Ada hal menarik yang disampaikan Presiden Prabowo Subianto saat pertemuan bilateral dengan Sekjen PBB beberapa waktu lalu. Beliau mengatakan bahwa Indonesia menargetkan akan mampu 100 persen menggunakan energi baru terbarukan (EBT) dan ramah lingkungan dalam kurun waktu 10 tahun mendatang, atau bahkan lebih cepat.
Apa yang Presiden Prabowo katakan membuat saya cukup dilema karena di satu sisi senang presiden kita berkomitmen untuk mengembangkan energi terbarukan, di sisi lain tidak yakin bahwa target 100 persen EBT akan tercapai dalam 10 tahun ke depan.
Kita tahu bahwa Indonesia memiliki sumber daya alam panas bumi yang melimpah, yang dapat dijadikan sebagai sumber utama dari pengembangan energi terbarukan.
Kemudian kita juga sempat mendengar beberapa inovasi dari anak bangsa seperti pengembangan bahan bakar diesel dari minyak sawit dan inovasi lainnya.
Lantas kenapa masih pesimis dengan target 100 persen Energi Baru Terbarukan ini?
Pesimistis ini datang dari realita yang ada sekarang di Indonesia. Di mana berdasarkan Statistika di tahun 2023 saja EBT di Indonesia baru mencapai 13 persen. Masih jauh untuk mencapai 100 persen.
Jangankan mencapai target 100 persen, untuk mencapai target 23 persen di tahun 2025 saja bisa dibilang cukup berat.
100 persen Energi Terbarukan, apakah mungkin?
Beralih ke energi terbarukan hingga 100 persen sangatlah memungkinkan, Jika sudah ada teknologi yang mampu sebanding dengan energi konvensional saat ini.
Meskipun sudah mulai dilakukan transisi energi yang terbarukan dan lebih ramah lingkungan, seperti pemanfaatan energi angin, matahari, panas bumi, dan air untuk menghasilkan energi listrik. Tetapi, masih belum bisa menggantikan energi konvensional.
Beralih ke energi yang lebih “hijau” juga mau tidak mau, suka tidak suka kita harus tau yang namanya The Green Premium.
The Green Premium atau premium hijau adalah tambahan biaya yang harus dibayarkan apabila kita menggunakan energi hijau.
Keterbatasan dari teknologi dan kapasitas energi terbarukan, membuat harga mereka jauh lebih mahal.
Intinya, segala produk yang dihasilkan oleh energi terbarukan akan lebih mahal dari pada yang dihasilkan energi konvensional.
Hingga saat ini, belum ada teknologi maupun inovasi yang sebanding dengan energi konvensional, yang di mana mampu memberikan energi yang memadai dengan biaya yang murah.
Mungkin jika sudah ada inovasi energi terbarukan yang mampu menekan biaya operasional yang mahal dan memberikan kebutuhan yang mencukupi.
The Green Premium bukan menjadi persoalan atau bahkan membuat energi jauh lebih murah dari saat ini.
Kutukan Sumber Energi Terbarukan
Kutukan dari sumber energi terbarukan saat ini adalah ketidakpastian. Tenaga surya dan angin penuh dengan ketidakpastian, artinya tidak membangkitkan energi 24 jam tiap hari, 365 hari tiap tahun. Sementara kita membutuhkan energi sepanjang waktu.
Apabila tenaga surya dan angin menjadi bagian besar dalam menghasilkan energi, berarti kita harus memikirkan cara agar tidak mengalami mati listrik ketika matahari dan angin tidak ada.
Ketidakpastian lain menyangkut variasi musim. Musim penghujan membawa ketidakpastian energi bertenaga surya. Jika cuaca hujan, panel surya tidak akan mendapatkan cukup energi untuk menghasilkan sumber listrik.
Lalu bagaimana kalau kita menyimpan sumber energinya di dalam batre?
Pernyataan lanjutannya, berapa lama dan seberapa banyak batre?
Bisa dibilang batre dapat menyimpan energi secara efisien, namun untuk skala yang besar batre merupakan pilihan yang buruk.
Masalah yang paling mencolok yaitu biaya yang sangat mahal. Bahkan biaya batre bisa jadi lebih besar dari biaya panel surya dan kincir angin itu sendiri.
Belum lagi batre yang harus diganti setiap periode waktu tertentu akan kembali menambah biaya yang sangat mahal.
Potensi Sumber Energi Terbarukan di Indonesia
Negara Indonesia dianugrahi dengan berbagai sumber alam dan kekayaan alam yang berlimpah. Begitu juga dengan kekayaan sumber energi terbarukan.
Indonesia memiliki beberapa potensi energi terbarukan yang bisa dikembangkan lebih jauh nantinya, seperti energi air, angin, ombak laut, matahari, biomassa, hingga panas bumi.
Ombak laut yang tinggi di beberapa pantai Indonesia dapat dimanfaatkan menjadi sumber energi terbarukan. Ketinggian ombak 3-5 m/s saja berpotensi menghasilkan sekitar 160,000 MW listrik.
Begitu juga dengan potensi panas bumi. Berada di wilayah the ring of fire dengan ratusan gunung api aktif, menjadi keuntungan untuk mengembangkan energi terbarukan panas bumi.
Panas bumi merupakan sumber energi terbarukan yang paling sedikit menggunakan lahan. Cocok untuk wilayah Indonesia yang padat penduduk.
Setidaknya ada 256 titik wilayah potesial energi panas bumi di Indonesia. Itu merupakan 40% dari total cadangan panas bumi di dunia.
Namun realisasi penggunaan energi panas bumi masih jauh dari potensi yang ada, sekitar 3.000 Megawatt dari total potensi 24.000 Megawatt.
Perjalanan Masih Panjang untuk Mencapai 100%
Tidak ada yang salah dari apa yang Presiden Prabowo sampaikan pada pertemuan bilateral. Sikap optimistis yang ditunjukan membawa angin segar untuk energi terbarukan di Indonesia.
Namun, perjalanan masih panjang dan perlu usaha serta inovasi yang hebat untuk mewujudkan cita-cita tersebut dalam waktu yang dekat.
Jika melihat hari ini dan berdasarkan beberapa artikel, energi fosil masih mendominasi 78,32% sumber energi hingga tahun 2030
Cadangan panas bumi yang melimpah bisa menjadi potensi sumber energi terbarukan. Sehingga perlu adanya percepatan kemampuan indonesia dalam implementasi panas bumi sebagai sumber energi. Untuk mempercepat mencapai 100 persen energi terbarukan.
Referensi:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H