Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tiktok, Potret Suram Aksi Ngemis Online

21 Januari 2023   10:45 Diperbarui: 21 Januari 2023   16:53 490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tiktok adalah platform sosial media yang memiliki banyak tujuan dalam penggunaannya, di antaranya adalah ruang ekspresi, berbagi cerita, berita, edukasi, lucu-lucuan dan sebagainya.  Namun yang tak kalah menariknya dari aplikasi asal negeri tirai bambu ini adalah aplikasi untuk mencari uang. Maka tak sedikit dari penggunanya yang sebatas haha hihi atau ekspose kehidupan sehari-hari. Namun tak sedikit pula yang sengaja menjadi affiliator demi mendapatkan Cuan.

Begitu pula bagi penulis sendiri sebagai salah satu pengguna Tiktok dengan pengikut ribuan orang-meskipun bisa jadi akun bot, serta mulai belajar menjadi affiliator, menganggap Tiktok seperti wadah setiap orang utuk berkampanye, berpromosi dan berekpresi sekaligus mencari donasi. Dengan ribuan follower dan harapan mendapatkan uang tambahan sebagai affiliator tersebut akhirnya kandas karena kompetisi dalam mencari cuan ini tak seperti membalikkan telapak tangan, dan akhirnya akun itu pun agak terabaikan atau bisa dikatakan "pass away".

Terlepas betapa dianggap menguntungkannya memiliki akun Tiktok, ternyata tak sedikit yang justru menggunakan media sosial tersebut untuk ajang meminta-minta (mengemis) secara online.

Tiktok dengan penggunanya yang mencapai 136,4 juta pada april 2022 ternyata sampai sekarang terus mendapatkan pengguna baru dan diyakini akan terus bertambah yang termasuk salah satu sosial media dengan perkembangan yang sangat massif. Bahkan seperti dirilis oleh Kompas.com (3/1/2022) Tiktok diprediksi menjadi Medsos terbesar ketiga pada 2022. dan boleh jadi di 2023 ini posisinya belum berubah.

Seandainya pengguna Tiktok mengalami penurunan, berarti nasibnya sama dengan pengguna Facebook yang juga jatuh lantaran beberapa persoalan yang melibatkan aturan media sosial ini dengan penggunanya. Meskipun nampaknya penurunan tersebut sulit terjadi lantaran terus bertambah penggunanya seiring dengan semakin maraknya pemanfaatan Tiktok dari berbagai kalangan.

Perkembangan yang begitu pesat tersebut dipengaruhi beberapa hal seperti flexing dari kaum muda yang memperlihatkan besaran penghasilan setelah memanfaatkan Tiktok, serta faktor FYP yang membuat banyak newbie yang terpesona dan seolah-olah dengan jalan itu bisa membawa mereka mencapai kehidupan selayaknya artis ibukota.

Hal ini tentu tidak keliru namun tidak semuanya benar. Tidak kelirunya lantaran banyak sosok-sosok baru yang belum sama sekali muncul di media televisi tiba-tiba karena FYP di Tiktok dipanggil oleh salah satu televisi swasta nasional dan menjadi artis dadakan. Sebutlah Cepmek, Bunda Corla, dan lain sebagainya yang awalnya kurang dikenal publik , ternyata dalam waktu singkat setiap orang mengenalnya. Semua terjadi karena FYP di Tiktok.

Adapula yang mencari keberutungan dengan menunjukkan aksi kesedihan, kesusahan, musibah, kecelakaan, atau bencana yang akhirnya mengundang empati maupun simpati publik dan menyerahkan sejumlah donasi yang nilainya cukup fantastis.

Sayangnya di antara hal baik di Tiktok, muncul pula aksi yang tidak terpuji yang dengan sengaja memamerkan bagian tubuh, serta aksi pergaulan bebas lelaki -perempuan tanpa menikah hingga viral. Dan yang lebih miris lagi viralnya kasus menantu dan mertua yang menjalin hubungan terlarang hingga menyedot perhatian publik.

Tidak salah memang setiap orang berlomba-lomba terlihat eksis di sosial media, dan tak salah pula mencari penghasilan di semua lini internet. Meskipun semua itu perlu dibatasi mana yang patut dan tidak, baik secara hukum negara, agama atau dasar kepatutan dan moralitas di suatu negara.

Fenomena Meminta-minta di Media Sosial Tiktok

Saat ini pembaca pun tidak asing lagi dengan aksi mengemis di Tiktok, baik yang hanya mandi di kamar mandi, disungai kala tengah malam, dan ada pula yang mandi lumpur dengan kondisi yang sangat memprihatinkan.

Sayangnya kegiatan ini tidak hanya dilakukan oleh para pemuda-pemudi yang notabene masih kuat secara fisik, namun para usia lanjut pun banyak yang melakukan aksi ekstrim demi mendapatkan saweran.

Tentu saja sebagai pengguna Tiktok penulis awalnya menganggap kegiatan ini biasa-biasa saja. Toh tidak merugikan orang lain. Namun lama kelamaan ternyata semakin banyak yang meniru aksinya. Tentu aktivitas ini sungguh tidak patut dilakukan.

Kenapa fenomena meminta-minta di Tiktok ini begitu marak?

Ada beberapa hal yang mendorong mengapa banyak orang yang mau mengemis di media sosial ini.

Pertama, Tiktok adalah media sosial yang setiap orang bisa menggunakannya. Tak terbatas umur dari anak-anak sampai dewasa bisa menggunakan sosial media ini.

Maka dengan alasan ini kemungkinan banyak pula yang juga turut mengakses dan melakukan aksi plagiasi terkait konten-konten yang dibagi, apalagi yang bisa menghasilkan.

Dengan kata lain, jika orang lain bisa mendapatkan uang kenapa saya tidak?

Padahal tidak semua orang bisa mendapatkan yang mereka mau. Bisa karena popularitas, keberanian, ketekunan, teknologi yang digunakan, dan tentu saja pengetahuan yang dimiliki yang mengakibatkan banyak penggemar yang mau memberikan sawerannya.

Kedua, kondisi sosial ekonomi yang lumayan berat

Fakta kedua dari sisi sosial ekonomi memang tidak bisa dianggap sebelah mata. Semenjak Covid-19 dan terpaan badai krisis dewasa ini dengan sangat mungkin merenggut sebagian atau seluruh sumber penghasilan masyarakat. Baik karena berhenti dari pekerjaan dengan alasan PHK, atau karena sumber ekonomi yang tidak lagi menghasilkan. Mudah pula kita temui para  pedagang yang harus gulung tikar lantaran konsumen yang terus menghilang akibat sistem belanja online.

Ketika untuk mendapatkan penghidupan saja telah raib entah kemana, maka konsekuensinya akan banyak orang yang mencari jalan pintas yang terkadang tidak dibenarkan.

Persoalan ekonomi selalu menjadi persoalan yang rumit bagi semua orang. Bahkan di tahun-tahun terakhir ini, keadaan ekonomi dikabarkan suram dan perlu kesiapan diri. Seperti kata Bapak Presiden Jokowi, dan Bu Sri Mulyani serta tokoh-tokoh publik beberapa waktu yang lalu.

Hal ini tentu saja menjadi pemicu mengapa seseorang memutuskan untuk memanfaatkan Tiktok sebagai sumber penghasilan lain.

Ketiga, adanya plagiasi dari para artis yang ternyata membuat konten mengemis demi mendapatkan pundi-pundi uang. Banyak konten di media sosial yang melibatkan pada artis ibukota yang justru merusak nilai kepatutan dan budaya di masyarakat. Bayangkan saja, dengan konten meminta-minta di medsos ternyata viral dan sang artis terlihat menikmatinya lantaran penerimaan uang yang cukup fantastis.

Dampak negatifnya saat ini banyak anak muda yang membuat konten meminta-minta demi mendapatkan empati dari orang lain.

Belum lagi sedikit sekali antisipasi atau sosialisasi terkait konten yang kurang mendidik ini, sehingga semakin banyak warga yang menganggap meminta-minta adalah boleh dan tidak melanggar undang-undang.

Lalu, apakah meminta-minta di Tiktok itu haram, dan mengapa fenomena ini bisa terjadi?

Dalam padangan hukum negara, kegiatan mengemis hakekatnya sangat dilarang.  Meskipun dalam ajaran Islam, mengemis dibolehkan jika terpaksa namun menempati derajat yang paling rendah, daripada mencuri. 

Pelarangannya tertuang dalam KUHP Pasal 504 yang dilansir dari Diponegoro Law Jurnal yang menyatakan bahwa :

1. Barangsiapa mengemis di tempat umum, diancam karena melakukan pengemisan, dengan pidana kurungan selama-lamanya enam minggu;

2. Pengemisan yang dilakukan oleh tiga orang atau lebih, yang umumnya di atas enam belas tahun, diancam dengan kurungan paling lama tiga bulan.

Oleh karena itu dalam Peraturan Daerah seperti DKI. Jakarta, dan di berbagai daerah lain pun ada pelarangan melakukan aksi meminta-minta di tempat umum karena melanggar ketertiban umum.

Selain karena melanggar undang-undang, aksi ini sepatutnya dihindari lantaran sangat merugikan diri sendiri jika hal ini dilakukan di tempat yang tidak sepatutnya. Seperti ada beberapa pengguna yang menggunakan kubangan lumpur, sungai, danau, rawa-rawa sebagai tempat melakukan live.

Untuk mendapatkan uang saja belum tentu tercapai, kenapa harus mengorbankan diri sendiri?

Bayangkan saja jika ketika live di sungai, tiba-tiba muncul buaya yang menerkam, atau ular yang mematuk, bukankah ini sangat berbahaya? Dan ironinya ada para lanjut usia yang nekat live dengan mandi lumpur yang tentu saja membahayakan kesehatannya.

Lalu solusinya apa dong kalau semua dilarang?

Banyak cara yang bias dilakukan ketika live, dan banyak pula yang sampai menghasilkan pundi-pundi uang selain melakukan aksi kurang baik seperti disebut di atas.

Misalnya melakukan live di saat menanam padi, mencukur rambut, merawat hewan, memasak makanan atau mengolah makanan ekstrim yang ternyata banyak juga peminatnya.

Adalagi yang membuat aksi memasak dengan cara konyol dan bahasa yang lucu. Yang ternyata mengundang penonton.

Namun sekali lagi cara ini hanya contoh yang bias diikuti demi mendapatkan Cuan dengan cara yang lebih baik. Meskipun faktanya tidak mudah  melakukannya dan kerja keras sekaligus kuota.

Perlu ada kepedulian kaum kaya dan dermawan untuk terus menyisihkan sebagian rezeki mereka agar dapat bermanfaat bagi masyarakat yang mengalami kekurangan. Dampaknya dengan bantuan rezeki tadi bisa mengubah pola pikir dan cara mencari penghasilan, yang awalnya meminta-minta maka lebih memilih berjualan atau hal lain yang lebih bermanfaat.

Tiktok dan social media lain ibarat sebilah pisau, yang bisa digunakan untuk kebaikan atau kejahatan. Bisa dipakai mencapai popularitas maupun kesengsaraan.

Salam.

Sumber dari berbagai media

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun