Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menelaah Pro dan Kontra Terkait Kurikulum Pendidikan Kita

6 Oktober 2024   08:23 Diperbarui: 27 Oktober 2024   16:59 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Kurikulum dibuat di Canva.com 

"Sehebat-hebatnya pesawat diciptakan, jika di dalamnya tidak mampu berkolaborasi agar pesawat itu terbang dengan aman, maka apalah gunanya." (Materi dalam pelatihan Master Trainer Lv. 1 oleh Refo dan Kemdikbudristek)

Mungkin saja kita telah memahami bahwa di sekeliling kita dipenuhi dengan orang-orang pandai. Baik dengan gelar-gelar yang melambung tinggi setinggi langit sampai Profesor misalnya, atau hanya Doktor karena penghargaan dari institusi tertentu, seperti HC (Honoris Causa), sebuah penghargaan bagi sosok-sosok yang memiliki peran penting dan luar biasa pencapaiannya dalam masyarakat. Sebagaimana saat ini tengah marak dan viral terkait penghargaan Honoris Causa yang diperoleh oleh selebriti kenamaan di negeri ini.

Bahkan tidak hanya dengan deretan orang-orang pandai tersebut, karena saat ini begitu banyak perguruan tinggi yang mampu mencetak para cerdik pandai menjadi sosok yang dikagumi karena gelar dan status pendidikan yang disandangnya. Tak sedikit yang saat ini kaum muda bergelar S2, S3, bahkan ada juga sampai mendapatkan kehormatan sebagai Profesor.

Tak hanya dengan orang-orang pandai yang boleh jadi di sisi lain ada sosok-sosok orang "pintar", yang diakui kemampuannya oleh sebagian masyarakat karena mampu mengobati penyakit akibat pengaruh energi supranatural, atau dengan kata lain disebut juga dukun.

Apakah dengan sederet orang-orang pandai dan pintar tersebut cukup untuk membangun sumber daya manusia? Saya kira jawabannya bervariasi, ada yang "ya" dan ada pula yang "tidak". Semua tergantung asumsi maupun sudut pandang masing-masing personalnya bukan? Meski pada prinsipnya, sesuatu yang impossible membangun sumberdaya manusia tanpa ada landasan prinsip yang namanya pendidikan dari orang-orang pintar. Ya, kan?

Namun, yang lebih menarik untuk dibahas di sini adalah ketika bermunculan sosok-sosok yang dianggap memiliki segudang ilmu pengetahuan, ternyata orientasi bekerjanya hanyalah untuk kepentingan jabatan yang akan disandang. Atau dengan kata lain lebih fokus pada kepentingan individual. 

Apakah tujuan secara individual itu dilarang? Tentu saja tidak. Setiap orang memiliki hak untuk meraih jabatan atau kebutuhan secara individu. Logika sederhana, setiap orang memiliki ambisi untuk jabatan tertentu dan itu mesti diperjuangkan. Setiap orang berhak mendapatkan kedudukan setinggi-tingginya asal dilakukan dengan jujur dan menggunakan cara-cara yang bertanggung jawab dan bermartabat tentunya. 

Lantas bagaimana jika para ahli pendidikan tersebut, justru ingin berada pada gerbong di mana mereka memiliki pengikut atau komunitas yang menurutnya merasa layak dihormati? Sedangkan di pihak lain keberadaannya tidak dianggap ada. Sebut saja saat ini banyak tokoh yang begitu viral mengkritik adanya Kurikulum Merdeka. 

Sedangkan di pihak lain ada pula sosok-sosok yang keukeuh menganggap bahwa ide atau gagasannya terkait konsep kurikulum lebih baik dibandingkan dengan gagasan Kurmed saat ini. Terlepas dari kepentingan pribadi atau politik yang saya kurang begitu mengerti.

Dengan apriori, para ahli, pandai dan pintar itu mengusung gagasan masing-masing yang seolah-olah menggiring opini bahwa apa yang diupayakan saat ini  terkait kurikulum merdeka adalah sebuah kesalahan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun