Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ustadz Yusuf Mansur, antara Dakwah Sedekah dan Paytren

12 April 2022   00:23 Diperbarui: 13 April 2022   21:28 645
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bisnis (kumparan.com)

Di bulan yang suci ini, mudah-mudahan tulisan ini bukan bertujuan menghakimi atau mencaci sosok ustadz kondang yang saat ini tengah menjadi buah bibir di jagat media online. 

Siapakah beliau? Beliau adalah Ustadz Yusuf Mansur.  Ustadz yang kondang dengan dakwah sedekah dan bisnis Paytren. 

Tidak hanya kondang karena sistem rayuannya dalam mencari modal dakwah yang menurutnya untuk membangun ribuan rumah tahfiz, yang ternyata banyak orang menyangsikan pernyataan beliau, karena kini lebih kondang lagi aksi marah-marah di youtube yang juga turut membuat saya miris dan prihatin. 

Ustadz yang kondang dengan dakwahnya tentang makna sedekah, dan upaya memikat jamaah dengan rezeki berlimpah serta hadiah pahala berlipat-lipat, ternyata sedikit banyak pernah membuat saya terkagum-kagum dan menginspirasi saya untuk menuliskan sebuah artikel lama di Kompasiana dengan judul Ustadz Yusuf Mansyur, Antara Dakwah Bil Qouli dan Dakwah Bil Haali. Tautannya di sini.

Tulisan tersebut lahir kira-kira sembilan tahun silam, yakni 2013. Di mana saat itu ustadz ini begitu menggebu-gebunya menawarkan konsep bisnis patungan. 

Meskipun tulisan saya mendukung upaya beliau, ternyata konsep yang dijalankan memicu perselisihan dan pertentangan di masyarakat. Antara halal dan haramnya, konsep manajemennya, dan bagaimana menjaga uang nasabah (anggota) bisa tersalurkan dan terbagi hasilnya dengan adil dan merata.

Kemudian, karena ketertarikan dengan dakwah-dakwah beliau di televisi dan internet, saya pun turut serta menjadi member Paytren, salah satu aplikasi besutan dari program Ustadz Yusuf Mansur yang berisi transaksi jual beli. 

Pada saat itu saya mengeluarkan uang kurang lebih Rp 350 ribu demi bisa mendapatkan aplikasi dan mengaktifkan sebagai alat transaksi secara online.

Pada mulanya saya begitu antusias menggunakan aplikasi itu. Seiring perjalanan waktu ada banyak tanya dalam benak saya, seperti kenapa saya harus membayar, jika saya pun harus mengeluarkan modal demi bisa melakukan transaksi.

Meskipun ada pergolakan batin yang cukup lama, saya tetap menggunakannya meski hanya sebatas membeli token listrik dan pulsa internet.

Mulai kesal dengan aplikasi Paytren 

Beberapa tahun silam saya berkenalan dengan Paytren. Setelah saya mendengarkan ceramah-ceramah beliau di televisi dan banyak pula member yang memberikan informasi keberadaan paytren ini, akhirnya muncullah keinginan mendapatkan uang tambahan dari bisnis kecil-kecilan, saya pun mendaftar dan menyerahkan sejumlah uang.

Setelah membayar sejumlah uang, saya pun mengunduh paytren dan harus melakukan aktivasi atau verifikasi agar aplikasi itu bisa digunakan. 

Beberapa minggu saya menggunakannya, baik untuk sendiri maupun menerima pembelian dari orang lain. Tak banyak untung yang saya dapatkan, tapi lumayan untuk hiburan dan memudahkan ketika saya harus membeli pulsa atau token listrik di saat kepepet malas keluar rumah.

Tak lama kemudian saya merasa kecewa lantaran paytren melakukan update dan meminta penggunanya melakukan aktivasi ulang. Dan kesalnya, setelah saya melakukan aktivasi ternyata aplikasi dalam gaway saya tidak lagi bisa digunakan. Saya sempat bertanya-tanya pada pihak paytren, namun sampai sekarang tidak ada jawaban yang diberikan.

Kesal sudah pasti, dan tentu uang yang menurut Ustadz sedikit itu harus lenyap begitu saja karena aplikasi sudah tidak bisa saya gunakan lagi.

Beberapa lama kemudian saya mencoba masuk kembali tapi tetap tidak bisa lakukan, dan dengan sangat terpaksa akhirnya aplikasi Paytren saya hapus selamanya.

Mempertanyakan kejelasan investasi dari Paytren

Pada awal perkenalan tentu saya dan member lainnya tentu  mengharapkan Paytren bisa menepati janji yang katanya investasi. Dengan asumsi saya, kalau investasi adalah saya mendapatkan keuntungan lebih dari transaksi. 

Tapi faktanya, meskipun saya sudah melakukan investasi walaupun dengan uang yang kecil, ternyata selama saya menggunakan pun tidak ada hasil sama sekali. 

Jika yang dinilai keuntungan yang hanya seratus sampai tiga ratus rupiah, tentu ini bukanlah investasi tapi murni dari usaha jual beli. Sebab dalam rumus investasi mau kita berjualan atau tidak, seharusnya modal itu ada ujungnya, dan saya mendapatkan keuntungan meskipun sedikit.

Bahkan apa yang saya pahami, investasi paytren bisa lebih besar jika menu transaksi di dalamnya lebih banyak, yang nilai harga aplikasi juga lebih mahal.

Sayangnya setiap melakukan perjalanan dakwah, apa yang dilakukan dianggap sedekah dan investasi. Padahal sedekah dan investasi tentulah amat berbeda. Sedekah murni pemberi sedekah tidak mengharapkan keutungan secara finansial, akan tetapi doa orang-orang yang menerima sedekah dan tentu Tuhan yang membalasnya. Sedangkan investasi murni ingin meraih keuntungan.

Saya memperhitungkan jika dengan jumlah minimal investasi kurang lebih Rp 350 ribu, jika ada seribu orang tentu akan banyak sekali keuntungan Ustadz Yusuf Mansyur dalam menjual aplikasi itu. Lalu bagaimana jika mencapai jutaan member? Nilainya pastilah fantastis.

Di satu sisi member dijanjikan keuntungan bisnis dengan embel-embel investasi yang nyatanya bohong. Apalagi konsep dakwah yang menurut beberapa pengamat ternyata sebagai manipulasi usaha untuk mengumpulkan uang dari banyak orang yang berembel-embel agama. 

Dan yang lebih membuat miris lagi, banyak orang yang mulanya sedekah sekedarnya, karena tergiur dan terhipnotis kata-kata diganti berlipat-lipat, secara tidak langsung menyumbangkan apa yang mereka miliki. Yang ternyata di belakang hari kebanyakan para pemberi sedekah merasa menyesal.

Ya, semoga saja niat untuk sedekah benar-benar diberikan imbalan oleh Allah SWT di akhirat kelak, dan tidak mengharapkan balasan di dunia secara tiba-tiba seperti apa yang disampaikan sang Ustadz.

Dan ternyata saat ini sang Ustadz terlihat panik lantaran mendapatkan gugatan dari banyak pihak yang nilainya tentu tidak sedikit.

Memaknai sedekah, investasi dan bisnis pribadi pada proporsi yang seharusnya

Di bulan yang penuh hikmah ini tentu tak salah jika kita membicarakan sedekah. Apa sedekah itu dan apa konsekuensi yang didapat ketika bersedekah.

Menurut BAZNAS makna sedekah adalah :

Sedekah diambil dari kata bahasa Arab yaitu "shadaqah", berasal dari kata sidq (sidiq) yang berarti "kebenaran". Menurut peraturan BAZNAS No.2 tahun 2016, sedekah adalah harta atau non harta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan usaha di luar zakat untuk kemaslahatan umum.  

Jadi secara sederhana, makna sedekah adalah pemberian harta atau non harta kepada seseorang atau badan usaha di luar zakat untuk kemaslahatan umat manusia. Jadi niat bersedekah adalah mengeluarkan sebagian harta atau non harta demi mencapai ridho Ilahi dan mendapatkan pahala.

Hukum sedekah adalah sunnah, di mana setiap orang (muslim) bisa bersedekah meskipun hanya segelas air.

Kembali dari konsep sedekah tadi, prasarat sedekah adalah sebuah keinginan berbagi dengan keikhlasan diri yang memiliki sesuatu yang baik yang bisa diberikan kepada orang lain. Maka dari itu karena sedekah adalah Sunnah, orang yang bersedekah tidak boleh mendapatkan paksaan atau ditentukan takarannya. Berbeda dengan zakat yang memang ada ketentuan dan nisabnya.

Jadi sangat tidak diperbolehkan dalam bersedekah merasa terbebani dan merasa mendapatkan tekanan oleh pihak lain. Apalagi sampai merasa terpaksa bersedekah karena kekhawatiran rasa malu jika tidak mau bersedekah. 

Notabene jenis sedekah yang kadang terpaksa jika dilakukan terbuka atau disaksikan oleh banyak orang. Padahal Rasulullah SAW mengajarkan, jika kita bersedekah, tangan kanan memberi maka tangan kiri tidak boleh mengetahui. 

Dengan kata lain, Rasulullah SAW mengajarkan pada para pemberi sedekah agar menyembunyikan kebaikannya di hadapan orang lain jika ingin mendapatkan predikat ikhlas dan mulia di hadapan Allah SWT.

Lalu bagaimana dengan investasi dan bisnis, dua jenis kata ini hakekatnya memiliki kedekatan maksud, yaitu ingin mendapatkan keuntungan dari transaksi yang dilakukan. 

Seorang investor dan bisnisman akan selalu menanti keuntungan dari perjanjian atau akad dari transaksi bisnis tersebut. Berbeda dengan sedekah murni ingin beribadah kepada Allah SWT dan hanya berharap balasan kebaikan di akhirat kelak.

Jika sedekah merupakan keikhlasan secara pribadi dan tidak mengharapkan keuntungan secara materi di dunia, maka investasi dan bisnis selalu mengharapkan keuntungan secara materi. Maka sungguh berbeda proporsinya jika antara sedekah dikaitkan dengan investasi dan bisnis. Apalagi jika hal-hal tersebut dicampuradukkan demi untuk memperoleh keuntungan semata, tentu ini sungguh dilarang dalam agama.

Akhirnya, apa yang dilakukan Ustadz Yusuf Mansur dalam berbisnis bisa dibenarkan jika tidak ada orang lain yang dirugikan dan benar-benar membawa kemaslahatan bersama. Sedangkan bagi sedekah, seharusnya dijauhkan dari hal-hal yang merugikan dan pemaksaan pada pihak-pihak yang hendak bersedekah.

Berusahalah mencari rezeki apa yang kita mau sebanyak-banyaknya, tapi ingat, jangan menipu atau merugikan orang lain, karena kehalalan dari usaha itu mesti diperhatikan karena itu adalah Titah Tuhan.

"Jika kamu menampakkan sedekah (mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu, dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan" (QS. Al-Baqarah: 271).

Mohon maaf jika terdapat kesalahan dalam tulisan ini.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun