Mohon tunggu...
Lyfe

Legenda Rakyat "Rawa Pening"

8 Februari 2016   11:38 Diperbarui: 8 Februari 2016   12:56 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

                Pada suatu masa, di lembah antara gunung Merbabu dan Telomoyo ada sebuah desa yang bernama Ngasem. Di sana ada sepasang suami istri yang bernama Ki Hajar dan Nyai Selakanta. Pasutri ini dikenal baik hati dan tidak sombong sehingga di hormati oleh semua anggota desa Ngasem. Setiap mereka menyelesaikan sebuah masalah, mereka menyelesaikan dengan cara musyawarah, karena memang pasutri ini sangat rukun dan cinta akan kedamaian. Sayangnya mereka sampai saat ini belum di karuniai seorang anak oleh Tuhan YME.

                Nyai Selakanta duduk di sebuah bangku dan termenung, Nyai sangat larut dalam pikiran dan khayalan akan anak yang diinginkan untuk dipinang. Ki Hajar pun datang menghampiri dan duduk di sebelah Nyai.

“Adinda, Apa yang ada di pikiran kamu itu?” Tanya Ki Hajar kepada Nyai

Beberapa menit Nyai tidak menjawab apa yang disampaikan oleh Ki Hajar,

“Adinda” Balas Ki Hajar lagi

“Oh iya Kakanda, maafkan saya sangat larut dalam pikiran saya kakanda” Jawab Nyai kepada Ki Hajar

“Tidak apa-apa, memang kamu sedang memikirkan apa?” Ujar Ki Hajar

“Tidak Kakanda, saya hanya memikirkan bagaimana indahnya jika kita dapat merawat bayi hingga tumbuh dewasa, dan hari-hari kita terdengar suara tangisan bayi kita” Kata Nyai kepada Ki Hajar

“Apakah kamu sangat menginginkan seorang anak di rumah ini? Kalau iya Kakanda akan bertapa di gunung sampai aku di panggil anakku di gua itu” Ujar Ki Hajar kepada Nyai

               Karena keinginan Nyai sangat besar maka di ijinkanlah Ki Hajar untuk bertapa di lereng gunung Telomoyo sampai beratus-ratus hari. Perasaan cemas yang menyelimuti Nyai sangat tebal dan akhirnya Nyai mual karena kehamilannya. Hari demi hari perut Nyai semakin besar dan lahirlah seorang anak. Namun pada akhirnya di kegembiraan Nyai disitu ada kesedihan, karena anaknya bukan manusia biasa melainkan seekor naga.

               Betapa malunya Nyai memiliki anak seekor naga dan Nyai berusaha menutupinya di kalangann warga. Singkat cerita Baru Klinthing (anaknya) itu menanyakan kepada Nyai “Ibu, apakah aku memiliki seorang ayah?” Tanya Baru Klinthing. Nyai sungguh tidak menyangka pertannyaan itu muncul dari mulut Baru Klinthing. Lalu Nyai menjawab “Iya kamu memiliki seorang ayah, namun ayahmu sedang bertapa di lereng gunung, susul ayahmu menggunakan besi Klinthingan ini , ini akan membuatmu dipercayai olehnya” Ujar Nyai.

               Baru Klinthing segera ke gua tempat Ki Hajar bertapa dan singkat cerita benar di situlah tempat ayahnya bertapa, Baru Klinthing pun di akui anaknya karena Baru Klinthing membawa besi Klinthingan milik ayahnya. Namun, Syarat untuk diakui jika dia anaknya ada 1 lagi yaitu melingkari gunung Telomoyo. Langsung Baru Klinthing melaksanakannya dan akhirnya bisa. Naga ini di akui oleh Ki Hajar sebagai anak, dan untuk membuat wujud Baru Klinthing menjadi manusia, Baru Klinthing di haruskan bertapa di sebuah gua.

               Suatu hari saat Baru Klinthing bertapa, warga desa Pathok ingin mengadakan pesta sedekah bumi. Mereka berpencar mencari hewan untuk pesta, namun tidak 1 pun yang mendapatkan buruannya sehingga mereka mencari bersama-sama. Baru Klinthing sedang bertapa sehingga ia konsentrasi penuh. Warga desa Pathok melihat seekor naga yang terdiam sehingga mereka langsung menerkam Naga itu. Setelah mati naga itu dibawa untuk pesta sedekah bumi.

               Manusia dengan luka di sekujur tubuhnya dan ada darah di semua bagian tubuh itu berjalan menuju tempat di mana pesta itu diadakan. Manusia itu merupakan jelmaan dari Baru Klinthing yang di bunuh tadi saat bertapa. Singkat cerita manusia itu sampai di tempat warga desa Pathok berpesta. Namun kehadiran manusia ini tidak di kehendaki oleh warga sehingga diusir beberapa kali bahkan sampai di tendang. Saat itu datanglah seorang nenek-nenek yang baik hati dan membantu manusia ini dengan baik dan sabar. Jelmaan Baru Klinthing tidak menyangka akan adanya manusia yang sangat baik hati kepadanya. Sampai neneknya meninggalkan pesan bawalah lidi ini untuk datang ke pesta itu.

               Jelmaan Baru Klinthing mengikuti saran nenek itu sehingga ia datang ke pesta lagi dan masih sama, mereka mengusir Manusia Jelmaan Baru Klinthing ini dengan alasan bau amis, menjijikan, dan lainnya. Singkat cerita Baru Klinthing kesal dan akhirnya ia menancapkan sebuah lidi dan berkata “Siapapun yang mampu mencabut lidi ini ia berhak mengusir saya.” Ujar Jelmaan Baru Klinthing. Awalnya diremehkan karena hanya sebuah batang lidi yang terliha lemah. Namun tidak satupun orang yang berhasil mencabutnya. Dengan kekuatan yang dimiliki oleh Jelmaan Baru Klinthing ini ia mencabut lidi ini dan keluarlah air yang deras. Singkat cerita air ini menenggelamkan desa itu dan sekarang disebut sebagai “Rawa Pening”

Nilai Moral =

Jangan menilai orang lain hanya dari luar/penampilan saja, bisa jadi orang yang dihina memiliki kemampuan lebih daripada orang yang menghina.

Nilai Budaya =

Mereka melakukan sedekah bumi dengan cara berpesta dengan daging hewan buruan masyarakat untuk memuja roh.

Nilai Religi =

Mereka masih menganut kepercayaan Animisme karena mereka menyembah roh yang dipercaya masyarakat membawa apa yang di inginkan oleh mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun