Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Aktualisasi Diri dengan Pancasila, Kunci Kokohnya Negara

1 Juni 2022   11:33 Diperbarui: 2 Juni 2022   15:00 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Logo Peringatan Hari Lahir Pancasila 1 Juni 2022 - BPIP (Kompas.com) 

Sungguh hari ini adalah hari yang begitu bersejarah bagi Bangsa Indonesia. Bangsa besar yang di dalamnya memiliki keanekaragaman masyarakat dengan budaya, adat istiadat, bahasa, dan agama.

Maka dari itu, momen peringatan Hari Lahir Pancasila 1 Juni ini semestinya menjadikan Bangsa Indonesia menjadi semakin kokoh menjaga dan tetap mempertahankan ideologi ini sebagai ideologi terbaik dari sebuah bangsa.

Ideologi Pancasila menjadikan masyarakat Indonesia tetap bisa hidup bersama dan bergandengan tangan. Meskipun keanekaragaman yang ada, menjadikan ideologi ini sebagai pedoman hidup bagi masyarakatnya tanpa memandang latar belakang, suku, golongan maupun agamanya. Karena Pancasila sendiri lahir dari keragaman tersebut, maka menjaga Pancasila sebagai falsafah bernegara adalah sebuah keniscayaan.

Namun, apakah selama ini kita telah mengamalkan dan menjadikan Pancasila sebagai pedoman dalam bernegara? Jawabannya ada dalam hati sanubari masing-masing.

Berkaca pada perjalanan kita dalam menjaga Pancasila ini tentu tak lepas dari aneka fenomena yang ada. Tingginya angka korupsi, kajahatan yang masih merajalela, pelanggaran hukum masih terjadi di mana-mana,  dan gesekan-gesekan antar agama masih saja mewarnai perjalanan dari bangsa ini.

Fakta ini sedikit banyak telah menyiratkan bahwa selama ini Pancasila masih sebatas tulisan atau bacaan dan belum sepenuhnya dipedomani oleh warganya. Baik bagi kalangan pemilik kebijakan maupun masyarakat selaku objek kebijakan, ternyata masih selalu lalai dan alpa dalam menjalankan Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara secara murni dan konsekuen.

Lalu, apakah yang perlu kita lakukan agar Pancasila bukan sekedar slogan atau lima sila yang hanya sebatas tulisan dan kering dari makna. Dan sebagai pribadi atau bagian terkecil dari bangsa ini, apakah yang mesti diperbuat dalam menjaga keutuhan Pancasila.

Menjadi pribadi yang sederhana dalam bersikap dan berkehidupan

Kata sederhana hakekatnya begitu mudah untuk diucapkan. Tak perlu pendidikan yang tinggi untuk memahami apa itu sederhana. Karena sifat sederhana adalah konsep yang mudah dicerna oleh siapapun. Meskipun ukuran sederhana cenderung subjektif, namun sebagai makhluk individu dan sosial, sederhana dan kesederhanaan adalah sesuatu yang mutlak diperlukan dalam hidup bernegara.

Boleh kita meminjam makna sederhana dari Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu: bersahaja, tidak berlebih-lebihan. 

Jadi menurut arti ini tentu kita pun dapat mengambil pengertian bahwa sederhana adalah cara hidup yang bersahaja dan tidak berlebih-lebihan, membiasakan diri dalam kehidupan sehari-hari dengan hidup tidak terlihat miskin dan tidak juga tidak terlihat mewah.

Mengapa sederhana adalah sebuah aktualisasi dari Pancasila? Sebab kesederhanaan akan menjadi pijakan bagi siapa saja dalam berperilaku, bersikap, berkata, berprinsip dan sebagainya dengan sederhana. 

Berbicara pun sederhana, tak muluk-muluk, tak tinggi-tinggi pula, mengukur dengan kemampuan diri. Hidup menempatkan diri di tengah-tengah. Tidak fanatik dan tidak liberal. 

Dalam kehidupan pun hakekatnya kita selalu diajarkan tentang kesederhanaan. Karena fakta membuktikan dengan kesederhanaan akan menjadikan hidup lebih tenang. Tidak membuat pihak lagi merasa tersaingi atau terhina karena perilaku yang kita lakukan.

Lalu, apakah sederhana itu menunjukkan kemiskinan? Tentu tidak. Tidak ada rumus yang menyebutkan bahwa hidup sederhana adalah wujud dari kemiskinan. Dan sebaliknya tidak ada pendapat yang mengatakan bahwa mewah itu wujud kekayaan. Karena kekayaan sesungguhnya adalah ketika merasa bahagia di antara sesama manusia.

Kesederhanaan itu wujud fondasi jiwa yang kuat dan menjadikan kehidupan lebih bahagia dan membahagiakan.

Dan tentu saja lawan katanya adalah keruwetan, kerumitan. Menjadikan hal yang sederhana menjadi seperti sulit untuk dilakukan. 

Ketika kita perlu bersatu, bergotong royong dan saling  menghormati, maka semua itu menjadi sederhana jika semua orang menganggapnya sederhana. Tapi jika dianggap sebagai hal atau sesuatu yang rumit, sulit, ruwet, maka akan sulit pula kita melakukannya.

Tidak perlu harus seagama jika ingin bersatu dalam berbangsa dan bernegara, tak perlu memandang asal sukunya jika kita memang memerlukan dan membutuhkan gotong royong dalam menyelesaikan persoalan bersama. Dan untuk saling menghormati adalah sesuatu yang mudah jika masing-masing pihak memiliki pandangan yang sederhana. 

Awali semua dengan kesederhanaan. Tak perlulah bersikap ruwet, rumit atau membuat semua orang menjadi pusing tujuh keliling.

Terbuka terhadap masalah bersama (persoalan umum)

Hal kedua yang patut diaktualisasikan dalam kehidupan ber-Pancasila adalah dengan bersikap terbuka. Kecuali pada hal yang privacy, maka hanya yang bersangkutan yang memiliki hak, apakah memendam sendiri atau membukanya pada pihak lain. Karena ada persoalan privacy yang apabila dibuka secara vulgar maka menjadi rumit persoalannya.

Sedangkan pada hal-hal yang bersifat bersama, Pancasila menuntun kita untuk selalu terbuka. Tidak ada udang di balik batu dan tidak ada kepentingan yang sebenarnya harus dibuka untuk umum, ternyata diselesaikan secara pribadi dan lebih kurang tepat lagi jika hanya menguntungkan secara pribadi. 

Persoalan apapun jika terbuka, maka suatu saat akan menemukan solusinya. Bahkan persoalan berbangsa pun hakekatnya jangan ada yang disembunyikan, agar semua pihak menyadari bahwa yang terjadi adalah persoalan bersama dan harus diselesaikan secara bersama-sama. 

Mungkin saja masalah itu bisa diselesaikan sendiri, namun melibatkan banyak orang lain dalam  mengentaskan masalah bersama adalah sebuah keutamaan dan tentu saja meringankan.

Karena semua persoalan bersama ditanggapi dengan pikiran yang terbuka pula, maka solusi pun akan dapat ditemukan, masalah dapat dientaskan. Dan keterbukaan itu hakekatnya bersumber dari kejujuran. Kejujuran akan menuntun pada penyelesaian semua masalah. 

Dengan kata lain jika persoalan bersama ternyata disembunyikan dan dirahasiakan untuk umum, maka lambat laun persoalan itu akan meledak. Ibarat setitik api di dalam tumpukan sekam lama kelamaan akan membakar sekam semuanya.

Bersikap obyektif dan realistis dalam bermasyarakat

Pancasila akan terus tetap terjaga sebagai ideologi negara dan pribadi jika insan di dalamnya bersikap objektif dan realistis. Hidup memang boleh untuk mengkhayal, tapi jika mengkhayalnya ketinggian tanpa dilakukan upaya yang optimal, tentu hanya akan menjadi sesuatu yang di luar kewajaran.

