Mohon tunggu...
Mohamad Sastrawan
Mohamad Sastrawan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Matraman

http://malikbewok.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Indonesia dalam Ancaman Ideologi Transnasional Kontemporer

7 Agustus 2017   20:08 Diperbarui: 7 Agustus 2017   23:32 3537
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sebagai negara besar, Indonesia tentu tidak lepas dari adanya ancaman yang bisa saja meruntuhkan keutuhan dan kedaulatan bangsa dan negara. Jika kita membaca sejarah perjalanan bangsa ini, maka setidaknya ancaman ideologi yang paling dominan adalah komunisme dan radikalisme berbasis agama.

Partai Komunis Indonesia (PKI) memang sudah dibubarkan, namun bukan berarti ancaman komunisme ikut terkubur. Begitu pula Darul Islam (DI) yang pernah merongrong NKRI sudah tidak ada, namun masih saja ada sekelompok orang di Indonesia yang menganggap negara agama sebagai isu sentral di tanah air.

Dalam menghadapi era globalisasi saat ini, ideologi transnasional sangat jamak terjadi. Apalagi, saat ini Cina dan Rusia (dua negara berhaluan komunis) makin berkembang dan dalam perjalanannya dua negara itu makin menunjukkan pengaruhnya dalam ekonomi dan politik internasional. Amerika Serikat pun memainkan peran yang vital dalam menjajakan ideologi liberal nya untuk "dijual" di tanah air.

Namun, dalam perjalanannya, negara-negara adidaya tidak konsisten dengan ideologi mereka masing-masing. China sendiri sebenarnya telah "berkhianat" kepada ideologi komunisme dalam pengertian bahwa ideologi adalah seperangkat keyakinan mengenai kehidupan kenegaraan dan masyarakat beserta pengorganisasiannya, termasuk perekonomian. Bisa dibilang, dalam menjalan roda ekonomi negaranya, China menjalankan sistem kapitalisme global yang menggurita ke seluruh negara-negara berkembang dan maju.

Jadi, menganggap China masih "radikal" dengan komunisme bisa dianggap misleading dan bahkan mengaburkan pandangan terhadap ancaman aktual yang sesungguhnya, yakni ekonomi. Namun, bukan berarti konklusinya adalah China tidak lagi berpaham komunis, justru saat ini politik yang dianut adalah komunisme, namun di bidang ekonomi menerapkan liberalisme dan kapitalisme yang sejatinya berseberangan dengan komunisme itu sendiri.

Bagaimana dengan Amerika Serikat? Kebijakan-kebijakan negara adidaya di bidang ekonomi sudah lama tidak mencerminkan ideologi liberal. Perekonomian tidak lagi diserahkan kepada mekanisme pasar, karena undang-undang dasarnya sudah melegalkan intervensi negara. Sedangkan di bidang politik, kebijakan diskriminatif Donald Trumph berdasarkan keyakinan agama jelas bukan sebuah kebijakan yang mencerminkan ideologi liberal. Apa yang terjadi di China dan Amerika saat ini lebih tepat disebut sebagai "ideologi pasar" ketimbang  komunisme atau kapitalisme.

Selain liberalisme dan komunisme, Indonesia sejatinya masih menghadapi ancaman radikalisme agama. Bagi Indonesia, gerakan "Islam Radikal" merupakan masalah yang sangat serius. Mayoritas penduduk Indonesia adalah umat Islam. Dengan mengangkat tinggi-tinggi simbol agama Islam, ideologi tersebut akan lebih mudah masuk ke dalam alam pikiran sebagian umat.

Istilah revivalisme, islamisme dan fundamentalisme sering digunakan secara bergantian dalam literatur keilmuan, meskipun fundamentalisme memiliki konotasi baru di Barat yang berarti radikalisme dan terorisme. Gerakan kebangkitan Islam dianggap sebagai suatu rangkaian kesatuan yang dinamis antara spiritualisme pasif-apolitis dengan militansi dan radikalisme. Ideologi radikalisme memiliki daya pesona cukup kuat bagi anak-anak muda, tidak hanya di negara-negara berkembang seperti Indonesia, melainkan juga negara-negara maju.

Melindungi Negara dari Ideologi Komunisme

Indonesia telah memperkuat landasan konstitusi yang menyebut komunisme sebagai ancaman dan kejahatan terhadap keamanan negara. Selain TAP MPRS No. 25/MPRS/1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, masih ada enam ketentuan baru di antara Pasal 107 Bab I Buku 11 Kitab UU Hukum Pidana tentang Kejahatan Terhadap Keamanan Negara yang dijadikan Pasal 107a, Pasal 107b, Pasal 107c, Pasal 107d, Pasal 107e dan Pasal 107f. Semua pasal itu tertuang dalam UU Nomor 27 Tahun 199 tentang Perubahan Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang berkaitan dengan kejahatan terhadap keamanan negara. 

Berdasarkan UU di atas, komunisme dikategorikan sebagai kejahatan terhadap negara. UU tersebut lahir sebagai konsekuensi dari dicabutnya UU No 11/PNPS/Tahun 1963 tentang Pemberantasan Kegiatan Subversi melalui UU No 26 Tahun 1999 serta masih berlakunya TAP MPRS RI No XXV/MPRS/1966 dan pemberlakuan TAP MPR RI No.XVIII/MPR/1998 tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara.

Ancaman dalam pasal tambahan itu pun tidak main-main, yakni penjara paling lama 15 hingga 20 tahun. Ancaman terhadap komunisme saat ini kian terasa karena memang ditemukan di banyak tempat simbol-simbol, bahkan acara sosial kemasyarakatan yang di dalamnya ada semangat kebangkitan Partai Komunisme Indonesia (PKI).

Penguatan  larangan terhadap komunisme dirumuskan untuk menjerat setiap tindakan yang berhubungan dengan penyebaran komunisme. Mari kita lihat enam pasal mulai 107a sampai 107f yang secara tegas melarang adanya aktivitas berkaitan dengan komunisme.

Pasal 107a

Barangsiapa yang secara melawan hukum di muka umum dengan lisan, tulisan, dan atau melalui media apapun, menyebarkan atau mengembangkan ajaran komunisme/marxisme-leninisme dalam segala bentuk dan perwujuddan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun. 

Pasal 107b

Barangsiapa yang secara melawan hukum di muka umum dengan lisan, tulisan, dari atau melalui media apapun, menyatakan keinginan untuk meniadakan atau mengganti Pancasila sebagai dasar negara yang berakibat timbulnya kerusuhan dalam masyarakat, atau menimbulkan korban jiwa atau kerugian harta benda, dipidana dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun.

Pasal 107c

Barangsiapa yang secara melawan hukum di muka umum dengan lisan, tulisan dan atau melalui media apapun, menyebarkan atau mengembangkan ajaran komunisme/marxisme-leninisme yang berakibat timbulnya kerusuhan dalam masyarakat, atau menimbulkan korban jiwa atau kerugian harta benda, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.

Pasal 107d

Barangsiapa yang secara melawan hukum di muka umum dengan lisan, tulisan dan atau melalui media apapun, menyebarkan atau mengembangkan ajaran komunisme/marxisme-leninisme dengan maksud mengubah atau mengganti Pancasila sebagai dasar negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun.

Pasal 107e

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun:

a. Barangsiapa yang mendirikan organisasi yang diketahui atau patut diduga menganut ajaran komunisme/marxisme-leninisme atas dalam segala bentuk dan perwujudannya; atau

b. Barangsiapa yang mengadakan hubungan dengan atau memberikan bantuan kepada organisasi, baik di dalam maupun di luar negeri, yang diketahuinya berasaskan ajaran komunisme/marxisme-leninisme atau dalam segala, bentuk dan perwujudannya dengan maksud mengubah dasar negara atau menggulingkan Pemerintah yang sah.

Pasal 107f

Dipidana karena sabotase dengan pidana penjara seumur hidup atau paling lama 20 (dua puluh) tahun:

a. Barangsiapa yang secara melawan hukum merusak, membuat tidak dapat dipakai, menghancurkan atau memusnahkan instalasi negara atau militer, atau diundangkan 

b. Barangsiapa yang secara melawan hukum menghalangi atau menggagalkan pengadaan atau distribusi bahan pokok yang menguasai hajat hidup orang banyak sesuai dengan kebijakan Pemerintah. 


Bela Negara sebagai Vaksin Menghadapi Radikalisme Agama

Resonansi Bela Negara semakin luar biasa karena getarannya senantiasa terasa dalam kehidupan sosial masyarakat kita. Spirit Bela Negara adalah upaya mengembalikan Indonesia ke rumah Pancasila yang telah menjadi ideologi negara. Bela Negara merupakan konsep merajut Bhineka Tunggal Ika yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu.

Indonesia memang bukan negara agama, namun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, agama memainkan peran yang begitu besar, tentunya sesuai dengan Pancasila. Bung Karno dalam pidato 1 Juni 1945 di depan Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai atau BPUPKI menegaskan arti Bhineka Tunggal Ika, "..kita harus mencari persetujuan, mencari persetujuan paham. Kita bersama-sama mencari persatuanphilosofische grondslag, mencari satuWeltanschaung yang kita semua setuju. Saya katakan lagi setuju! Yang saudara Yami setujui, yang Ki Bagoes setujui, yang saudara Liem Koen Hian setujui, pendeknya kita semua mencari satu modus. Tuan Yamin, ini bukan kompromis, tetapi kita bersama-sama setujui."

Bela Negara hadir untuk menjadikan Indonesia sebagai rumah bersama, antar semua pemeluk agama, semua ras, semua suku dan semua golongan. Bela Negara menjadi pengikat kita semua bahwa Bhineka Tunggal Ika adalah konsensus antar masyarakat Indonesia. Dengan demikian, sentimen merasa agamanya yang paling dominan, adalah tidak tepat, apalagi jika dibarengi dengan sikap radikal dan fundamentalisme agama yang tentunya mengancam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Bela Negara adalah rejuvenasi Bhineka Tunggal Ika yang artinya adalah menempatkan nilai-nilai toleransi, keadilan dan gotong royong sebagai sesuatu yang sangat vital dalam kehidupan nasional. Rejuvenasi (peremajaan kembali) makna Bhineka Tunggal Ika sangat penting karena dia bisa mengimbangi maraknya intoleransi dan berkembangnya praktik politik identitas dan radikalisme. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun