Pada suatu masa, di lembah antara gunung Merbabu dan Telomoyo ada sebuah desa yang bernama Ngasem. Di sana ada sepasang suami istri yang bernama Ki Hajar dan Nyai Selakanta. Pasutri ini dikenal baik hati dan tidak sombong sehingga di hormati oleh semua anggota desa Ngasem. Setiap mereka menyelesaikan sebuah masalah, mereka menyelesaikan dengan cara musyawarah, karena memang pasutri ini sangat rukun dan cinta akan kedamaian. Sayangnya mereka sampai saat ini belum di karuniai seorang anak oleh Tuhan YME.
Nyai Selakanta duduk di sebuah bangku dan termenung, Nyai sangat larut dalam pikiran dan khayalan akan anak yang diinginkan untuk dipinang. Ki Hajar pun datang menghampiri dan duduk di sebelah Nyai.
“Adinda, Apa yang ada di pikiran kamu itu?” Tanya Ki Hajar kepada Nyai
Beberapa menit Nyai tidak menjawab apa yang disampaikan oleh Ki Hajar,
“Adinda” Balas Ki Hajar lagi
“Oh iya Kakanda, maafkan saya sangat larut dalam pikiran saya kakanda” Jawab Nyai kepada Ki Hajar
“Tidak apa-apa, memang kamu sedang memikirkan apa?” Ujar Ki Hajar
“Tidak Kakanda, saya hanya memikirkan bagaimana indahnya jika kita dapat merawat bayi hingga tumbuh dewasa, dan hari-hari kita terdengar suara tangisan bayi kita” Kata Nyai kepada Ki Hajar
“Apakah kamu sangat menginginkan seorang anak di rumah ini? Kalau iya Kakanda akan bertapa di gunung sampai aku di panggil anakku di gua itu” Ujar Ki Hajar kepada Nyai
Karena keinginan Nyai sangat besar maka di ijinkanlah Ki Hajar untuk bertapa di lereng gunung Telomoyo sampai beratus-ratus hari. Perasaan cemas yang menyelimuti Nyai sangat tebal dan akhirnya Nyai mual karena kehamilannya. Hari demi hari perut Nyai semakin besar dan lahirlah seorang anak. Namun pada akhirnya di kegembiraan Nyai disitu ada kesedihan, karena anaknya bukan manusia biasa melainkan seekor naga.
Betapa malunya Nyai memiliki anak seekor naga dan Nyai berusaha menutupinya di kalangann warga. Singkat cerita Baru Klinthing (anaknya) itu menanyakan kepada Nyai “Ibu, apakah aku memiliki seorang ayah?” Tanya Baru Klinthing. Nyai sungguh tidak menyangka pertannyaan itu muncul dari mulut Baru Klinthing. Lalu Nyai menjawab “Iya kamu memiliki seorang ayah, namun ayahmu sedang bertapa di lereng gunung, susul ayahmu menggunakan besi Klinthingan ini , ini akan membuatmu dipercayai olehnya” Ujar Nyai.