Beludru hitam (silow lamun teu kabuka) memiliki makna bahwa seorang pemimpin yang hiding/dewasa/berwibawa harus menguasai pengetahuan luas, Ornamen emas melambangkan kemuliaan, dan lencana kehormatan dimaknai sebagai kesetiaan, kesabaran, dan keberanian.Â
Melalui pemahaman bahasa visual mencoba menguraikan kompleksitas pesan nonverbal yang terkandung dalam pakaian Menak Priangan, menjadikan busana bukan sebagai artefak tetapi juga sebagai sarana komunikasi visual yang kaya makna.
Pentingnya pakaian tradisional Menak Priangan tidak hanya terletak pada nilai sejarah dan budayanya, tetapi juga dalam bagaimana pakaian ini tetap relevan sebagai bahasa visual yang dapat diuraikan.Â
Dengan menganalisis makna pakaian, diharapkan memberikan kontribusi pada pemahaman mendalam tentang bagaimana komunikasi nonverbal melalui busana mencerminkan dinamika sosial dan budaya.Â
Implikasi dari analisis nonverbal ini dapat memberikan pandangan yang lebih komprehensif tentang bagaimana pakaian tradisional tetap memainkan peran penting dalam membentuk identitas dan mengekspresikan nilai-nilai masyarakat Priangan atau Bagaimana makna dari setiap pakaian Menak Priangan dapat diuraikan dengan menggunakan pendekatan bahasa visual.
Dari sudut pandang fungsi pakaian sebagai alat komunikasi nonverbal, pakaian Menak menjadi bahasa visual yang menggambarkan hubungan saling ketergantungan antara penguasa dan rakyat pada periode abad ke-19 hingga abad ke-20.Â
Pada poin ini terdapat penjelasan antara hubungan raja dan hamba dalam konsep tradisional Jawa yang menjadi cerminan dari dinamika sosial yang diwujudkan melalui pakaian dan aksesoris yang dipakai oleh Menak.Â
Simbol-simbol kekuasaan yang tertanam dalam pakaian, aksesoris, dan lencana kehormatan menjadi sarana untuk melegitimasi kekuasaan Menak, menjadikan pakaian tidak sekadar mode, melainkan artefak budaya yang mengandung pesan historis dan sosial yang mendalam.
Pakaian Menak Priangan tidak hanya berperan sebagai penutup tubuh semata, melainkan juga berfungsi sebagai media komunikasi yang kaya akan smakna. Fungsi-fungsi komunikatif dari pakaian Menak Priangan dapat diuraikan sebagai berikut:
- Komunikasi Ritual: Pakaian Menak Priangan memiliki fungsi komunikasi ritual yang mendalam, terutama dalam konteks upacara adat dan ritual keagamaan. Pakaian yang dikenakan oleh Menak saat melibatkan diri dalam ritual atau upacara adat tidak hanya menjadi simbol kehormatan dan status, tetapi juga menyampaikan pesan tentang keterlibatan dan dedikasi mereka terhadap tradisi dan kepercayaan lokal. Melalui elemen-elemen seperti iket kepala, pakaian formal, dan aksesori kehormatan, pakaian tersebut memberikan tanda visual yang jelas tentang peran dan posisi Menak dalam konteks ritual.
- Komunikasi Budaya: Pakaian Menak Priangan menjadi alat komunikasi budaya yang efektif dalam mewakili identitas dan nilai-nilai tradisional masyarakat Priangan. Dari pola batik hingga tata cara penggunaan aksesoris, setiap elemen pakaian menyampaikan informasi tentang sejarah, struktur sosial, dan kepercayaan budaya. Pakaian ini menjadi medium yang mencerminkan warisan budaya yang kuat, menunjukkan kepada pemakainya dan penontonnya bahwa mereka adalah bagian dari suatu komunitas dengan nilai-nilai yang khas dan tradisi yang dijunjung tinggi.
- Komunikasi Sosial: Pakaian Menak Priangan juga berfungsi sebagai alat komunikasi sosial yang menggambarkan hierarki dan hubungan sosial dalam masyarakatnya. Pada abad ke-19 hingga abad ke-20, pemerintah kolonial Belanda mengatur tata cara berpakaian pejabat pemerintah, termasuk Menak, yang menciptakan pakaian sebagai simbol kekuasaan dan otoritas dalam struktur birokrasi. Dengan demikian, pakaian menjadi cara visual untuk menyampaikan status sosial, perbedaan kelas, dan peran sosial dalam interaksi sehari-hari di masyarakat Priangan.