Di Kota Bandung, terdapat sekitar 40 sungai yang tersebar di seluruh wilayahnya. Dari jumlah tersebut, Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) menyatakan bahwa 4 dari 40 sungai mengalami pencemaran air yang signifikan, termasuk Sungai Cikapundung, yang merupakan sungai terbesar dan terpanjang di Kota Bandung.
Peneliti dari Program Studi Magister Teknik Air Tanah dan Magister Rekayasa Pertambangan ITB telah melakukan penelitian terhadap Sungai Cikapundung dan sekitarnya. Mereka mengambil sampel air di 9 titik berbeda, mulai dari bagian hilir Sungai Cikapundung hingga pertemuan dengan Sungai Citarum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi besi (Fe) dan mangan (Mn) meningkat seiring dengan jarak ke hilir, yang juga sejalan dengan peningkatan nilai pH air. Selain itu, logam berat seperti arsenik (As), timbal (Pb), dan kadmium (Cd) juga ditemukan di sungai tersebut, dengan konsentrasi yang lebih tinggi di bagian hilir.
Sungai Cikapundung memiliki peran penting sebagai sumber air PDAM untuk masyarakat Kota Bandung, dan juga sebagai saluran drainase utama di pusat Kota Bandung. Meskipun terdapat penurunan debit air bulanan hingga 20-30 persen dari normal, DAS Cikapundung masih memiliki potensi sebagai sumber air baku untuk kebutuhan penduduk.
Dari perspektif ekonomi, pencemaran air sungai dapat menghambat pertumbuhan ekonomi lokal dengan mengurangi minat investor untuk berinvestasi dan dapat merusak ekosistem sungai serta berbagai industri berbasis sumber daya alam. Oleh karena itu, menjaga kebersihan sungai menjadi krusial untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H