Fakta lingkungan masyarakat adalah berisi beragam manusia dengan karakter yang berbeda. Maka sudah barang tentu akan menemukan aneka pertentangan atau selisih pendapat. Baik karena persoalan adat istiadat atau kepercayaan masing-masing. 

Dan sebagai masyarakat yang ber-Pancasila akan menganggap sesuatu tersebut adalah memang harus ada. Perbedaan itu tidak bisa dipaksakan untuk sama. Dan tentu saja semua pihak harus menerima perbedaan itu dengan ketulusan dan kesepakatan bersama pula.

Jika satu menerima perbedaan itu sedangkan di pihak lain menolak tentu menjadi preseden buruk bagi keharmonisan masyarakat.

Mau saling berbagi dengan yang lain

Bukankah kita diciptakan oleh Tuhan berbeda-beda, beragam dan tidak sama? Yap. Kita sepakat bahwa manusia diciptakan Tuhan memiliki perbedaan yang hakiki. Baik perbedaan dalam pendidikan, ekonomi, kemampuan bersosialisasi dan sebagainya. bahkan dalam hal kepercayaan.

Tuhan pun memberikan kodrat pada manusia berbeda. Ada yang kehidupannya miskin, biasanya-biasa saja, ada pula yang dengan kekayaan yang banyak.  Maka dari itu mereka mempunyai perannya yang berbeda. 

Berbagi tidak hanya pada persoalan materi semata, tapi berbagai kebahagiaan dan rasa aman adalah salah satu aktualisasi dari nilai-nilai Pancasila.

Bagaimana jika semua pihak merasa tak peduli dan ingin aman sendiri sedangkan ada pihak lain yang juga butuh rasa aman? Tentu akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Menjaga nilai Pancasila tanpa merendahkannya

Apa yang terjadi jika Pancasila hanya ideologi yang sama sekali tidak diterapkan oleh masyarakat? Tentu munculnya adalah ketimpangan di mana-mana.

Seperti ketika satu pihak begitu toleran, tapi di pihak lain justru menghasut dan bersikap provokatif dengan pihak lain. Atau jika seorang pribadi atau individu menjaga tata krama dan di pihak lain justru menganggap tata krama sebagai perilaku yang ketinggalan jaman dan norak, tentu ketimpangan ini pun akan terjadi dan jarak di masyarakat semakin lebar.

Padahal dengan misalnya kita menjaga tata krama, tidak saling menghasut dan tidak memprovokasi, maka elemen-elemen dan pengamalan nilai Pancasila itu tengah kita jaga. Namun jika sebaliknya, maka sama halnya secara perlahan kita akan mengoyaknya.

Secara individu setiap orang berhak menentukan bagaimana sikap atau karakternya di hadapan orang lain, atau satu kelompok dengan kelompok lain. Namun demikian sebaliknya, ada lain pihak lain yang membutuhkan pemahaman itu.

Jika ingin Pancasila tetap ada di bumi pertiwi, maka menjaga marwahnya dengan mengamalkannya adalah sebuah keniscayaan. Tapi jika sebaliknya ketika arogansi dan kesewenang-wenangan terjadi, maka sama halnya membuka jalan dan jurang kehancuran ideologi Pancasila di tengah masyarakat bangsa dan tentu saja dunia.

Jangan sampai kita lengah menjaga Pancasila dalam porsi sebagai masyarakat dunia, dan terus sibuk dengan arus perubahan dunia yang begitu pesat.

Bersikap adil sebagai warga bangsa, karena dengan keadilan itu akan membangun senyum peradaban bangsa menuju bangsa dan negara yang lebih kuat dan bermartabat.

"Letakkan Pancasila di Pikiran, Hati dan Prilakumu, Jangan Letakkan Pancasila dalam Lisan atau Perkataanmu!"

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun