bagi prajurit Mataram. Itulah yang kemudian menjadi cikal bakal Warteg.
Selain itu, putra Sultan Agung yang bernama Raden Mas Sayidin yang bergelar Sunan
Amangkurat I, makamnya berada di Tegal. Tepatnya di Dusun Pekuncen, Desa Pesarean,
Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Tegal.
Kemudian ketika Perang Jawa meletus tahun 1825-1830, Tegal juga menjadi salah satu basis
perlawanan Pangeran Diponegoro. Lalu ketika Pangeran Diponegoro ditangkap di Magelang,
banyak pengikutnya melarikan diri ke Tegal untuk menghindari kejaran pasukan Belanda.
Makam Tumenggung Bahurekso di Tegal